Jay menceritakan semua yang terjadi padanya dengan Tiara pada sang ibu. Dari awal sampai akhir dia, bahkan menceritakan dengan jelas bagaimana dia memutar tangan Tiara karena kesal melihat Tiara jalan dengan pria lain. Jay pun tak melewatkan cerita bagaimana Tiara bisa terjatuh bersama Zidan di tangga.
"Astagfirullah bang..." Jesica tak percaya dengan apa yang dilakukan anaknya. Itu bisa dikategorikan sebagai KDRT.
"Aku ga sengaja mom, aku ga sengaja. Aku ga tahu kenapa aku bisa gitu." Jay berulang kali mengatakan hal itu daritadi.
"Udah daddy bilang apa dari dulu? jangan pake kekerasan bang kalo nyelesain masalah."
"Aku khilaf dad.." Jay dengan nada begitu sendu. Dia tak bisa menyembunyikan kesedihannya ditinggalkan Tiara dan Zidan.
"Bahaya nih kamu kalo ditinggal sendiri. Ampun ya kamu. Itu istri kamu sama anak kamu bang. Daddy ga suka ya." Kenan sedikit marah atas tindakan Jay. Meskipun terkesan Tiara salah tapi bukan Berarti Jay boleh melakukan kekerasan fisik seperti itu. Anaknya itu hanya diam sementara Kris yang ada disampingnya hanya fokus bermain games.
"Kalau ada apa-apa kamu tanggung jawab, jatuh dari sana tuh ga cuman 1 meter bang, itu tangga kamu lumayan panjang, mana bawa anak lagi."
"Aku ga sengaja dad."
"Tangan orang dipelintir seenaknya, sini Daddy pelintir tangan kamu. Enak ga?."
"Mas udah Mas." Tegur Jesica.
"Awas ya kamu kaya gitu lagi." Kenan mengancam.
"Sini.." Jesica menarik kepala anaknya.
"Biarin Tiara sendiri dulu ya. Biarin dulu sampe kalian siap ngobrol. Begitupun Abang, tenangin diri. Ga boleh kaya gitu bang...ini kalo orang tua Tiara tahu pasti marah anaknya digituin."
"Aku bakalan nemuin papa sama mama mertua buat minta maaf.."
"Iyalah, jelasin sama orang tuanya, jangan ngehindar. Bener deh ampun kamu. Sifatnya kenapa jadi gini lagi?." Kenan yang punya keyakinan Fahri atau Dena pasti akan menghubungi mereka.
"Mas.." Jesica kali ini sambil menatap Kenan.
"Aku ngerti sekarang, kenapa Tiara ga ijinin aku berduaan sama Zidan." Jay mulai memeluk ibunya.
"Udah-udah..." Jesica mencoba menenangkannya. Dia tahu kini rasa penyesalan dan bersalah menyelimuti hati anaknya. Sementara itu Tiara yang baru saja sampai dirumah orang tuanya langsung bersiap-siap untuk bekerja. Pengasuhnya sudah dia hubungu untuk datang ke kediamannya karena kebetulan dia pernah beberapa kali Tiara ajak kerumah orang tuanya.
"Aw...sakit banget lagi, harus diperiksakan dulu nih." Keluh Tiara saat akan menggapai Tasnya. Dia langsung bergegas kebawah.
"Mama pergi dulu ya sayang, sampe ketemu nanti sore.." Tiara mencium anaknya.
"Kamu tuh lagi ada masalah sama Jay?."
"Engga kok ma.."
"Terus kenapa dia ga nganter kamu kesini?."
"Dia kerja."
"Kenapa ga nginep bareng disini?." Fahri juga ikut curiga.
"Ya ga papa."
"Jangan bohong ya Ra, Papa bisa tanya orangnya atau mertua kamu."
"Pa..kalaupun kita ada masalah, ga gede-gede amat kok."
"Kalau ga gede kenapa kamu pulang? bukannya ga boleh, kenapa ga diselesain?." Perkataan Fahri membuat Tiara diam. Dia juga tak mungkin mengatakan jika Jay telah membuat tangannya cidera bisa-bisa ayahnya itu marah. Mengingat Dirga pernah menamparnya saja ayahnya sudah ngamuk.
"Kita pasti selesain Pa tapi kita butuh waktu. Udah ya, aku kerja dulu titip Zidan." Tiara dengan lembut dan pergi begitu saja. Fahri dan Dena saling menatap dengan penuh perasaan curiga.
****
Tiara menyempatkan diri ke dokter setelah prakteknya usai. Tangan Tiara divonjs hanya keseleo namun dia tetap membutuhkan istirahat selama 3 hari karena adanya pembengkakan bahkan mata Tiara kini bisa melihat warna memar di sekitar tangannya. Pasti kemarin Jay cukup keras memutarnya.
"Ya ampun bang..." Tiara teringat lagi Jay. Dia tahu dia yang memicu Jay marah tapi tak semestinya juga Jay berbuat seperti itu padanya. Kalau Jay tahu tangan Tiara seperti ini sekarang mungkin dia akan merasa bersalah. Tiara tak mau jika Jay punya perasaan itu, lebih baik menunggu sampai cideranya sedikit membaik lalu dia bisa bicara dengan Jay, toh tak ada yang tahu juga jika Jay masih emosi padanya. Kini Tiara melamun sendiri memikirkan bagaimana cara untuk menghadapi Jay sambil melihat foto kebersamaan mereka di meja kerjanya.
"Duh sakit banget lagi, makin kerasa nyut-nyutan. Mending pulang deh.." Keluh Tiara yang kemudian mengambil semua perlengkapannya. Segala administrasi tentang izin sakitnya sudah dia lakukan. Kini dia pergi menuju parkiran. Seharusnya tadi dia gak membawa mobil. Huh...Tiara jadi menyesal sendiri.
"Tiara..." Panggil seseorang dari belakang.
"Eh Tom, Kenapa?."
"Gw denger lu sakit, sakit apa?."
"Iya, tangan gw kekilir nih.."
"Kok bisa?."
"Hm..biasa, anak gw kan lagi aktif-aktifnya jadi ya gitulah.."
"Udah diperiksakan?."
"Udah kok tadi."
"Keliatan nih sedikit bengkak."
"Iya, makannya gw mau pulang terus coba di kompres."
"Tangan gitu emang bisa nyetir?."
"Bisalah, tangan gw kan ada dua.."
"Tapi tetep aja bahaya, ga ada tenaga."
"Lagian jalan kerumah itu ga terjal kok masih lurus-lurus aja, jadi... gw nyantai bawanya."
"Ga dicobain diurut aja?."
"Pingin tapi kayanya nanti aja deh kalo udah ga bengkak takut kenapa-napa.."
"Ya udah istirahatin aja, semoga cepet sembuh ya."
"Iya, makasih Tom.." Tiara tersenyum dan mulai membuka pintu mobilnya.
"Eh Ra bentar, ada titipan." Tommy menahannya lagi dan mengorek-ngorek tasnya.
"Titipan?."
"Iya, nih.."
"Dari siapa?". Tiara menerima sebuah amplop putih panjang dan membolak-balikannya untuk tahu siapa nama pengirim namun tak ada.
"Dari dokter Mike. Tadi kayanya nyariin tapi kamunya ga ada."
"Oh ya udah deh makasih ya.." Tiara menyimpan amplop itu dan bergegas lagi masuk. Dia mulai melakukan mobil abunya pergi dari parkiran. Dilain tempat Jay diam-diam pergi ke rumah Tiara seorang diri. Dia tak kemana-mana hari ini, jadi...dia pikir lebih baik meminta maaf pada orang tua Tiara. Jay benar-benar tak enak hati jika sampai Fahri tahu jika anaknya sudah dia lukai. Sudah hampir satu jam dia disana untuk menceritakan perbuatannya. Mendengar cerita Jay itu, Fahri dan Dena jelas kaget. Jadi itu alasan Tiara pulang?.
"Kok gitu sih Jay?. Papa aja ga pernah nyubit Tiara."
"Maaf Pah, Jay khilaf."
"Padahal Tiara pulang ga cerita apa-apa, kaya biasa aja." Dena mulai bercerita pertama kali Tiara datang. Fahri hanya diam. Mungkin dia marah atau kecewa. Dia sudah kehabisan komentar.
"Apa Tiaranya ada?."
"Tiara kerja."
"Zidan?."
"Zidan lagi tidur, Zidan disini aja." Fahri seakan melindungi cucunya.
"Iya ga papa Pah.." Jay memainkan tangannya. Dia bingung harus mengatakan apalagi.
"Kamu mau nginep disini?." Dena dengan lembut.
"Engga Mah nanti Tiara marah. Jay pulang aja. Salam buat Tiara sama Zidan." Jay berdiri. Dia melangkah keluar dari rumah mertuanya. Sebelum Jay masuk mobilnya, dia melihat lagi ke arah rumah Tiara. Harusnya dia terima saja tawaran Dena tadi tapi...Tiara pasti tak suka. Jay menghela nafas dan langsung pergi dengan mobilnya. Dia akan memberi waktu untuk Tiara.
**To be continue