Bagian selatan di benua Azella, kota Agalta. Merupakan kota terbesar kedua di dunia Synetsa, dan kota yang juga dijuluki sebagai Anugrah Cahaya.
Bukan tanpa alasan mengapa kota itu bisa dijuluki sebagai pembawa cahaya. Agalta merupakan salah satu kota penghasil bunga Arock, bunga yang terlihat seperti mawar, tetapi berwarna putih cerah ketika disiang hari, dan berwarna kuning keemasan yang dapat mengeluarkan cahaya ketika di dalam kegelapan. Seluruh wilayah kota Agalta ditumbuhi bunga Arock hingga membuat kota itu pada malam hari disuguhi cahaya yang begitu gemilang. Cahaya itu bukan berasal dari lampu jalanan atau perumahan, melainkan dari bunga Arock.
Kota Agalta merupakan rumah bagi bangsa manusia. Namun, tak jarang juga dapat ditemukan bangsa lain yang hidup di kota Agalta. Itu karena Agalta merupakan satu-satunya kota yang memperbolehkan bangsa lain keluar masuk kota, bahkan memperbolehkan bangsa lain tinggal di Agalta.
Raja Agalta yang bernamakan Rio Agalta, melakukan semua itu bukan tanpa alasan. Dulu saat kota Agalta masih kecil dan dipimpin oleh kakaknya, sering kerap kali terjadi perang. Sikap kakaknya yang sombong dan serakah lah yang menyebabkan semua perperangan di benua Azella. Dia bahkan tak segan membunuh wanita dan anak kecil yang tak berdosa. Itu semua dilakukannya untuk memperluas wilayah kota Agalta.
Hingga kota Agalta dapat menjadi kota terbesar di benua Azella. Tak berhenti di situ saja, walau sudah hampir semua wilayah berhasil direbut, kakaknya tetap berkeinginan untuk terus melakukan perluasan wilayah sampai keluar dari benua Azella.
Rio Agalta tidak menyukai tersebut. Sudah cukup baginya menyaksikan kakaknya membunuh orang-orang tak berdosa. Dia memang tak sekuat kakaknya, tetapi Rio tau cara untuk menghukum kakaknya.
Selama ini kakaknya hanya melawan orang-orang di benua Azella, tentu saja bangsa-bangsa yang tinggal di benua Azella hanyalah bangsa lemah seperti Kurcaci dan Copelion. Keberhasilan merebut semua wilayah di benua Azella telah membuat kakaknya begitu sombong dengan kekuatannya.
Karena kesombongan kakaknya itulah, Rio Agalta dengan mudahnya menghasut kakaknya untuk merebut wilayah di luar benua Azella, tepatnya di benua Athea, di sebuah desa kecil yang terletak di pinggiran sungai yang membentang di antara kota Salivia dan Danmark.
Berbekal kesombongan dan kekejaman yang menguasa hatinya, kakak Rio datang ke desa tersebut hanya dengan membawa seratus pasukannya.
Hal yang tak disangka Rio, ternyata yang mendiami desa kecil tersebut adalah ras Elder, merupakan bangsa dari naga berdarah murni. Maka terjadilah hal paling menakutkan, semua pasukan yang dibawa kakaknya hangus terbakar menjadi hempasan abu yang tak berbekas.
Hanya tinggal kakak Rio sendiri, berdiri dengan terkejut memandang sekelilingnya, memandang pasukan terbaiknya yang baru saja beberapa menit lalu bersamanya hilang tak berbekas.
Dia mencoba untuk dapat kuat, untuk dapat melihat, dan mencoba menantang ke arah seorang bangsa Elder yang telah berubah wujud menjadi sosok Naga besar berkulit hitam. Tetapi tubuhnya tidak dapat melawan rasa takut yang menyelimuti hatinya, tubuhnya kian bergetar kuat namun, tangannya tetap kokoh memegang pedang.
Rio Agalta, yang sejak dari tadi bersembunyi. Ketika melihat mulut Naga yang hendak memuntahkan asap panas, tanpa pikir panjang Rio keluar dari persembunyiannya, lalu bersujud memohon ampun untuk kakaknya.
Rio Agalta tak pernah memiliki niat untuk membunuh kakaknya. Dia hanya ingin memberikan efek jera terhadap kakaknya, jika di luar benua banyak ras-ras kuat. Dia tak pernah menyangka jika akan terjadi hal mengerikan seperti itu, dan juga Rio tak pernah mengetahui kalau ras Elder adalah keturunan para Naga.
Setidaknya Rio percaya satu hal, kalau ras Elder adalah ras yang baik. Mereka tidak akan menganggu bangsa lain jika mereka juga tidak diganggu. Dan juga mereka adalah orang-orang pemaaf yang berbelas kasih, jika meminta maaf dengan tulus.
Rio Agalta dengan begitu tulusnya, dia sungguh bersujud meminta ampun untuk kakaknya. Seketika itu juga Mulut Naga hitam tersebut terkatup, sisa asap panas yang keluar dari sela-sela mulutnya menguar ke udara, lalu tubuh Naga hitam itu mengecil dan menampakkan wujud manusia berperawakan tinggi dengan jubuh putih yang membaluti dirinya.
Rio Agalta memberanikan diri untuk mendongak, untuk dapat melihat wajah pria berjubah putih di hadapannya. Seutas senyum manis dari seorang pria berwajah yang sudah tak muda lagi.
"Berdirilah nak." Pria tua itu membungkuk, mengulurkan tangannya untuk membantu Rio berdiri. "Aku memaafkan kalian, pergilah dari sini sekarang!"
Betapa leganya Rio Agalta mendengar perkataan itu, tetapi saat dia memalingkan badan, ia melihat kakaknya tertawa keras yang bercampur kebencian.
"Rio Agalta." Kakaknya meraung penuh kemurkaan. "Kau menipuku! kau sudah tau ini semua kan?"
"Tidak ak.... "
Suara Rio tertahan, ketika ia melihat kakaknya menghunuskan pedang ke depannya.
"Aku akan membunuh kalian berdua." Kakak Rio mempersiapkan kuda-kuda dengan posisi kedua tangan di dada terkepal kuat memegang pedang yang terhunus ke depan.
Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi yang di hadapannya sekarang hanyalah seorang kakek tua. Saat dia ingin melakukan dash, ada sapuan angin kuat yang menerpa tubuh kakak Rio hingga membuatnya terpental jauh ke dalam hutan.
Rio Agalta tergelak, dia tidak tau ke mana kakaknya menghilang, dan saat ia ingin mempertanyakan itu, kakek tua di sampingnya berbicara!
"Jauh di dalam hutan itu dia akan mempelajari Kehidupan."
Lalu beberapa ras Elder bermunculan dari dalam hutan. "Pergilah nak, sekarang!"
Tanpa memperpanjang hal lain lagi, Rio Agalta segera bergegas pergi.
***
Di benua Azella, kabar tentang hilangnya kakak Rio Agalta telah diketahui oleh seluruh penduduk. Namun, kebencian mereka terhadap Agalta tidak pernah hilang. Perang masih terus berkecamuk di benua Azella, maka dengan inisiatif Rio, ia memberanikan diri untuk membuat kerajaan dengan sistem kebebasan. Di mana semua bangsa dapat hidup bersama di kota Agalta.
Tak disangka hal itu diterima baik oleh penduduk benua Azella, hingga membuat kota Agalta menjadi satu-satunya kota di mana manusia dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain. Hingga sekarang, Rio tetap berhasil menjaga kedamaian dikota Agalta.
Hingga pada akhirnya 15 tahun berlalu.
***
Di ujung sebuah hutan yang lebat dengan nuansa gelap nan mengerikan, terdapat sebuah gua yang begitu besar dipenuhi dengan kabut kegelapan. Warna hitam pekat melingkupi seluruh pintu masuk gua dan jauh di dalam gua itu terdengar sebuah suara yang penuh kebencian. Pepohonan di hutan itu berwarna hitam dengan daunnya yang mengering, bahkan tak jarang di setiap dahan pohon itu bergelantungan tengkorak manusia.
Menurut sebuah kabar mitos yang dipercaya, bahwa pepohonan di hutan itu tumbuh dari rasa benci yang berasal dari para prajurit yang gugur dalam perang saat melawan Dewa Perang. Di hutan itulah perperangan skala besar pernah terjadi antara penduduk dunia Synetsa dan dewa perang yang bersama dewa kematian. Semua penduduk dunia Synetsa yang ikut berperang tewas dalam perang itu tanpa sedikitpun berhasil melukai musuhnya. Mayat-mayat mereka dibiarkan tetap di sana, membusuk di dalam hutan itu hingga melebur tertelan tanah, lalu tubuh mereka yang tertelan tanah itu menumbuhkan pohon berwarna hitam yang semakin membuat hutan itu menjadi lebat. Cahaya matahari pun enggan berbagai sinarnya kedalam hutan itu, hutan yang hanya di selubungi oleh kegelapan pekat, seperti malam hari karena taburan kebencian yang begitu kuat dari mereka yang telah mati.
Tulang-tulang manusia yang bergelantungan di dahan pohon tersebut, dipercaya warga, bahwa tulang itu bukan berasal dari mayat manusia atau prajurit yang gagal dalam perperangan tetapi, murni pohon itu sendirilah yang menumbuhkan kerangka manusia itu, ibaratnya itu adalah buah dari pohon hitam itu.
Karena mitos yang sangat mengerikan itu, pohon tersebut dijadikan sebagai sebuah dongeng untuk menakuti anak-anak agar mereka tidak berjalan di hutan pada malam hari. Kadang-kadang juga hutan itu dijadikan tempat yang cocok untuk menahan para penjahat, dikarenakan kekuatan magis di hutan itu, sanggup membuat manusia tersesat di dalam hutan itu hingga 15 tahun lamanya.
Dan di dalam gua yang berada di ujung hutan itu lah terdapat kehidupan. Seorang lelaki berpenampilan layaknya count dan countess dalam cerita-cerita vampir terkenal, berambut hitam panjang sebahu bergelombang, dan kulitnya putih bagaikan danau susu. Lelaki itu saat ini sedang duduk dengan tenang, memejamkan matanya di atas batu yang dipahat sendiri menjadi singgasananya.
Arma Agalta, nama lelaki itu. Dia merupakan kakak dari Rio Agalta.
Arma Agalta diasingkan di sebuah hutan yang terletak di sebelah barat laut gunung Kilara, membentang dari kota Danmark hingga kota Salivia. Hutan yang mempunyai kekuatan mistis yang dapat mengurung orang masuk ke dalamnya hingga 15 tahun lamanya.
Sudah hampir 15 tahun sejak kejadian itu, Arma hanya terus berdiam diri di dalam gua, terus menambah rasa kebenciannya yang kian begitu menguat hingga membuat dia tanpa sadar telah menguasai salah satu elemen penguasa kegelapan. Sebuah sihir yang seharusnya tak pernah dikuasi oleh bangsa manusia.
Di depan Arma, sosok makhluk yang begitu menyeramkan, hanya diselubungi oleh selimut hitam dan matanya yang berwarna merah pekat sedang membukuk memberi hormat. Makhkuk itu adalah pelayan Arma, yang ia ciptakan sendiri dengan sihir hitam yang telah ia kuasi.
"Saya telah berhasil membunuh adik tuan." Makhluk tersebut melapor dengan penuh hormat, lalu berdiri tegak, menatap tuannya.
Arma Agalta sedikit tergeming, tetapi matanya tidaklah terbuka, bahkan ia masih duduk dengan sangat tenang di atas singgasananya.
"Besok rencana tuan akan segera dimulai." Lanjut makhluk gelap itu sambil menatap sosok tuannya, menunggu dengan perasaan gelisah menanti sedikit saja gerakan dari tuannya.
Arma Agalta membuka matanya, memperlihatkan bola mata berwarna hitam gelam. Arma berdiri dari singgasananya, lalu berjalan mendekati makhluk buatannya, dan dalam sekali setuhan saja di pundak, makhluk gelap itu lenyap tak tersisa.
"Sebentar lagi aku akan dapat keluar dari hutan ini, lalu kemudian era kegelapan akan datang di dunia Synetsa."
Arma bersuara dengan begitu pelannya, walaupun pelan, suara itu terdengar mengerikan yang membuat bulu kuduk merinding karenanya, seolah suara itu seperti sebuah bisikan dari Dewa Kematian.