Setelah puas berciuman, pak Gibran perlahan melepas dan menjauhkan bibirnya dari bibir Khanza lalu menatap lekat wajah wanitanya itu.
"Bagaimana jika aku memang benar-benar berpacaran dengan Devano?" tanya Khanza kembali. Membuat pak Gibran melepaskan kedua tangannya saat menggenggam pipi Khanza.
"Apa kau kini sungguh menyukainya?" tanya pak Gibran lirih.
"Aku tidak tahu. Aku sedang ingin memastikan hatiku,"
"Jika begitu, jangan menyukainya. Kau hanya cukup menyukaiku saja, kau hanya cukup mencintaiku, kau hanya cukup menjadi wanitaku!" kata pak Gibran geram.
Khanza terdiam, dia menundukkan kepalanya kemudian. Batinnya meronta ingin marah, bukankah dia berhak untuk memilih juga? Bukankah dia juga berhak untuk memilih dengan siapa dia hidup di masa depan? Dia memang mencintai pak Gibran, tapi bagaimana dengan statusnya?
Kata itu mulai muncul dari benaknya, akan tetapi…