Oliv sedang berusaha menali bagian belakang celemek yang tengah ia pakai ketika Jonathan berjalan ke arahnya seraya mengikatnya. Oria itu mengumpulkan rambut Oliv dan meletakkannya di bahu kanan gadis itu kemudian mencium lehernya. Membuat Oliv kegelian.
"Daddy ... Kau bilang, kau bisa membuat taco? Sana, siapkan bahan bahannya" ucap Oliv membuat Jonathan tersenyum lebar, "Tidak mau. Aku mau melihatmu membuat saus kacang"
"Kalau begitu, duduklah dan berhenti menciumi leherku!" dengus Oliv membuat Jonathan semakin menenggelamkan hidungnya di leher Oliv, "Tidak mau. Kau terlalu wangi untuk ditinggal duduk, Olivia"
Oliv memutar bola matanya dan menatap ke arah Jonathan, "Setidaknya, buatlah grilled chickennya. Itu jauh lebih sebentar dan gampang, kan?"
Mendengar itu, Jonathan mengerucutkan bibirnya kesal seraya menjauhi Oliv, membuat gadis itu terkikik kecil. Biar saja. Bagaimana bisa Oliv menyelesaikan masakannya jika Jonathan terus menciumi lehernya seperti itu?
Oliv mengiris sayur-sayurannya seraya melirik Jonathan yang kini sibuk memotong ayam. Gadis itu tersenyum. Bahkan, Jonathan terlihat sangat seksi ketika memasak. Serius, adakah pria sesempurna itu?
Setelah beberapa saat berkutat dengan chicken grilled-nya, Jonathan akhirnya selesai. Pria itu meletakkan ayam yang telah di bumbui itu ke dalam pemanggang yang sudah di set timer nya. Kemudian Pria itu kembali memeluk tubuh Oliv yang saat ini sedang mengiris bawang-bawangan.
"Berhenti menggodaku atau aku akan membuat kau menangis dengan bawang ini." ancaman Oliv terdengar seperti lelucon untuk Jonathan. Pria itu menggigit kecil daun telinga Oliv, membuat Oliv mendesah kesal, "Stay away, daddy!"
Jonathan tidak menggubrisnya. Bahkan, gigitannya kini merambat hingga ke leher Oliv, membuat gadis itu menutup matanya dan mendesah. Gadis itu berjalan ke kran air dan mencuci tangannya dengan sabun.
"Daddy!" Oliv mengerang. Gadis itu mendorong Jonathan agar duduk di kursi dapur dengan tenang, "Stay, away!" perintah Oliv yang lagi lagi membuat Jonathan mengerucutkan bibirnya.
Gadis itu kini mulai membuat saus kacang untuk gado gadonya. Melihat Olivia sedang memasak membuat Jonathan tersenyum lebar. Memang benar jika aura kecantikan wanita akan semakin terlihat ketika sedang memasak. Dan ya, semua itu terbukti dengan pemandangan yang ada di depannya saat ini.
Oliv tampak mencicipi saus kacangnya dan tersenyum puas ketika rasanya sudah pas. Gadis itu berbalik ke arah Jonathan, "Maukah kau mencicipinya?"
Jonathan berdiri dan mengangguk. Pria itu berjalan ke arah Oliv dan menunduk untuk mengecup bibir Oliv. Membuat gadis itu membulatkan matanya tak percaya, "Kenapa kau menciumku, daddy?!"
"Kau memintaku untuk mencicipinya" Jawab Jonathan enteng seraya menunjuk bibir Oliv. Membuat gadis itu menepuk dahinya frustasi, "Sulit ya ternyata, punya daddy mesum sepertimu!"
Oliv melelehkan cairan saus kacang itu di telunjuknya untuk mencicipinya sekali lagi. Namun tangannya di tahan oleh Jonathan. Pria itu segera memasukkan telunjuk Oliv ke mulutnya. Jonathan menjilati telunjuk Oliv dan memaju mundurkan ke dalam mulutnya, membuat wajah gadis itu memerah. Sialan. Lagi lagi, Jonathan membuatnya panas.
"Daddy ... " wajah Oliv memerah melihat Jonathan mengemut telunjuknya dengan.pandangan ... Oh, fuck.
Oliv berjinjit untuk menggigit bibir Jonathan, membuat pria itu tersenyum penuh kemenangan seraya melumat bibid Oliv. Pria itu mengangkat Oliv dan mendudukkannya di meja dapur, membuat tinggi mereka sejajar saat inu, Oliv menjambak rambut Jonathan halus untuk memperdalam ciuman mereka. Tangan Jonathan mulai membuka kancing baju di bagian dada Oliv, memperlihatkan gundukan yang memanggil-manggil Jonathan untuk segera menikmatinya.
Tepat ketika kancing ketiga terbuka, mereka berdua tersentak dengan gonggongan Jack yang entah sejak kapan sudah berada di sebelah kaki Jonathan.
"Oh, shit, Jack, kau benar benar menggangguku." dengus Jonathan. Pria itu akan meneruskan untuk menenggelamkan kepalanya ke gundukan itu, ketika suara TIIIT dari alat pemanggang berbunyi, membuat Jonathan menjambak rambutnya frustasi karena lagi lagi, kenikmatannya harus berhenti.
"DAMN!!!"
Melihatnya, Oliv hanya tertawa dan melompat dari meja dapur dan berjongkok unggul memeluk Jack. Anjing itu kembali menggonggong dan menjilati pipi Oliv, leher Oliv, hingga bagian dada Oliv yang kancingnya masih terbuka. Membuat Jonathan mendelik tajam ke arah Jack, "Jangan menjilatinya, Jack!!! Itu bagianku!!!"
Oliv semakin tertawa melihat pria tampan itu berteriak. Gadis itu mengancingkan kembali pakaiannya dan bergegas untuk mempersiapkan gado gadonya ke meja makan. Begitu pula Jonathan yang sedang meletakkan grilled chicken buatannya di atas meja makan.
Oliv menyiapkan gado-gado buatannya untuk Jonathan, membuat pria itu menatap aneh makanan asing di hadapannya, "Kau serius, Oliv?"
"Ya ampun, kau kan sudah merasakannya tadi. Wajahmu menunjukkan bahwa saus kacang buatanku enak sekali."
Jonathan menyeringai, "Wajahku menunjukkan bahwa menjilati telunjukmu menimbulkan gairah tersendiri buatku."
Oliv mendelik, "Makan, sekarang!"
Jonathan tertawa dan menyendokkan sayuran yang sudah dituangi saus kacang itu ke mulutnya, membuat mata pria itu berbinar binar.
"Bagaimana?"
Jonathan tidak menjawab pertanyaan Oliv dan justru menyendokkan suapan keduanya dengan lahap. membuat Oliv tertawa kecil melihat tingkah pria itu yang meskipun sudah tua masih seperti anak anak yang kesenangan karena dibelikan lolipop. Oliv segera memakan gado gadonya dicampur dengan grilled chicken buatan Jonathan yang memang rasanya sangat enak. Well-done, Jonathan.
"Oliv! Darimana kau belajar membuat makanan selezat ini?" tanya Jonathan seraya menyendokkan suapan terakhirnya. Membuat Oliv tertawa. Gadis itu mengulurkan sendok berisi sayuran dan saus kacang miliknya ke mulut Jonathan, yang langsung dimakan dengan lahap oleh pria itu.
"Dulu ada ekstra memasak di SMA ku, dari situ aku belajar membuat makanan makanan Indonesia. Aku bisa membuatkanmu macam macam makanan lainnya lain kali." ucap Oliv, membuat Jonathan mengangguk senang. Mendengar Oliv mengatakan itu membuat Jonathan berfikir bahwa waktu mereka untuk bersama masih amat lama.
Oliv menyelesaikan suapan terakhirnya kemudian mengambil kotak makan dari dapur. Setelah itu, gadis cantik tersebut kembali ke meja makan. Ia memasukkan satu porsi gado gado ke dalam kotak makan itu kemudian grilled chicken di kotak makan yang lebih kecil.
"Mau kau apakan?"
Oliv tersenyum, "Kirimkan ini kepada Alva. Dia pasti bingung akan makan siangnya. Tadi dia beli mie instan."
Jonathan melongo. Gadis itu benar benar sudah gila.Tadi dia ketakutan melihat Alva, dan sekarang, dia justru menyiapkan makan siang untuk pria itu.
"Apa aku perlu membawamu ke psikiater, Olivia? Kau sepertinya sudah gila? Oh, apa kau juga terpentok tembok?" tanya Jonathan tak habis pikir.
Oliv menatapnya Horror, "Oh, Come on, daddy! Aku baik baik saja!"
"Lalu, apa maksudmu mengirimkan makanan ini ke Alva? For God's shake, dia hampir membunuhmu, Olivia! Harusnya kau membiarkannya mati kelaparan! Demi Tuhan, aku heran padamu!"
Oliv tertawa. Untuk melupakan apa yang Alva lakukan padanya, rasanya tidak akan mungkin. Namun membiarkan pria itu mati kelaparan seperti kata Jonathan bukanlah gagasan yang bagus.
"Aku juga heran padamu. Bagaimana kau sebegitu tega dengan anakmu sendiri."
Jonathan termenung. Sebenarnya, pertanyaan Oliv ada benarnya juga. Tapi untuk menjawabnya, Jonathan tidak bisa. Bukan karena dia tidak mau, hanya saja, dia sendiri tidak tahu apa jawabannya. Yang jelas, Jonathan tidak bisa orang lain menyakiti Oliv, meskipun itu Alva sekalipun.
"Jadi, kau akan mengantarkannya, kan?" ucap Oliv ketika kotak makan itu sudah tertutup dengan sempurna.
Jonathan menggeleng, "Tidak mau!!"
"Apakah aku yang harus mengantarkannya?" Well, tentu saja Oliv hanya bercanda. Gadis itu tidak akan sanggup melihat wajah Alva yang begitu sinis dan mematikan hanya karena melihat keberadaannya.
"Hell, ofcourse, BIG NO!!" ucap Jonathan kesal. Pria itu mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang.
"Mr. Black, tolong datang ke rumah, ya. Ada sedikit pekerjaan untukmu"
Yang Oliv tahu, Mr. Black adalah pekerja kepercayaan Jonathan. Dan. Ya Tuhan. Apakah Jonathan benar benar tidak ingin melihat wajah Alva dengan keadaan yang baik baik?