Clarissa keluar kamar dengan suasana hati yang sangat kacau. Ia berniat membantu Jeon, namun yang ia dapat adalah cacian. Ia ingin sekali menangis tapi, ia menguatkan dirinya sendiri. Baru kali ini usaha dan bantuannya terasa tidak dihargai. Apa hanya karena ia mengetahui rahasia Jeon, ia akan dibenci seperti ini. Ia sempat mendengar bahwa Jeon selalu kesal setiap kali melihatnya, dan itu membuatnya sakit hati. Jika ia boleh jujur, ia sebenarnya menyukai Jeon dalam diam. Ia selalu memperhatikan Jeon dikampus, ia tidak peduli seberapa banyak saingan yang ia miliki tapi, rasa yang ia punya akan tetap ada. Ia menyukai Jeon apapun adanya. Ia tidak peduli jika ia adalah robot manusia, ia tidak peduli bahwa ternyata Jeon adalah yang selama ini membuatnya dalam bahaya. Ia akan tetap menyukainya. Tapi, bagaimana rasanya dibentak dan diperlakukan kasar oleh orang yang kita sukai? itu pasti sangat sakit.
........
apa tidak cukup ia mengetahuiku lebih dari yang lain?! entahlah aku benar-benar kesal dan muak saat melihat wajahnya. Arghh... Mengapa aku tiba-tiba menjadi agresif ?? Emosiku juga menjadi tidak stabil seperti biasanya, aku ingat hari ini aku belum mengecek tubuhku. Aku akan menyuruh Chrysan kemari saja, aku belum siap untuk menemui hal yang membuatku kesal lagi, aku tidak ingin membentak siapa-siapa lagi.
" Chrysan, kekamarku sekarang!" teriakku dari lantai atas. Tak lama iapun datang, sudah membawa alat medis sederhananya.
" aku melihat Clarissa menangis tadi, apa kau membentaknya?"
" bisakah kau tidak membahasnya?! aku memanggilmu bukan untuk membahas dirinya!"
Chrysan terdiam ketakutan. Sial, aku membentak seseorang lagi.
" maafkan aku. Aku sedang tidak ingin membahas siapapun sekarang, kapan jadwal penjemputan mereka, aku harus segera memulihkan emosiku yang mulai tidak terkendali ini. Cepat periksa aku"
" besok pagi sepertinya Rex akan mengirimu sinyal untuk membawa mereka kemarkas. Tunggu, apa jahitan punggungmu berdarah lagi?"
" ya"
" apakah Clarissa yang mengobatimu?"
"ya"
" kumohon jangan membentak siapapun lagi setelah ini Jeon dan jaga dirimu. Tidak selamanya kita akan terus bersama orang-orang yang akan terus mengingatkan kita akan sesuatu. Dan kumohon satu hal lagi, minta maaflah pada Clarissa. Ia tidak bersalah.
.............
Tak lama setelah Chrysan memeriksaku, akupun segera keluar kamar dan mendapati Clarissa didepan ruang kerja Chrysan dan sepertinya ia menangis. Akupun segera menghampirinya untuk meminta maaf karena perlakuan dingin dan kasarku tadi.
" maafkan aku" ucapku
Ia pun menghapus air mata yang menitik di pipinya " untuk apa kau meminta maaf?"
" atas perlakuanku tadi. Itu terlalu kasar. Maafkan aku"
" tidak perlu minta maaf. Aku yang terlalu berlebihan"
" itu tidak berlebihan, wajar kau menangis karena kau wanita"
" aku sungguh hanya ingin membantumu, kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Apakah kau merasa sakit saat ku obati tadi?"
Aku enggan sekali menjawab pertanyaannya tapi, aku tidak ingin menciptakan kesan buruk lagi terhadapnya " tidak, itu tidak sakit sama sekali"
" bohong. Tidak mungkin luka seperti itu tidak sakit"
Damn it! Aku benci saat seperti ini " ini tidak sakit sama sekali" aku mengulang perkataanku tadi
" apa kau yakin tidak merasa sakit sama sekali ?"
" tidak! Aku bahkan tidak tahu apa itu rasa sakit, aku.. aku tidak tahu bagian mana tubuhku yang sakit. Aku tidak tahu! Dan tidak akan pernah tahu. Apa kau puas dengan jawabanku sekarang?!" aku membentaknya lagi. Aku tidak peduli jika Chrysan mendengar bentakanku ini, aku juga tidak peduli jika mereka yang dibawah tahu bahwa aku mengida sebuah penyakit layaknya bom waktu.
" kau.. pengidap CIPA?" tanyanya dengan suara gemetar
" iya. Kukira kau sudah tahu, jangan beritahukan ini pada siapapun" aku berjalan meninggalkannya
" tunggu! Ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan padamu"
Akupun menghentikan langkahku tanpa sedikitpun menoleh kepadanya
" apa Chrysan adalah kekasihmu?"
" tidak, dan itu bukan urusanmu"
...
Aku diam tak bergeming mengetahui bahwa Jeon adalah seorang pengidap penyakit CIPA, saat dikoridor kampus aku mengobati lengannya yang terluka, dan luka itu cukup dalam dan respon yang kudapat hanyalah ucapan rasa sakit. Beberapa orang yang mengalami luka sepertinya pasti akan menahan rasa sakit dn akan memunculkan ekspresi itu sendiri tapi, berbeda dengan dirinya disitulah aku mulai curiga padanya. Aku akan terus membantumu Jeon, walaupun kau membenciku aku akan tetap membantumu dan perasaanku terhadapmu akan tetap sama. Aku hanya ingin menyukaimu dalam diam, dan itu sudah cukup bagiku.
.....
Dibawah Chrysan ternyata tengah membereskan barang-barangku untuk besok pagi, dan yang lain asik menonton tv. Akupun mendatangi mereka.
" apa kau tadi membentak Clarissa?" tanya Lucas
" iya" jawabku singkat
" kau terus saja membentaknya" komentar Youngboun
" entahlah, aku selalu kesal melihat dirinya" balasku duduk dengan malas disofa
" hati-hati Jeon, jika kau terlalu membhenci seseorang kau akan terus didekatkan dan bhisa jhadhi kau malah jhatuh cinta pada Clarissa" lanjut Bimo
" jatuh cinta? Aku bahkan sudah lupa tentang hal itu, rasanya tidak mungkin aku akan merasakannya lagi, apalagi pada seorang seperti Clarissa"
" kita lihat saja nanti" celetuk Steve
Aku mengabaikannya begitu saja. Cinta? Terakhir kali aku merasakannya tepat 3 tahun yan lalu dan berakhir menyedihkan dan rasa itu sukses membuatku menjadi orang bodoh, aku rela melakukan apapun demi kekasihku yang sebenarnya hanya memanfaatkan diriku dan bisa-bisanya aku merasa sangat kehilangan saat kematian dirinya. Aku tidak akan mungkin merasakannya lagi, aku tidak akan merasakan sesuatu yang akan membuatku bodoh untuk kedua kalinya. Tidak, dan tidak akan lagi.
....