下載應用程式
18.51% PRINCESS OF MAFIA / Chapter 5: - 4 -

章節 5: - 4 -

Dua hari telah berlalu setelah sehari yang lalu Xavier benar-benar dihabisi Felica dalam berjudi. Sang Master Judi si pemilik The Venetian itu telah kalah telak dengan seorang gadis cantik. Benar-benar membuat Xavier mengerang frustrasi setelah kalah ke 87x nya melawan Felica.

Entah dewi fortuna sedang menetap di gadis polos itu atau tidak, benar-benar Felica membabat habis Xavier. Hingga semua mengira Xavier sengaja mengalah, akan tetapi kenyataannya Xavier sudah sangat serius melawan Felica di pertandingan ke 20x nya.

Kali ini Xavier membawa Felica untuk refreshing di danau dekat resort miliknya. Felica menanyakan apakah semua itu milik keluarga Roulette, dan Xavier menjawabnya jika semua itu adalah miliknya, tidak ada campur tangan Papa ataupun Mama. Xavier yang gemar berjudi mengalahkan sang empunya atau pemilik The Venetian yang terdahulu. Dan saat itu pula, pemilik itu memberikan seluruh asetnya pada Xavier. Nelson Hellwood, pemilik terdahulu The Venetian tidak memiliki keluarga bahkan istri sekalipun, saat itu ia berusia 73 tahun dan bertemu dengan Xavier yang pada saat itu berusia 15 tahun.

Nelson mengajak Xavier untuk melawannya hanya untuk bermain. Dan betapa kagumnya Nelson pada Xavier, kemenangan tanpa kecurangan. Karena sejak itu Nelson dan Xavier menjadi dekat, Nelson menganggap Xavier anak kandungnya sendiri dan beberapa tahun kemudian Nelson telah tiada dengan mewariskan seluruh aset kekayaannya pada Xavier.

"Lica, aku sudah memesan gondola, apa kau mau menaikinya?" ajak Xavier, Felica mengangguk lalu mengikuti Xavier.

Xavier menuntun Felica untuk naik gondola air yang sudah dipesan Xavier. Mereka berdua naik dengan Deto untuk mengayuh gondola itu.

"Mengapa kau juga ikut?" Xavier menatap tajam Deto dan yang ditatap hanya tersenyum miring.

"Aku tidak mau Felica tenggelam karenamu," jawab Deto lalu mulai mendayung.

"Jika aku melakukannya, sudah dipastikan Papa akan menembakku dengan Bazoka kesayangannya, Nero dengan pisau listriknya, Vicente dengan kebodohannya, dan Alucard dengan tangannya," jawab Xavier sambil memeluk tubuhnya sendiri membayangkan keempat iblis yang menyayangi Felica.

"Bagaimana dengan Mama?" tanya Deto.

"Hanya dengan auranya saja aku sudah tidak bisa bergerak," imbuhnya, Felica tertawa mendengarnya.

"Bagaimana jika aku menyayat tanganku dan ketika Mama bertanya aku akan menjawab karena ulahmu, Xavier." Felica tersenyum saat melihat Xavier sudah membulatkan matanya.

"Kau berniat membunuhku dengan keempat iblis beserta Mama, Lica?" tanya Xavier menatap tidak percaya pada Felica, lagi-lagi Felica hanya tertawa merdu.

"Entah mengapa aku lebih senang jika Felica mengerjaimu seperti itu," ucap Deto dan mendapat tatapan tajam dari Xavier.

"Hahaha ... hanya bercanda, aku tahu kau ingin berkencan dengan Felica, kalau begitu lakukanlah. Anggap saja aku tidak ada, kali ini saja aku tidak akan mengganggumu," jawab Deto lalu membalikkan tubuhnya.

"Berkencan? Apa itu 'kencan'?" tanya Felica polos, Xavier melihat wajah polos Felica hampir saja tertawa.

"Berkencan, ya?" gumam Xavier sambil mengembuskan napasnya dengan lembut dan tersenyum menatap Felica.

"Berkencan, mungkin bisa dikatakan ketika dua orang yang saling menyukai pergi bersama seharian untuk bersenang-senang," jawab Xavier sambil menggendikan bahunya.

"Bukankah kau sering berkencan dengan para wanita sexy itu?" tanya Felica polos san terdengar Deto yang terkikik pelan menahan tawanya.

"Apa kau juga menyukai mereka? Kau menyukai setiap wanita?" tanya Felica bertubi-tubi membuat Deto tertawa lepas hingga membuat gondola itu berguncang.

"Deto!" Xavier mulai kesal dengan tangan kanannya itu.

"Maaf, aku hanya tidak bisa menahan tawaku. Ok, aku tidak akan mendengarkannya lagi, silakan lanjutkan," jawab Deto kini memakai headset miliknya.

"Jadi?" tanya Felica menuntut.

"Dari mana aku mulai menjelaskannya?"Xavier bertanya balik.

"Bukankah kau sering berkencan dengan wanita sexy itu?" tanya Felica lagi.

"Ahh ... itu ya, tetapi aku tidak memiliki perasaan apa pun pada mereka ataupun menyukai mereka. Karena hanya dirimu yang aku suka dan aku cintai. Mereka hanya untuk melepaskan pelampiasanku ketika aku tidak bisa melakukannya denganmu," jelas Xavier panjang lebar kali sama panjang.

"Maksudmu?" Felica mengerjapkan matanya tanda ia semakin tidak mengerti.

"Lupakan, kau masih terlalu kecil untuk mengetahuinya," jawab Xavier sambil mengelus rambut Felica.

"Baiklah, hmmm ... sepertinya tidak ada lagi karena kau sudah menjawab semua pertanyaanku," jawab Felica, Xavier menarik tubuh Felica dalam pelukannya.

"Aku ingin tahu, apa kau menyukai bunga?" tanya Xavier.

"Kau sudah tau apa yang kusuka, bukan?" kawab Felica sambil menatap wajah Xavier yang terlalu dekat dengannya.

"Kau ini." Xavier mencium kening Felica lalu menyelipkan bunga mawar hitam di telinga Felica.

Felica tersenyum saat melihat banyak kelopak bunga mawar hitam yang turun dari langit dan menghujani mereka. Xavier mengetahui segalanya tentang Felica, tidak seperti Alucard. Karena Alucard yang meninggalkan Felica, sejak Felica berusia 8 tahun. Alucard memiliki pangkat tertinggi dan menjadi anggota Eksekutif tertingi yang menjaga keluarga inti Roulette.

Eksekutif tertinggi keluarga Roulette terdiri dari lima orang yakni yang pertama kali diresmikan adalah Alucard, berlanjut dengan Nero, Vicente, san Xavier dan yang terakhir adalah White. Mereka dipilih karena kekuatan mereka dalam menghadapi musuh benar-benar menakutkan. Mereka semua dilatih sejak kecil kecuali White. White datang saat berusia 20 tahun dan masih menjabat menjadi anggota FBI dan CIA. Mafia keluarga Roulette semakin melambung tinggi namanya tatkala setelah para anggota Eksekutif tertinggi itu melakukan tugasnya dengan sempurna. Tidak hanya Eksekutif tertinggi, anggota Eksekutif menengah pun terdapat 10 orang yang kekuatan bertarung mereka hampir menyamai para anggota Eksekutif tertinggi mereka pun sebagian menjadi tangan kanan Eksekutif tertinggi dan menjadi tangan kanan Papa dan untuk bagian Eksekutif biasa mereka yang menggerakkan para mafioso yang tidak memiliki jabatan dan hanya menjadi anak buah biasa.

"Kau menyukainya?" tanya Xavier.

"Sangat, ini indah," jawab Felica antusias.

"Aku senang mendengarnya."Felica tersenyum menatap Xavier.

"Apa ini yang dinamakan romantis?" tanya Felica, Xavier terkekeh pelan lalu kembali memeluk Felica.

"Bisa dikatakan seperti itu, apa kau suka keromantisan? Seharusnya anak seusiamu memahaminya, apa kau tidak memiliki teman saat bersekolah di sana?" jawab Xavier, kini tubuh Felica menegang.

Xavier merasakannya, merasakan tubuh Felica yang menegang. Xavier mengernyitkan dahinya, berpikir apa yang terjadi dengan Felica.

"Aku ... aku tidak memiliki teman di sana." jawab Felica lirih, Xavier sudah menduganya.

"Baiklah, lupakan jika itu menyakitimu. Aku akan membuat hari ini menjadi hari terbahagia untukmu." Xavier mencoba menghibur, Felica mengangguk dalam pelukan Xavier.

Menyembunyikan raut wajah dinginnya dari Xavier, entah apa yang terjadi sepertinya Felica sangat tidak suka mengenai sekolah khusus perempuannya itu.

"Baiklah, aku juga ingin mengajakmu ke tempat lain. Bagaimana?" ajak Xavier dan Felica mengangguk dengan antusias.

"Deto," panggil Xavier.

"Baiklah, aku tidak akan mengganggu kalian dengan jarak 100 meter. Itu jarak terjauhku untuk melindungimu, Xavier," jawab Deto kini wajahnya menjadi serius.

"Kau bisa menjagaku dengan jarak 2 kilometer jika kau mau, Deto. Untuk kali ini aku tidak ingin kau berada di jarak pandangku." Sanggah Xavier dan Deto hanya berdecih.

"Baiklah, 500 meter dan tidak ada bantahan," kawab Deto sambil menepikan gondola.

"Xavier, biarkan Deto melakukan tugasnya. Jika kau terluka Papa yang akan membunuh Deto, kau paham bukan?" Felica menengahi.

"Baiklah, jika kau yang meminta," jawab Xavier dengan senyum yang mengembang.

"Ayo." Xavier menggandeng tangan Felica dengan lembut lalu berjalan ke tempat tujuan Xavier.

Xavier mengajak jalan Felica keliling resort yang begitu luas itu, terdapat swimming pool, night club, karaoke, restaurant, dan hiburan lainnya yang membuat Felica terpukau akan kemegahan resort milik Xavier.

Restaurant yang sudah dikosongkan Xavier itu sengaja didekorasi dengan pernak pernik kesukaan Felica, dengan di setiap sudut ruangan terdapat mawar hitam, dan apa pun yang berada di sana berwarna ungu. Dengan menyajikan suasana sunset yang sebenarnya masih pukul 12 siang itu membuat Felica terkagum-kagum. Dan tiba-tiba saat makan siang itu Felica mengingat Alucard.

"Lica, aku tahu kau memikirkan Alucard," ucap Xavier, Felica mendongak ke arah Xavier dan mensapatinya tersenyum miris.

"Baru saja aku mengingatnya, sedari tadi aku sama sekali lupa akan dirinya," jawab Felica sedikit bergumam, tetapi Xavier dapat mendengarnya.

"Glory memberitahuku jika ponsel miliknya telah hancur, karena itu ia tidak menghubungimu," jelas Xavier dan Felica mengangguk mengerti.

"Pasti dia sangat kesal, sejak dulu ia tidak menyukaiku jika mendekatimu hanya karena menurutnya aku seorang psikopat gila,"lanjut Xavier dengan senyum mirisnya.

"Karena itu aku kesal dengannya, mengapa ia tidak menyukaimu hanya karena kau seperti psikopat. Padahal dirinya pun sama saja denganmu," gerutu Felica, Xavier tersenyum diam-diam.

"Tapi, apa kau suka?"

"Aku menyukaimu," jawab Felica sambil tersenyum.

Jantung Xavier berdetak begitu cepat, ia tidak menyangka bisa mendengar itu dari bibir gadis yang ia cintai selama ini. Mereka semua tahu Alucard adalah cinta pertama Felica, karena Felica yang mengatakannya saat kepergian Alucard sepuluh tahun lalu. Karena itu pula, Alucard selalu semena-mena dan mengatur kehidupan Felica, tetapi kali ini Felica memberontak dari Alucard yang tandanya Felica sudah bosan dengan aturan Alucard. Xavier merasa senang kali ini peluang mendapatkan hati Felica sangatlah tinggi.

"Kau ingin menghubungi Glory?" tawar Xavier, Felica menaikkan satu alisnya.

"Untuk?"

"Menghubungi Alucard, mungkin besok atau lusa ia akan mendapatkan ponsel terbarunya," jawab Xavier, Felica menggeleng kepalanya pelan.

"Tidak perlu, aku tidak ingin mendengar ocehannya saat ini," jawab Felica tanpa ekapresi.

"Kau serius?" Xavier menatap curiga pada Felica.

"Ya, kenapa? Kau lebih suka jika aku terus memikirkannya?"

"Bu-bukan begitu, hanya saja terasa aneh. Kau kan sering kali lebih mementingkan Alucard." Felica menaruh sendok dan garpunya perlahan.

"Aku tidak mementingkannya, alasanku bersikap seperti itu hanya karena ia tidak bersama kita. Hanya sebatas itu," jawab Felica tenang.

"Bukankah dia cinta pertamamu?"

"Dia memang pertama, selanjutnya Nero, si bodoh Vicente lalu dirimu," jawab Felica enteng.

Xavier terbatuk-batuk mendengar jawaban Felica yang terkesan datar itu, dengan sigap Felica memberinya air.

"Kau? Mencintaiku? Jangan bercanda." Felica mendengkus kesal.

"Kau tidak suka? Baiklah, aku akan berhenti," jawab Felica sambil memalingkan wajahnya.

"Ohh ... Lica, kau membuatku bahagia. Jangan pernah berhenti mencintaiku," jawab Xavier berdiri lalu memeluk Felica dari belakang.

'Dia sangat mudah mengatakannya, apa dia tahu arti dari kata mencintai? Jika pun tidak aku tidak mempermasalahkannya, karena saat ini aku bahagia bersama dengannya, My Lica,' batin Xavier.

***

Di mansion Roulette, LA.

Selama dua hari penuh penyerangan terus terjadi, mafioso keluarga Roulette hanya tersisa puluhan orang termasuk Nero dan Vicente.

Nero yang saat ini tengah duduk di atas tumpukan mayat musuhnya tersenyum lembut melihat pertempuran di depannya. Terlihat Vicente yang juga duduk dengan tenang tak jauh dari Nero. Mereka berdua tengah beristirahat setelah dua hari penuh melawan ratusan musuh dan hari ini baru saja bala bantuan tiba dan akhirnya mereka berdua dapat beristirahat.

"Bagaimana dengan para mayat ini?" tanya Vicente yang kini tengah memakan lasagna kesukaannya.

"Bakar saja, atau kau mau membuat mereka menjadi bahan eksperimenmu?" lanjut Vicente.

"Aku hanya membutuhkan yang masih hidup. Jika sudah mati, mereka tidak dapat merasakan sakitnya saat aku membelah tubuh mereka, bukan?" jawab Nero tersenyum simpul, Vicente hanya mengangguk mengerti.

Seseorang dengan berbadan tinggi, bertubuh tegap dan bersurai cokelat datang menghampiri Nero dan Vicente.

"Maafkan keterlambatan kami, Tuan Nero dan Tuan Vicente," ucap orang itu sambil membungkuk hormat ala bangsawan.

"Rayzer, jika kau tidak datang pun kami berdua dapat membunuh mereka semua," jawab Vicente sambil menaruh makanannya.

"Vicente, jangan berkata seperti itu, kita juga harus menghemat energi kita untuk membereskan sisanya," ucap Nero lalu membuka topi miliknya dan mengeluarkan beberapa pisau dari dalam topi miliknya masih dengan senyum simpulnya.

Dengan gerakan yang sangat cepat Nero melemparkan pisau miliknya ke belakang lelaki yang dipanggil Rayzer itu.

Swiiing

Pisau itu menancap dinding dengan sangat dalam. Seketika terlihat sebuah peluru terbelah menjadi dua bagian yang terjatuh.

"Hati-hati dengan belakangmu, Rayzer," ucap Nero tanpa menghilangkan senyum simpulnya.

"Terima kasih, Tuan. Saya berhutang nyawa pada anda," jawab Rayzer seraya membungkukkan tubuhnya.

"Kau salah satu anggota Eksekutif menengah yang bekerja langsung di bawah perintah Papa, bukan?" tanya Vicente dengan tatapan bodohnya.

"Benar, Tuan Vicente," jawab Rayzer masih dengan wajah datarnya.

"Kalau begitu, habisi mereka semua dalam satu jam. Jika tidak, aku yang akan menghabisimu," jawab Vicente sambil tersenyum lebar, Nero hanya terkekeh mendengarnya.

"Dilaksanakan, Tuan," jawab Rayzer membungkuk hormat lalu pergi sambil menyeringai.

"Kau mengetahui kesukaan Rayzer dengan cepat, Vicente," kata Nero terkekeh sambil memakai kembali topi miliknya.

"Semua petinggi dari Eksekutif tertinggi, menengah, maupun biasa adalah kumpulan orang gila yang dikumpulkan Papa. Jadi aku tahu kesukaan mereka semua, tetapi yang paling berbahaya hanyalah Xavier," jawab sambil kembali memakan lagsananya.

"Ahh! Ya kau benar, Xavier-lah yang harus diwaspadai jika ia berkhianat seperti White. Xavier dan Alucard, manusia dengan mata humanoid. Mereka berdua lebih tepat dikatakan sebagai iblis dari pada manusia," jawab Nero dengan wajah seriusnya.

"Baiklah, ini belum satu jam, tetapi suara bising itu tidak terdengar lagi. Sepertinya Rayzer telah menghabisi mereka." Vicente beranjak dari duduknya lalu melangkah pergi keluar.

"Haaaa ... aku harus membersihkan semuanya dan membuatnya terlihat sama seperti sebelumnya," gumam Nero lalu turun dari tumpukan puluhan mayat itu.


Load failed, please RETRY

每周推薦票狀態

Rank -- 推薦票 榜單
Stone -- 推薦票

批量訂閱

目錄

顯示選項

背景

EoMt的

大小

章評

寫檢討 閱讀狀態: C5
無法發佈。請再試一次
  • 寫作品質
  • 更新的穩定性
  • 故事發展
  • 人物形象設計
  • 世界背景

總分 0.0

評論發佈成功! 閱讀更多評論
用推薦票投票
Rank NO.-- 推薦票榜
Stone -- 推薦票
舉報不當內容
錯誤提示

舉報暴力內容

段落註釋

登錄