Pikiran Lia, sedikit lagi menjadi kosong, tapi amarah yang kembali naik ke dadanya membuat Lia seolah terjentik oleh kenyataan pahit. Gigi dikatupkan kuat-kuat.
"Kau... KAU TAK PERNAH BERTERIAK SEPERTI INI PADAKU?! TERLEBIH LAGI DEMI PEREMPUAN LAIN?" nada histeris dimuntahkan begitu sajaa dari mulut Lia,
Setelah berteriak histeris, Lia berhenti meronta. Perasaan syok yang belum hilang dari dirinya, kini ditambahi dengan fakta lain yang membuat isi kepalanya seakan ingin meledak seperti balon yang ditusuk jarum.
"Aku bilang kau hanya salah paham, Lia..." Zaflan memperkuat pelukannya, ekspresinya terlihat menyesal.
Kepala Lia tertunduk lemas, kedua tangannya gemetar oleh rasa frustasi dan amarah.
"Salah paham? SALAH PAHAM?" wajah Lia ditegakkan lalu berubah gelap dengan mata menatap Jena dan tempat tidur yang berantakan secara bergantian. Ada noda merah samar-samar yang tampak sudah dibersihkan di ranjang tersebut. Ingatan kamar mandi yang kacau pun menusuk-nusuk pikirannya seperti terjangan silet di hati.
"Aku berkata yang sebenarnya! Kau hanya salah paham, Lia!"
"CUKUP! AKU BUKAN PEREMPUAN NAIF! KYAAAA!!" Lia menjerit histeris, membuat semua orang di ruangan itu menutup kuping karena terkejut, sementara Zaflan memperkuat pelukannya di pinggang Lia tanpa ada niat untuk melepasnya meski ia lebih dekat dari sumber jeritan memekakkan telinga itu.
"Lia! Sudah! Hentikan!" Zaflan menyumpal mulutnya menggunakan tangan. Air mata Lia membasahi punggung tangan lelaki itu. Mata Zaflan melirik ke arah dua pria yang hanya bisa menonton dengan tatapan bengong. "Ini salah kalian! Kenapa bisa membiarkan Lia masuk ke kamar ini! Aku akan menuntut hotel ini atas pelanggaran privasi!" nadi amarah terlihat jelas di pelipis Zaflan, perasaannya kacau balau dengan segala rencana yang sudah disusunnya dengan baik menjadi berantakan gara-gara menghadiri acara Gala Dinner malam ini.
"A-APA? Mana bisa begitu, Tuan!" tegas sang manajer dengan dada membusung. "Kami sudah setengah mati melarang perempuan itu naik ke tempat ini, tapi ia mengancam kami dengan berbagai cara! Lagi pula ini tidak akan terjadi jika Anda tidak selingkuh, kan? Kami bisa menuntut Anda juga atas pencemaran nama baik hotel dengan kekacauan ini!"
"Aku bukan perempuan bodoh, Zaflan..." isak Lia dengan nada pilu, derai air matanya tak kunjung berhenti. Bibirnya bergemelutukan hebat dengan mata berkabut. "Tega sekali kau mengotori kepercayaanku selama bertahu-tahun dengan satu tindakan tercela ini..." Lia berhenti sejenak oleh senggukan tangisnya, "... kenapa kau masih berbohong dengan kebenaran di depan mataku? Kau bahkan mencium pipi perempuan itu di depan kamar ini..." Lia menundukkan wajahnya, menutup mata menahan rasa pedih di hatinya.
Zaflan tampak terpukul mendengar hal itu.
Dia melihatnya? batin Zaflan kebingungan.
"Lia, aku bisa jelaskan! Aku mohon beri aku kesempatan sekali saja!"
"Kau berengs*k, Zaflan! Masih saja membela diri seperti itu! Aku tak mau melihatmu lagi!" Lia menangis tersedu-sedu, suaranya semakin melemah di ujung kalimat.
"Lia… maafkan aku… aku bersumpah, demi Tuhan! Ini hanya salah paham semata! Aku tak punya perasaan apa pun padanya. Lihat aku! Aku berkata jujur!"
Zaflan membalik tubuh Lia, tapi perempuan itu menghindari tatapannya.
Jena yang duduk bersandar pada ranjang, diam-diam tersenyum licik dengan mata melirik ke kanan. Sebuah senyuman licik yang penuh kebanggaan tersirat di wajah cantiknya.
Ini berjalan lancar jauh lebih baik dari yang kuduga. Siapa sangka dia ada sini dan menggrebek kami berdua? Nasib baik memang selalu berpihak padaku! batin Jena dengan perasaan puas.
Sedetik berikutnya, Jena kembali memasang tampang tak berdayanya ke arah mereka berdua. Suci tak berdosa.
"Berani sekali kau bersumpah seperti itu! Kau benar-benar sudah gila, Zaflan!" Lia memukul-mukul dada Zaflan dengan gerakan lemah. "Aku mau putus! Aku tak mau berhubungan denganmu lagi! Dasar pembohong! Penipu! Lelaki tidak tahu malu!"
"Lia! Aku tak pernah membohongi atau pun menipumu! Aku tahu aku salah! Tapi ini hanyalah salah paham!"
"Sejak tadi kau bicara tidak masuk akal terus! Kau pikir aku seidiot itu mempercayai semua alasan konyolmu, hah? Begini-begini, aku selalu masuk ranking umum 10 besar sewaktu SMA!"
"Aku tahu! Aku tahu semua tentang dirimu, Lia! Tapi aku sungguh berkata jujur! Aku tak pernah mengkhianatimu! Aku tak pernah melirik perempuan lain!"
"Hah! Otakmu korslet, ya? Apa kau tidak tahu kalau tidur dengan perempuan lain itu namanya
selingkuh?"
"LIA!"
Lia tertegun mendengar teriakan Zaflan tepat di depan wajahnya.
"BENAR AKU MEMANG TIDUR DENGAN PEREMPUAN ITU! TAPI ITU MURNI HANYA KESALAHPAHAMAN! AKU TAK MENYUKAINYA! SAAT MELAKUKANYA PUN HANYA KAU YANG TERBAYANG DI PIKIRANKU!"
Lia terlihat bingung. Apa yang diucapkan lelaki tidak masuk akal itu padanya?
Melihat Lia yang tak bereaksi bagaikan patung, Zaflan mulai cemas ia salah bicara.
"Lia? LIA?" kedua tangannya mulai mengguncang tubuh kekasihnya yang kini sorot matanya terlihat kosong.
"Kau… benar-benar... mengakui perbuatanmu tidur dengan Jena… teman sekantorku sendiri…" suara Lia terdengar lemah dan putus-putus, seluruh tubuhnya seolah kehilangan tenaga, bahkan kepalanya terkulai lesu di sisi kiri tubuhnya.
"Lia? Lia? Kau tidak apa-apa?" Zaflan mendudukkan Lia ke lantai, memeriksa wajahnya dan berusaha membuatnya sadar dengan menepuk-nepuk kedua pipi sang kekasih.
"Tidur dengan Jena… tidur dengan Jena… selingkuh… selingkuh…" Lia mulai meracau, kesadarannya seperti hilang entah ke mana.
"Lia? LIA! Aku minta maaf, oke? Ayo! Sadarlah! Lia?!" Zaflan menepuk-nepuk kedua pipi Lia lebih keras, nada bicara cepat sekali. Kemudian ia memeluk Lia dengan kuat. "Aku benar-benar minta maaf, Lia! Aku mohon, jangan begini! Kau membuatku takut!"
"Selingkuh… selingkuh…" Lia masih meracau, kepalanya kosong tak bisa mencerna apa pun.
"Oh! Kasihan sekali perempuan itu!" sang bellboy yang ikut bersama Lia membekap mulutnya sendiri, menangis kasihan pada Lia yang kini seperti orang depresi kehilangan tujuan hidup.
"Tuan! Tolong segera check out dari hotel kami! Kami akan anggap semua ini tak pernah terjadi! Mohon kerjasama! Kita tahu dalam hal ini, bukan hanya pihak kami yang salah, tapi juga semua yang ada di ruangan ini! Tolong jangan mempersulit kami, Tuan!" pinta sang manajer dengan wajah memelas.
"Ini tidak akan terjadi jika kalian bekerja dengan baik, kan? LIHAT KEADAAN LIA SEKARANG!" Zaflan berteriaka marah dengan membopong tubuh Lia yang kini terdiam membisu.
"JANGAN BICARA SEENAKNYA, YA, TUAN! ANDA YANG SELINGKUH DAN MENYAKITI PEREMPUAN ITU! KENAPA KAMI YANG DISALAHKAN?" sang manajer maju selangkah, dagu dinaikkan sebagai tanda mencoba mendominasi suasana.
"AKU TIDAK SELINGKUH!"
"Oh! Sungguh tidak tahu malu sekali, ya, Tuan ini! Lalu apa namanya tidur dengan perempuan lain sementara anda punya kekasih? Jangan plintat-plintut, dong, Tuan!"
"Apa? Kurang ajar! Panggilkan manajer puncak hotel ini! Aku ingin protes padanya! Kenapa bisa orang seperti Anda dipekerjakan di tempat berkelas seperti ini!"
"Keterlaluan! Anda benar-benar tidak tahu diri!" sang manajer berbalik menatap bellboy. "Hei, kau!
"Panggilkan pihak keamanan hotel! Harusnya kita lebih ketat menerima tamu meski uang mereka banyak!"
"Anda benar-benar ingin dituntut rupanya! Baik! Saya akan menuntut kalian semua! Saya akan menuntut kalian bersama dengan protes keamanan hotel yang rendah gara-gara saya diberi obat afrodisiak pada air mineral di hotel ini!" geram Zaflan, gigi digertakkan kuat-kuat.
Sang manajer terlihat sangat terkejut.
"Apa yang anda katakan? Itu sama sekali bukan urusan kami!"
"Jadi, bagaimana ini, Pak? Saya panggil keamanan atau bagaimana, nih?" bellboy polos itu kebingungan.