"Daddy, aku takut" Oliv menggenggam tangan Jonathan erat-erat, membuat pria itu tampak menatap Oliv bingung.
"Takut? Kenapa takut?" tanya Jonathan. Oliv memandang keramaian di depannya. Banyak sekali orang orang yang berlalu lalang. Banyak pria yang tampak tertawa, dan entah kenapa hal itu begitu menakutkan untuk Oliv dengar.
Gadis itu menyembunyikan tubuhnya dibalik punggung Jonathan, membuat Jonathan tersenyum dan merangkul bahu gadis itu, "Tenang saja. Mereja tidak akan menjahatimu"
Oliv semakin mengeratkan pegangannya yang kini berpindah pada kaos putih kehijauan Jonathan, "Bagaimana jika mereka menyakitiku?"
"Tidak ada yang akan menyakitimu, aku berjanji." ucap Jonathan seraya mengelus kepala gadis itu.
"Daddy, aku tidak mau masuk" ucap Oliv lagi. Matanya berkaca-kaca, membuat Jonathan menghela nafas panjang. Dia bisa saja pergi sendirian ke swalayan itu, tapi, Oliv tidak boleh seperti ini. Daripada bersembunyi, Jonathan akan lebih senang jika Oliv menghadapinya bersama dengannya.
"Kau percaya pada ku, kan?" Jonathan menatap dalam mata Oliv, membuat Oliv balik menatapnya dan mengangguk.
"Kalau begitu, kita akan masuk bersama. Percayalah, kita akan bersenang senang" Jonathan kembali tersenyum, membuat Oliv yang awalnya ragu mulai mengangguk setuju.
Jonathan menggandeng tangan Oliv untuk memasuki swalayan itu, kemudian mengambil satu kereta dorong untuk belanjaan mereka.
"Oliv. Kau mau bersenang senang dan melupakan masalahmu?" Tanya Jonathan ketika mereka sudah membawa satu keranjang dorong. Mendengar pertanyaan Jonathan, gadis itu mengkerutkan dahinya. Apakah Jonathan akan mengajaknya berciuman? Mengingat satu-satunya cara untuk melupakan masalah Oliv adalah mencium Jonathan.
"Ya. Kenapa, dad?" Jonathan tidak menjawab pertanyaan Oliv. Pria itu justru mengangkat tubuh Oliv dan memasukkannya ke dalam kereta dorong. Cukup membuat gadis itu berteriak tertahan dan merasa malu karena banyak sekali yang memoerhatikan mereka.
"Ready?" tanya Jonathan. Oliv masih tidak mengerti, namun mengangguk.
"One, two, three!" Jonathan berlari seraya mendorong kereta dorong itu, membuat Oliv mendelik kaget pada awalnya, namun tertawa menikmatinya. Jonathan semakin kencang mendorong, membuat Oliv berteriak senang.
"Faster, daddy, faster!" Oliv berteriak, membuat Jonathan mempercepat larinya mengelilingi swalayan besar itu. Membuat semua orang tampak memandang mereka aneh sekaligus geli.
"Hello guys! Hello every one! Good morning! Have a nice day!" Oliv menyalami setiap Orang yang ia lewati dengan senyuman lebar. Membuat orang orang itu tersenyum geli melihat pasangan kekanak kanakan itu.
"Sir! Please stop!"
Beberapa petugas swalayan akhirnya memberhentikan mereka. Membuat Oliv berhenti tertawa untuk sejenak.
"Sir, anda tidak boleh melakukan itu. Hal ini nisa mengganggu kenyamanan, wait, Mr.Marteen?!" salah satu petugas yang tadinya marah karena kesal melihat tingkah pengunjungnya itu tampak kaget, tepat ketika Jonathan membalikkan tubuhnya.
"Ya? Apa aku berbuat salah?" tanya Jonathan dengan tatapan mengintimidasi. Dia ingat wajah petugas toko itu. Ya, salah satu mahasiswanya yang sedang bekerja part-time.
"Oh, ti-dak, sir. Anda tidak mengganggu." ucap petugas itu, membuat Jonathan tertawa kecil dan menepuk pundak si petugas, "Baiklah. Lagipula, gadis kecil ini sudah tertawa."
Petugas itu tampak tersentak merasakan tepukan Jonathan di bahunya, ditambah tawa hangat pria itu. Ini adalah keajaiban. Masalahnya, Jonathan hampir menunjukkan wajah kaku dan seriusnya setiap waktu.
"Kalau begitu, aku pergi dulu." Jonathan melambaikan tangannya sebentar, kemudian mengeluarkam tubuh Oliv dari kereta dorong itu. Membuat Oliv tertawa kecil, "Lihat! Semua orang takut dengan Mr. Marteen yang mengerikan!"
"Kau juga harus takut. Aku suka menggigit, seperti singa. Rawr!" Jonathan mengangkat kedua tangannya, bertingkah seperti seekor singa yang akan menerkam mangsanya, membuat Oliv tertawa kecil dan mencubit hidung mancung Jonathan.
"Anyway, kita mau masak apa?" tanya Oliv. Pria itu tampak berpikir sejenak sebelum menyahut, "Bagaimana dengan grilled chicken dan taco?"
Oliv memgangguk-angguk, "Ditambah gado-gado?"
"Apa itu gado-gado?" tanya Jonathan membuat Oliv menatap aneh, "Katanya, Andrea keturunan Indonesia?"
Jonathan menyeringai ketika Oliv tidak lagi menyebut nama mendiang istrinya dengan panggilan Mom Andrea," Tapi kan kami hanya menetap di New York."
Oliv mengangguk-angguk, "Gado-gado itu seperti salad, tapi pakai saos kacang."
Jonathan mengangkat alisnya, "Saos kacang? Ewh, memangnya kacang bisa jadi saos?"
Oliv mendengus dan mendorong punggung Jonathan, "Lebih baik kita cari bahannya, kemudian aku membuatnya, baru kau bisa berkomentar semaumu. Okey?"
Jonathan tertawa, "Baiklah. Aku akan mencari bahan bahan untuk taco dan chicken grilled, dan kau cari bahan bahan untuk gado gado, bagaimana?"
Oliv mengangguk setuju, kemudian menuju tempat sayuran dan mengambol beberapa macam sayuran seperti kacang panjang, selada, kubis, bunga kol, taoge, wortel, mentimun, tomat, bawang-bawangan, kentang dan cabai. Oliv mengambilnya satu persatu dan berlari ke kereta dorong yang di bawa Jonathan, membuat pria itu tertawa geli melihat Oliv yang berlarian kesana kemari. Kemudian, Oliv berlari menuju tempat kacang-kacangan, meminta petugasnya untuk menimbang 1 kg kacang tanah dan membawanya ke Jonathan.
"Apakah kita benar benar menjadikan kacang itu sebagai saos?" Jonathan bergidik ngeri, membuat Oliv menatapnya geli, "Ofcourse, daddy! Sudahlah, kau akan menyukainya. Percaya padaku."
"Susu coklatmu sudah habis, kan?" tanya Oliv membuat Jonathan menyeringai, "Aku tidak butuh susu coklat lagi."
Alis Oliv terangkat, namun kemudian, dia mengerti apa maksud Jonathan ketika pria itu menatap dada Oliv dan tersenyum jail. Membuat Oliv berlari ke arahnya dan berjinjit untuk menjewer kedua telinga Jonathan, "Dasar! Siapa yang mengajarimu mesum seperti ini? Siapa?"
Jonathan tertawa, membuat Oliv melengos dan berjalan menuju berbagai macam minuman saset. Oliv mengambil susu coklat bubuk kesukaan Jonathan.
"Dad, apakah kita perlu membeli telur?" teriak Oliv.
"Tidak usah, persediaan di rumah masih cukup."Balas Jonathan dengan sedikut berteriak pula. Membuat Oliv mengangguk mengerti. Gadis itu berbalik arah untuk ke tempat Jonathan, tiba tiba ua tersentak ketika pandangannya terhenti pada sesosok pria dengan keranjang belanjaan di tangan kekarnya yang berdiri tidak jauh di hadapan Oliv. Pria itu tengah memandangnya dengan tatapan ... kecewa?
Oliv memundurkan langkahnya spontan. Tubuhnya mulai bergetar ketakutan, hingga susu coklat bubuk yang tadi ia pegang pun terjatuh. Pria itu tersenyum sinis seraya memajukan langkahnya untuk mendekati Oliv, membuat Oliv spontan berjalan mundur. Bayangan menyakitkan semalam kembali terlintas di pikiran Oliv. Bagaimana pria itu menciuminya kasar. Bagaimana pria itu menjambak rambutnya hingga rasanya kulit kepala Oliv akan terkelupas. Bagaimana pria itu memasukkan jarinya di daerah kewanitaan Oliv dengan sangat kasar.
Tubuh Oliv semakin bergetar ketakutan. Gadis utu menguatkan dirinya untuk berlari dari hadapan pria yang bahkan, Oliv enggan menyebut namanya. Gadis itu memegang lengan Jonathan yang sedang memasukkan beberapa sayuran ke dalam kereta dorongnya dan berkata, "Daddy. Ayo pulang. Ku mohon, ayo pulang!"
Jonathan menatap Oliv, terkejut ketika tubuh Oliv tampak bergetar. Tangan Oliv sungguh basah oleh keringat dinginnya. Gadis itu terus melihat ke arah belakang dan berkata, "Ku mohonb Ayo bayar ini semua dan pulang! Daddy, ayo!"
"Hey, tenanglah! Kau kenapa? Ada apa? Tenanglah!" Jonathan memegang bahu oliv yang bergetar, gadis itu memegang lengan Jonathan, kali ini suaranya ikut bergetar, "Aku mohon, daddy. Aku mohon, ayo kita pulang."
Oliv meneteskan air matanya, membuat Jonathan begitu khawatir dengan keadaannya. Pria itu menarik kereta dorongnya seraya memeluk bahu Oliv, "Okey, kita pulang. Kita akan pulang, kau tenang saja. Kita akan segera pulang."
Langkah Jonathan terhenti ketika sosok pria yang sejak kemarin ingin ia bunuh kini berdiri di hadapannya dengan tatapan marah. Di depannya, anak semata wayangnya yang begitu ia sayangi. Namun juga ia benci karena telah menyakiti Olivia.
Di depannya, ada Alva Marteen.
Alva Marteen, yang lagi lagi membuat Oliv meneteskan air matanya, bahkan bergetar ketakutan di belakang tubuh Jonathan.
"Bagus sekali. Selain menggoda pria pria di club malam, kau juga menggoda ayahku?"
Jonathan merasakan cengkraman Oliv yang semakin kuat di lengannya, membuat Jonathan menggeram kesal. Melihat Alva, mengingatkannya dwngan keadaan mengenaskan Oliv kemarin malam.
"Shut the fuck up" Jonathan berkata kasar, dan Alva cukup terkejut karena ini adalah kali pertama ayahnya mengucapkan kata kasar yang ditujukan kepadanya.
"Daddy, ayo pulang, ku mohon. Ayo pulang." Oliv terus memohon agar mereja segera pergi dari hadapan Alva.
"Daddy?" Alva tertawa mendengar panggilan Oliv kepada Jonathan. Membuat Jonathan menggeram tidak tahan. Pria itu maju untuk menerjang tubuh Alva, ketika Oliv kembali menahan lengan pria itu kuat kuat.
"Oliv, lepaskan aku karena aku butuh menghajarnya saat ini juga." geram Jonathan. Dibalik tubuh Jonathan, Oliv menggeleng, "Ku mohon, ayo kita pulang. Ku mohon, daddy."
Jonathan tersenyum sinis, "Aku tidak bisa membiarkan bajingan ini lepas seenaknya. Dia sudah menyakitimu."
"Gila!" Alva bertepuk tangan melihat adegan romantis di hadapannya, "Apa yang kau lakukan untuk meluluhkan hati ayahku? Apakau kau bermain dengannya semalam?"
"Bastard!"
Jonathan tidak bisa menahannya. Pria itu memukul pipi Alva hingga pria itu terjatuh di lantai. Melihatnya, Oliv berteriak histeris dan dengan segera meraih lengan Jonathan. Oliv bisa merasakan bagaimana kerasnya otot otot Jonathan. pria itu benar benar marah.
"Daddy, please, please listen to me. I am okey, I am okey right now. Kita pulang, okey?" ucap Oliv, namun Jonathan sudah terlanjur marah. Pria itu hendak memukul Alva lagi ketika Oliv beralih ke depannya. Gadis itu meraih pipi Jonathan dan menatapnya dalam dalam dengan air mata yang mengalir deras, "Please, daddy. Kita pulang. Aku mohon, aku ingin kita pulang."
Melihatnya, otot otot kemarahan Jonathan melemas. Pria itu menarik nafas panjang dan membawa Oliv menjauhi Alva yang menatap tidak percaya ke arah mereka berdua. Jonathan segera membayar belnjaannya dan membawa Oliv ke dalam mobil.
Pria itu membanting pintu mobil keras keras ketika sudah ada di dalamnya. Sialan. Alva benar benar menguji emosinya. Alva benar benar membuatnya marah. Jonathan menoleh ke arah Oliv yang tampak menutup wajahnya dan menangis sesenggukan. Membuat pria itu mengerang dan membawa Oliv ke pangkuannya. Jonathan melingkari tangannya ke tubuh Oliv dan menciumi puncak kepalanya, "Kau seharusnya membiarkanku memukulinya."
Oliv masih menangis namun berusaha menjawab ucapan Jonathan, "Aku ... Aku ... Aku tidak mau kau ... Kau menyesal ..."
Jonathan tersenyum. Jika bagi Jonathan, Alva adalah musuhnya saat inu. Maka bagi Oliv, Alva tetaplah anak Jonathan. Maka sebisa mungkin, Oliv tidak akan membiarkan Jonathan menyakiti anaknya sendiri.
"Baiklah, sekarang sudah aman. Dia tidak akan berani menyakitimu. Jadi, kau tidak perlu khawatir." Jonathan memainkan rambut Oliv, membuat gadis utu menarik nafasnya berkali-kali, untuk menghilangkan rasa sakit dalam dadanya.
Jonathan menjulurkan tangannya ke belakang untuk mengambil bungkusan belanjaan mereka. Kemudian mengeluarkan satu kotak es krim strawberry yang sempat Jonathan masukkan ke kereta dorongnya tadi. Jonathan membuka bungkus es krim itu dan menyuapkannya ke mulut Oliv. Membuat gadis itu seketika berhenti menangus dan menikmati rasa favoritnya melewati mulutnya.
"Enak?" tanya Jonathan, di balas Oliv dengan anggukan. Oliv masih sesenggukan karena terlalu lama menangis.
"Dad ... Daddy ... ak ... aku lapar..."
Jonathan tertawa. Pria itu kembali meletakkan Oliv di kursi sebelahnya dan mulai menjalankan mobilnya, "Siap, my litte boss!"