Adel menatap tidak percaya kepada pria yang berada didepannya ini. Sebenarnya apa yang tengah terjadi?
"Kok ada kamu? Kamu juga ada disini?" Adel bingung saat tiba-tiba Yusuf masuk kedalam rumah sambil mengatakan kalau dia lah yang akan meminang Adel untuk menjadi istrinya.
"Seperti yang kamu tau, ayah ku tidak bisa memintakan kamu sebagai istri aku karena beliau sedang sakit, jadi saya meminta tolong kepada Om Toni dan Bunda untuk meminta kamu kepada kedua orang tua kamu." jelas Yusuf panjang lebar.
"Jadi, bukan Om Toni yang mau meminang aku, tapi kamu?" tanya Adel masih terlihat linglung.
"Ya jelas bukan, Kamu mau jadi istri kedua om Toni?"
"Alhamdulillah!" ucapan syukur dari Adel yang spontan mengundang tawa kedua keluarga yang dari tadi mendengarkan Adel dan Yusuf berbicara.
"Jadi, kalian sudah saling kenal?" tanya ayah Adel dan dijawab dengan anggukan oleh Yusuf.
"Saya baru beberapa kali bertemu dengan Adel, tapi saya ingin bisa lebih dekat dengan Adel, Om. Apakah saya diperbolehkan untuk bisa dekat dengan Adel?" Batin Adel memutar bola matanya, beberapa kali bertemu dimana? Mereka baru bertemu di kampus itu--pun karena mereka bertabrakan dan Yusuf sedang melakukan tugasnya menggantikan doktor Burhan, ayahnya.
"Kalau Om itu terserah pada Adel. kalau Adel mau, ya silahkan tapi Om tidak bisa memaksa Adel untuk menerima." Jawab Ayah Adel cukup bijak, perselisihan Adel dengan ayahnya membuat sang ayah tidak lagi terlalu menuntut kepada Adel, tapi luka Adel terlalu dalam untuk bisa memaafkan kesalahan ayahnya.
"Bagaimana sayang?" tanya bunda Nisa yang penuh dengan harapan di matanya.
"Hem, bagaimana ya? Saya belum bisa memastikan. Bolehkah saya memikirkan lebih dulu?" jawaban dari Adel sedikit membuat kecewa Anisa, bunda Yusuf tapi wanita yang terlihat bijaksana itu tersenyum menutupinya.
"Baiklah, kamu istikharah dulu, semoga jawabannya adalah kabar baik buat kami." Kali ini suara om Toni yang terdengar. Adel mengangguk dan tersenyum.
"Berikan saya waktu satu atau dua minggu untuk memutuskan jawabannya." pinta Adel kepada keluarga Yusuf dengan sopan.
Yusuf menarik nafasnya, pria itu terlihat juga tengah kecewa saat mendengar jawaban Adel.
"Bisakah kita berbicara di luar berdua saja?" Adel melihat kearah bundanya saat mendengar ajakan Yusuf, dan mendapat ijin sang bunda.
"Baiklah, mari." Adel pamit kepada orang tua Yusuf dan pergi mengikuti Yusuf yang sudah berjalan terlebih dulu.
***
"Kamu sangat cantik dengan hijab yang menutupi rambut kamu. Aku semakin tergila-gila dengan kamu." puji Yusuf setelah mereka sudah berada di luar rumah Adel.
"Jangan gombal, ah. Nanti aku bisa lupa daratan kalau dipuji terus." jawab Adel tersipu malu, Adel dan Yusuf sudah berada di halaman rumah orang tua Adel dan duduk di bangku taman.
"Hijab ini hanya untuk malam ini atau seterusnya?" tanya Yusuf penasaran. Melihat Adel yang mengenakan penutup kepala membuat Adel benar - benar terlihat cantik dan kelembutan Adel terpancar keluar.
"Insya allah seterusnya." Jawab Adel dengan tegas. Memakai hijab adalah keinginan dari seseorang yang sangat Adel rindukan sampai sekarang, orang itu selalu mengatakan kalau Adel harus bisa menjaga diri Adel sendiri dengan memakai pakaian yang tertutup.
"Alhamdulillah."
Mereka berdua berada di halaman dan tepatnya taman rumah Adel, halaman rumah yang cukup luas dijadikan sebuah taman dengan gazebo dan ayunan yang berada di pinggir menambah kesan klasik halaman rumah kedua orang tua Adel.
"Kenapa kamu mau melamar aku? Kita kan belum begitu mengenal." tanya Adel begitu mengingat maksud kedatangan Yusuf di rumah kedua orang tuanya.
"Justru karena kita belum begitu saling kenal aku ingin mengenal kamu lebih jauh. Aku tidak ingin keduluan pria lain. Karena intan yang bersinar akan banyak yang menyukainya meski dia berada di dalam lumpur pekat sekalipun."
Ponsel Yusuf berdering menghentikan perbincangan mereka dan Yusuf melihat dengan sekilas siapa yang tengah menghubunginya setelah ponsel Yusuf sudah berada di telapak kanannya.
"Aku angkat panggilan ini dulu." pamit Yusuf sambil menunjukkan ponselnya kepada Adel dan Adel mengangguk meski dia merasa curiga. Kenapa harus menjauh jika hanya untuk menjawab telepon?
Adel menunggu Yusuf menjawab panggilan itu cukup lama, Kecurigaan Adel semakin menjadi-jadi. Siapa yang sudah menghubungi pria itu? Apakah pria itu sudah memiliki kekasih? Tapi jika dia sudah mempunyai pasangan, untuk apa dia meminang ku di depan kedua keluar dan keluarga besarnya.
"Ma'af lama. Ayo kita masuk, tidak enak jika harus pergi terlalu lama." Ajak Yusuf setelah pria itu berada di dekatnya dengan tiba - tiba.
"Siapa yang telepon? Kenapa sepertinya kamu tidak ingin aku mendengarnya?" tanya Adel penasaran. Melihat cara Yusuf menjawab panggilan dengan cara menjauh dari dirinya membuat Adel curiga.
"Oh, ini pekerjaan." jawab Yusuf singkat sambil memasukkan kembali ponsel miliknya ke dalam kantong.
"Pekerjaan? Pekerjaan seperti apa yang harus disembunyikan seperti itu?"
Yusuf tersenyum mendengar pertanyaan Adel.
"Nanti, setelah aku mendengar jawaban kamu tentang lamaran ku, aku akan kasih tahu kamu aku kerja dimana. Untuk saat ini biar menjadi rahasia ku dan orang tuaku dulu."
Jawaban Yusuf membuat Adel merasa kecewa, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena Adel masih sadar dengan status antara mereka.
"Baiklah." Mereka berdua masuk kedalam rumah dengan wajah yang cukup sumringah.
"Sudah bincang-bincang nya?" tanya bunda Nisa yang sepertinya penasaran dengan Adel dan Yusuf.
Adel tersenyum, bincang-bincang apanya? Yang ada Adel ditinggal karena Yusuf mengangkat panggilan telepon yang katanya tentang pekerjaan.
"Sudah, tante."
"Kok tante? Kan tadi sudah bilang, panggil Bunda Nisa seperti Yusuf memanggil Bunda." Adel mengangguk.
"Iya, Bun... da Nisa." Jawab Adel sedikit kaku.
"Ayo kita makan dulu, tadi Adel yang menyiapkan semuanya." Ajak bunda Adel kepada tamunya untuk menuju ruang makan. Ayah Adel terlihat bahagia saat melihat senyuman indah dari bibir anak gadisnya yang sudah lama hilang sejak kakaknya tidka ada kabar.
"Wah, calon mantu Bunda ini pintar masak ya?" puji Anisa membuat Adel tersipu malu.
"Ah biasa saja, Bun. Bunda yang selalu memberi arahan kepada Adel kalau perempuan itu harus bisa memasak. Jadi Adel sedikit bisa meski hanya hidangan yang sederhana.
" Ini bukan sederhana sayang. Tapi ini sungguh luar biasa."
***
Yusuf dan keluarganya pamit untuk pulang, sebelumnya pria itu berjanji kepada Adel akan menjemputnya besok pagi dan Adel mengangguk menyetujui.
Senyum sumringah terlihat jelas di wajah Yusuf membuat Anisa, sang Bunda merasa bahagia.
"Jadi, dia adik perempuan dari sahabat kamu? Kamu memang cukup pintar memilih perempuan, Nak."
"Kakaknya saja ganteng, Bun. Apalagi terlihat jelas kalau kakaknya sangat patuh beribadah, di manapun berada dia akan mengingat Allah, jadi aku yakin kalau adiknya mendapat ajaran yang sama dari keluarganya.
" Semoga Adel menerima lamaran kamu, Nak. Bunda sudah sangat sayang pada gadis itu. Kecantikannya yang natural menambah nilai tersendiri di hati Bunda."
"Bunda tau? Hari ini adalah pertama kali dia memakai hijab."
"Benarkah? Masya allah."
"Keponakanmu ini cukup pandai mencari perempuan ya, Ton."
"Siapa dulu dong Om nya." tawa terdengar menggelegar dari dalam kendaraan roda empat yang dikemudikan oleh Yusuf.
"Semoga kabar baik kita terima satu minggu lagi. Kamu tetap dekati dia, agar dia sering bertemu dengan kamu dan hatinya bisa luluh." saran Toni yang dari tadi juga menaruh kagum kepada gadis yang dipinang oleh sang keponakan.
"Siap Om! Jangan khawatir kalau masalah pendekatan, serahkan kepada yusuf, jagonya!" sombong Yusuf sambil menepuk dadanya keras.
"Jangan sombong, nanti terjungkal dan sakit baru tau rasa!" mereka bertiga kembali tertawa dengan teguran Anisa. Melihat putranya yang terlalu percaya diri membuat Anisa sedikit merasa khawatir.
"Iya, Bun. Yusuf tidak akan sombong, Yusuf cuma bercanda sama Om Toni."
***
Semalaman Yusuf tidak bisa memejamkan matanya. Pria itu tidak sabar untuk segera pagi dan menjemput Adel untuk mengantarkannya ke kampus.
"Halo, Assalamualaikum Adel. Jam berapa kamu ke kampus?" tanya Yusuf kepada Adel lewat sambungan telepon.
"Jam Sepuluhan Kak, Kenapa?"
"Tidak apa-apa, aku jemput jam Delapan ya, biar tidak macet di jalan, takut kamu nya telat nanti."
Adel mengangguk meski dia tau Yusuf tidak dapat melihat nya mengangguk.
"Bagaimana?"
"Oh iya, Kak. Nggak apa-apa, Adel siap-siap dulu."
"Oke cantik, Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam." Adel menutup panggilan teleponnya setelah menjawab salam dari Yusuf.
Yusuf yang merasa gembira langsung berjingkrak-jingkrak sambil berlari menuju kamar mandi.
"Harus dandan yang tampan mau jemput calon istri."