Kay masih terbaring di tempat tidurnya begitupun Kiran yang sebenarnya samar-samar matanya terbuka dan melihat ke sekeliling ruangan. Setelah sampai di Australia mereka benar-benar langsung tertidur bahkan koper yang mereka bawa masih tersimpan rapi diujung lemari. Kiran membuka lebar tangannya lalu meraih Handphonenya diatas nakas. Dia membuka pesan dari orang tuanya. Untung saja semalam meskipun lelah Kiran sempat menghubungi orang tuanya. Dari semua pesan terselip nama Baskara disana. Rupanya dia mengirimkan pesan juga.
# Aku denger dari Wina kamu pindah ke Australia, gimana apa menyenangkan tinggal di negeri orang?.
# Baru juga sampe jadi belum bisa jawab pertanyaan tadi. Kabar kamu gimana Bas?
Ketik Kiran dan siapa sangka tanpa butuh waktu lama handphonenya berbunyi tanda pesan masuk.
# Aku baik. Kantor yang engga.
# Kenapa?
# Ya gitu deh ga sebagus saat kamu ada.
# Mungkin belum. Sabar...
# Gimana keadaan kamu?apa kamu juga sehat?.
# Aku sehat tambah baik malah, ternyata kalo deket suami jadi lebih enak.
# Sampai kapan disana?
# Sampai suami lulus aja meskipun suami aku bilang kalo nyaman dan betah kita bisa tinggal disini.
# Ada rencana tinggal disana emang?.
# Kalo ada kerjaan dan emang suasananya oke kayanya aku tertarik, cuman masih mikirin keluarga juga.
# Kenapa sih ga kerja aja online aja Ran?aku ga keberatan kok.
# Ga tahu deh, aku belum kepikiran apapun Bas.
# Ya udah aku ga maksa, kalo emang kamu ada di Indonesia butuh kerjaan jangan sungkan hubungin aku.
# Iya bas, makasih.
Kiran berhenti mengetik saat menyadari Kay bergerak. Suaminya itu mengusap dadanya lalu meregangkan kaki dan tangannya. Sadar istrinya masih berada ditempat yang sama Kay langsung memeluk Kiran. Meraih pinggannya sementara Kiran memainkan rambut Kay yang ada dibawahnya.
"Aku lupa ngabarin mommy sama Daddy."
"Udah sama aku."
"Kapan?"
"Kemarin, aku telepon bunda sekalian juga telepon mommy."
"Untung ada kamu."
"Mandi sana."
"Bentar lagi deh."
"Masih ngantuk?"
"Dikit." Kay terlihat masih memejamkan matanya.
"Ya udah tidur lagi."
"Jam berapa sekarang?"
"Jam 10."
"Pantes.."
"Pantes apa?"
"Aku lapar."
"Ya udah mau aku masakin apa?"
"Aku belum belanja apapun. Kulkas harus aku bersihin dulu pasti makanannya pada busuk didalem."
"Lagian punya apartemen segede gini ga pake pembantu."
"Aku tadinya mau nyuruh orang tapi takut malah dimalingin. Pokoknya hari ini aku harus beres-beres dari ujung ke ujung."
"Belanja dulu kek bentar ke supermarket."
"Iya sayang."
"Nanti aku siapin makan malam yang spesial."
"Kaya waktu itu lagi?" Kay semakin menarik pinggang Kiran sambil tersenyum.
"Harus masak yang banyak dong."
"Nanti aku bantuin sayang."
"Jangan. Tugas kamu beres-beres supaya ga ada debu, aku masak buat makan kita."
"Aku seneng kamu disini. Jangan pulang.."
"Kapan-kapan harus pulang dong."
"Pulangnya harus sama aku."
"Kay, inget loh bulan depan keluarga aku kesini."
"Iya sayang, nanti aku bersihin kamarnya. Ayah sama Bunda bisa tempatin kamar dibawah, Rafi diatas."
"Ya udah aku mau mandi dulu.."
"Udah mandi, kita cari makan diluar aja ya sekalian ke supermarket."
"Iya sayangku." Kiran membuat Kay melepaskan dekapannya. Istrinya itu kini masuk kedalam kamar mandi sementara Kay kembali memejamkan matanya.
"Kalo sekarang, Ran mau ga ya?" Kay bergumam sendiri. Dia benar-benar rindu untuk bermesraan dengan Kiran. Dia hanya belum berani untuk mengatakannya. Dia masih menerka-nerka sikap Kiran dan bagaimana moodnya. Dia takut jika Kiran masih memikirkan anak-anaknya.
****
"Pokoknya nanti kasih tahu mommy Riel kita membangun perkaranya atau engga." Jesica sambil membuka lembar demi lembar dokumen yang ada ditangannya.
"Iya mom.."
"Tuh orang enak aja pake ngaku-ngaku kita ngejiplak menunya. Menu yang begitu dimana-mana juga banyak cuman rasanya aja beda. Yang lebih ngaco dia laporin duluan lagi."
"Dariel udah sewa pengacara kok mom.."
"Coba deh kamu ajarin si Joe siapa tahu bisa jadi wakil kamu."
"Iya mom belakangan sih Dariel udah liat. Joe tuh orangnya rapi administrasi aja tapi kalo ngambil keputusan masih takut-takut."
"Kalo gitu ikutin pelatihan aja coba, bukannya ada training-training di HRD?"
"Iya nanti coba Dariel ikut sertain."
"Ya udah kamu boleh keluar."
"Iya mom makasih." Dariel segera berjalan ke arah pintu dan keluar darisana sementara Jesica kembali melihat laporan-laporan yang ada dimejanya. Suara ketukan terdengar.
"Iya masuk."
"Mommy...." Kris langsung berlari kearahnya sementara Kenan berjalan santai menghampirinya. Kenan mengecup sebentar bibir istrinya lalu duduk di kursi yang ada disana.
"Beli apa nih anak mommy?"
"Mainan."
"Mainan terus, Kris udah mau sekolah. Belinya buku, pensil jangan mainan sayang." Jesica mencoba membantu Kris membuka dus mainan pesawatnya.
"Anaknya ga mau diem tadi pas Mas nyetir jadi Mas beliin deh."
"Bapaknya juga manjain terus."
"Udah nebak deh Mas disalahin."
"Daddy, ga nyala." Kris mencoba menerbangkan pesawatnya.
"Baterainya mana?pasang dulu jadi bisa terbang. Sini bawa ke Daddy." Kenan membuat Kris menyerahkan remote control dan baterainya. Kenan memasukkan baterainya itu lalu mulai mencobanya sendiri.
"Tuh..terbangkan."
"Klis dad, Klis mau dad.." Kris melompat-lompat kegirangan.
"Sini Daddy kasih tahu dulu caranya nanti nabrak piala-piala mommy bahaya, Daddy yang kena omel." Kenan sambil melirik Jesica. Kini Kenan memberikan arahan bagaimana caranya. Setelah cukup bisa akhirnya Kenan memberikan remote controlnya.
"Reno bilang nomer itu atas nama Lintang sayang."
"Lintang?"
"Iya namanya Lintang, kamu ada kenalan ga dengan nama itu?"
"Seinget aku sih ga ada Mas. Temen aku ga ada yang namanya Lintang."
"Mas udah suruh cari informasi siapa lintang itu ada hubungan apa sama kamu tapi kalo liat history dari TK sampe kuliah pun ga ada yang bareng kamu."
"Hm...siapa ya Mas?" Jesica menyandarkan tubuhnya dikursi. Tangannya dia letakkan didagu sambil berpikir nama yang disebutkan Kenan tadi. Takut-takut dia sebenarnya lupa memiliki teman bernama Lintang.
"Harusnya sih dia kenal kamu sayang secara dia tahu nama kamu."
"Aku males deh kalo ada orang ga jelas kaya gini. Mana bilang pingin ketemu eh sampe sekarang ga ada nelpon-nelpon aku lagi."
"Kalo bener sampe ketemuan kamu wajib ajak Mas."
"Iya Mas.."
"Udah ga usah dipikirin dulu, Lusa kita berangkat sayang biarin aja dia telepon-telepon. Mas yakin ga akan berani dia sampe nyusul kita ke Hawai kalo iya sampe nekat berarti punya niat ga bener."
"Tapi ga tenang gitu loh Mas perginya."
"Ya masa mau dibatalin?kita udah rencanain ini lumayan lama yang."
"Iya engga Mas."
"Nanti Handphonenya Mas yang pegang kalo perlu."
"Jangan dong. Ini kasus aja harus aku pantau Mas."
"Yang..kita kesana buat liburan. Apa salahnya 2 Minggu ga diganggu? Dariel bisa kok beresin."
"Mulai deh debat soal beginian aja."
"Ya habis Mas ga suka kamu kerja saat kita liburan, Mas juga sampe bela-belain ga ngurusin hotel."
"Iyalah kan ada Lina."
"Apa sih kok bahas kesana lagi?"
"Mas..depan Kris jangan keras-keras ngomongnya nanti dia nyangkannya kita berantem." Jesica segera merapikan dokumennya karena sebentar lagi masuk jam pulang. Kenan hanya menghela nafas sedikit meredam emosinya.
****To Be Continue