Yoga tampak terdiam di kamarnya, sambil menggenggam erat tangan yang sedari tadi tak lepas dari genggamannya. Dia takut, bahkan untuk terlelap sebentar saja, maka sosok yang kini sedang terlelap di ranjang itu akan menghilang selamanya. Dia merutuki dirinya sendiri, terlebih saat ia mengingat semua ucapan Meta. Semuanya seolah menghantam ulu hatinya, memberikan goresan-goresan rasa sakit yang perihnya tak terkira.
Lagi Yoga mencium punggung tangan itu, dan berharap ketika Meta membuka mata, pandangan benci itu telah pergi selamanya darinya. Sungguh, sampai kapan pun, Yoga tidak akan pernah sanggup jika wanita yang begitu ia cintai sampai membencinya seperti ini. Hanya karena keputusan-keputusan sepihak yang ia lakukan.
Andai, andai kemarin dia mendengarkan perkataan Pak Cipto, setidaknya amarah Meta yang sudah coba dipendam beberapa hari ini tidak akan semakin bertambah, dan membuncah. Andai....