Tubuh Pak Nando yang penuh keringat, jatuh di atas tubuhku, terkulai lemas. Aku memeluknya erat dengan kedua tanganku. Dengan posisi kakiku yang masih mengangkang, dan batang Pak Nando yang mulai melemas memberikan sedikit celah udara pada lubangku.
Pak Nando mengusap dahiku yang penuh keringat dan mencium keningku. Kemudian ia berkata,
"I LOVE YOU."
******
Aku membuka mataku dengan rasa kaget, tapi dengan mata yang yang masih setengah terbuka. Aku mencoba mengingat mimpi yang barusan aku alami.
"Ahh.. mimpi apa aku tadi?" batinku.
Seperti biasa, aku selalu selalu terbangun ditengah-tengah tidurku. Rasa haus yang membuat tenggorokan ku terasa kering.
Tapi kali ini ada yang berbeda, selain mimpi yang yang baru saja aku alami.
Aku merasakan basah dan lengket di bagian tengah selangkangan ku, aku merabanya.
Mataku sontak terbuka lebar mengetahui dan sadar bahwa aku baru saja mengalami mimpi basah.
"Ahh... Kenapa harus mimpi basah disaat seperti ini? Tapi tidak apa-apa lah. Aku juga merasakan lega dan nikmat." pikirku.
Masih dengan separuh kesadaranku dengan mata sudah terbuka setengah, aku merasakan permukaan yang halus, lembut, kenyal dan sedikit padat pada bibirku. Tubuhku merasakan ada benda berat memimpaku. Tepat di depan mataku yang terbuka, aku tak menyadari benda apa yang berwarna putih bersih yang menghalangi penglihatanku.
Aku memundurkan kepalaku sedikit dengan mata yang masih setengah terbuka. Saat aku membuka mataku lebar-lebar, ada sebuah bulatan kecil dengan warna pink pucat. Aku kaget saat aku sadar bahwa itu adalah dada Pak Nando. Pak Nando tidur dengan bertelanjang dada.
"Sejak kapan aku tidur di atas lengan Pak Nando? Sejak kapan pula aku tidur berada di dekapannya. Begini kan jadinya... tidurku selalu banyak tingkahnya." pikirku sambil mengingat-ingat.
Yang paling membuatku kaget beserta khawatir adalah saat aku melihat tanda cupang merah di dada Pak Nando, dengan bekas air liurku yang menempel.
"A-apa itu yang di dada Pak Nando? Aduuh... bagaimana ini? Bodohnya aku yang membuat cupang di dada Pak Nando? Bagaimana nanti saat dia tahu? Apa dia akan marah? Apa aku jelaskan saja apa yang terjadi. Duh... bodoh...bodoh... kamu benar-benar bodoh Vin. Ini semua gara-gara mimpi melakukan begituan dengan Pak Nando." batinku dengan memukul keningku.
Aku menyingkirkan tangan Pak Nando yang menindih tubuhku dengan perlahan. Takut untuk membangunkan tidur lelapnya.
Aku mencoba untuk bangun pelan-pelan tanpa membuat suara. Aku buka bed cover yang menutupi tubuhku. Aku melihat ke bawah, kasur yang sedang aku duduki saat ini.
"Uwaaaa..." jeritan kerasku dalam hati.
"Aaahh... Keluar banyak banget tadi. Sampai basah sprei dan kasurnya. Dasar aku ini... Mimpi basah gak tau tempat." gerutuku dalam hati.
Aku meraba-raba bed covernya, mencari apakah ada yang basah juga. Dan ternyata memang ada yang basah meskipun tidak separah yang di kasur.
"Ahh... Biarlah! Itu diurus nanti pagi saja!" pikirku.
Aku mengambil segelas air minum yang berada di samping tempat tidur.
"Kenapa lampu kamarnya nyala ya? Sebelum tidur sudah aku matikan. Hanya lampu tidur saja yang nyala." ucapku pelan.
Aku menoleh melihat Pak Nando yang sedang tidur dengan nyenyak.
"Apa mungkin Pak Nando tidak bisa tidur dengan lampu yang mati?" pikirku.
Aku menaruh gelas di meja dan aku mulai berbaring lagi. Ku pejamkan mataku.
"Ahh... Gak nyaman banget tidur pakai lampu yang masih nyala." batinku sambil menyelimuti seluruh tubuhku.
******
Aku terbangun dan membuka mata. Kulihat jam digital di atas meja masih menunjukkan jam 05:17.
Aku menatap keatas, kearah langit-langit kamar yang masih dengan lampu yang menyala. Aku memikirkan apa yang akan aku katakan kepada Pak Nando nanti. Aku hanya merasa takut dan khawatir.
Aku melihat wajah Pak Nando yang masih terlelap dalam tidurnya. Posisi tidurnya masih sama dengan apa yang aku lihat terakhir kali. Sepertinya memang Pak Nando tipe orang yang tidur tanpa banyak bergerak.
Wajahnya terlihat begitu sangat tenang. Entah kenapa aku suka sekali melihat wajahnya yang masih dalam keadaan tidur. Mungkin karena aku bisa melihat wajahnya terus seperti ini tanpa harus takut ketahuan kalau aku sedang mengamati wajahnya.
Tak lama aku memandangi wajahnya, Pak Nando meregangkan tubuhnya. Seketika aku mengembalikan pandanganku ke atas.
Tangan Pak Nando mengusap rambutku.
"Pagi, Vin! Kamu sudah bangun dulu rupanya." kata Pak Nando sambil mengucek sebelah matanya.
Aku menoleh melihat Pak Nando.
"Selamat pagi juga pak! Apa tidur Pak Nando nyenyak?" tanyaku.
"Iya. Baru pertama kali ini aku tidur senyenyak ini." jawab Pak Nando sambil tersenyum.
Aku sedikit kaget dan terheran mendengar jawaban dari Pak Nando.
"Hmmm...? Apa Pak Nando tidak bisa tidur nyenyak biasanya? Kenapa Pak?" tanyaku penasaran.
Pak Nando bangun dengan posisi duduk. Aku bisa melihat garis punggung Pak Nando yang indah.
"Tidak juga. Hanya saja aku sudah terbiasa seperti itu sejak dulu."
jawabnya.
Aku juga bangun dalam posisi duduk seperti Pak Nando.
"Kenapa bisa seperti itu pak?" tanyaku yang masih heran.
Pak Nando melihatku dan tersenyum. Dia tidak menjawab pertanyaan ku itu. Sepertinya Pak Nando tidak ingin membicarakan tentang hal itu.
Aku melihat dadanya yang dengan bekas cupang yang aku buat.
"Apa yang akan aku katakan pada Pak Nando? Aku takut membuatnya marah kepadaku." batinku.
"Ada apa Vin? Kok kamu diam?"
"Emm.. P-pak..! Ada yang ingin saya katakan pada Pak Nando." kataku dengan suara yang terbata-bata karena cemas dan takut.
"Katakan saja." jawabnya.
"Emmm... Ta-tapi tolong jangan marah pak! Saya melakukannya tidak sengaja." kataku sambil tertunduk cemas.
"Iya, katakan dulu apa yang ingin kamu katakan."
"Janji dulu dong pak, jangan marah ya!" kataku memohon.
"Iya. Cepat dong katakan ada apa?"
"Emmm... I-itu pak..!"
"Itu apa?"
"Itu... Yang ada di dada Pak Nando." kataku sambil menunjuk.
"Hmm? Dadaku? Ada apa dengan dadaku?" tanyanya tak mengerti.
Pak Nando menundukkan kepala melihat dada kanannya.
"Apa ini? Tanda merah apa ini?" kata Pak Nando dengan nada suara yang meninggi.
Aku benar-benar takut dan cemas, sepertinya dia akan marah.
"Ma-maafkan saya pak! Saya tidak sengaja memberikan tanda cupang di dada Pak Nando." kataku tertunduk takut.
Pak Nando menyilangkan kedua tangannya di dadanya.
"Apa kamu bilang?"
Aku melihat wajahnya yang mulai geram.
"Ma-maafkan saya pak. Saya tidak sengaja. Saya bisa jelaskan." kataku cemas dan takut.
"Kamu sudah menodai diriku. Kamu telah mengambil keperawanan dadaku yang montok. by Oh... tidak..tidak..tidak.. Jelaskan padaku sekarang!" bentaknya.
Nada suara Pak Nando benar-benar sangat tinggi dari biasanya. Tentu saja dia akan marah dengan apa yang telah aku perbuat. pikirku.
"Ma-maafkan saya pak. Saya benar-benar tidak sengaja melakukannya. Saya tadi bermimpi melakukan yang enak-enak, sampai saya bermimpi basah. Saya tidak tahu kalau saya sampai tidur diatas lengan Pak Nando menempel pada tubuh Pak Nando. Sepertinya saya tanpa sadar merasakan dada Pak Nando yang lembut dan kenyal padat. Mungkin saya melakukannya tanpa sadar karena terbawa oleh mimpi saya. Sampai-sampai saya membasahi sprei kasur dan bed cover, karena saya keluar cukup banyak. Sebelumnya saya sudah bilang ke Pak Nando kalau tidur saya banyak tingkahnya. Maka dari itu saya takut kejadian yang seperti ini akan terjadi. Maaf. Maafkan saya pak." kataku panjang lebar tanpa berpikir, hanya mengutarakan yang di hati saja.
"Hahahahaha...." Pak Nando tertawa terbahak-bahak.
Aku melihatnya dengan penuh heran.
"Kenapa Pak Nando malah tertawa?"
"Soalnya kamu lucu. Lembut dan kenyal padat. Apa sebegitu enaknya dadaku? Hahaha."
Aku mengerucutkan bibirku. "Pak Nando tidak jadi marah padaku?" tanyaku heran dan penasaran.
"Oh..tidak. Aku kan sudah janji padamu. Maaf ya, kalau tadi membuatmu kaget. Aku hanya berakting saja tadi. Hahaha." Pak Nando tertawa lepas. "Ini baru pertama kalinya ada yang membuat cupang padaku." tambahnya.
Pak Nando berhenti sebentar lalu melanjutkan ucapannya. "Untung saja kamu buat cupang di dada. Masih bisa ditutupi dengan pakaian. Coba tadi kalau kamu buat cupang di leherku. Pasti bakal malu banget kalau keluar dan di pandangi oleh banyak orang." jelasnya.
"Maaf...maafkan saya pak." kataku menyesal.
"Sudah... tidak apa-apa."
"Ta-tapi pak bagaimana dengan tempat tidur Pak Nando? Saya membuatnya kacau berantakan gara-gara mimpi basah saya." kataku
"Udah, tidak usah dipikirkan. Biar nanti Mbak Mina saja yang mencucinya. Kamu tidak perlu khawatir." katanya. "Kamu umur berapa kok masih mimpi basah? Kamu tidak pernah mengeluarkan air mani mu ya?"
"Iya, saya tidak pernah." kataku jujur. "Kalau Pak Nando, bagaimana?" tanyaku balik.
"Bagaimana ya?" jawab Pak Nando sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Udah, ah! Jangan ngomongin ini." katanya sambil melompat dari kasur.
"Yahh... Tidak adil, pak!" kataku sambil cemberut melihat Pak Nando yang sudah berdiri sambil tersenyum padaku.
"Udah... cepat mandi sana! Akan aku ambilkan handuk dan pakaian ganti." katanya sambil berlalu menggeser pintu ruang pakaiannya.
Berselang waktu tidak lama, dia melemparkan handuk serta pakaian ganti.
"Nih... Cepat mandi dulu sana! Jangan lupa mandi wajibnya. Hahaha." guraunya.
"Yaaa... baik pak!" jawabku lesu.
"Aku akan pakai kamar mandi di kamar tamu. Kalau kamu sudah selesai, langsung aja ke bawah. Akan aku buatkan sarapan untuk kita." jelasnya.
"Baik, pak!" jawabku sambil turun dari kasur, menuju kamar mandi.
.
.
******