Miko menatap Berry dengan kesungguhan yang ada di dalam hatinya. "Itulah lo, Ber. Itu lo." Untung saja sekarang mereka hanya berdua, kalau Aga ada di sana sudah pasti aka nada 'keributan' yang hakiki.
"Gue bisa menceritakan bagaimana gigihnya lo dulu. Bagaimana kehidupan yang lo jalani dulu. Gimana susahnya lo. Gue bisa menceritakannya dengan detail karena gue tahu banget lo. Tapi gue nggak bisa, Ber. Itu hanya akan ngebuat lo terbebani." Dua lelaki itu sama-sama menatap pemandangan kota Jakarta dan berkubang pada pemikirannya sendiri.
"Sekarang yang penting hanya satu. Jalani saja hidup lo dengan baik, dan jangan lo sia-siakan. Lo selama ini sedang belajar bisnis, maka jalani itu dengan baik. Itu aja yang perlu lo lakukan. Kesibukan lo akan ngebuat lo melupakan hal yang buruk yang terjadi sama lo." Berry seperti seorang anak yang sedang sibuk mendengarkan petuah dari orang tuanya. Setiap kata yang dikatakan oleh Miko masuk ke dalam telinganya dan terasa di dalam hatinya.