"Diam kau, anak brengsek! Kau mau cari mati ya?" bentak lelaki itu. Therius tidak mempedulikan pisau yang melekat di leherhnya, ia menjatuhkan diri ke lantai bersama kursinya untuk mengalihkan perhatian lelaki itu.
Tubuhnya terbanting ke lantai dengan suara keras. Therius tidak merasakan sakit di tubuhnya saat tubuhnya terbanting itu. Ia memaksa diri beringsut ke arah Emma yang sedang meringkuk kesakitan di lantai.
'Kakak... pergilah.. ce..pat!' bisiknya. 'Terima kasih atas bantuanmu. Aku berutang budi kepadamu... aku... aku tidak akan melupakanmu.. Terima kasih, ada yang... peduli kepadaku..'
Sepasang mata biru Therius dipenuhi air mata. Kesedihannya yang telah lama dipendam tumpah saat ia mengucap selamat tinggal kepada Emma.
Ia tidak akan membiarkan gadis penolongnya yag baik hati ini mati karena dirinya. Lebih baik ia saja yang mati. Toh, ia memang sudah tidak memiliki keinginan untuk hidup sejak orang tuanya meninggal. Kali ini, ia siap mati.