Tiba-tiba wajah mahluk mungil yang menyeramkan itu berubah menjadi wajah seorang gadis belia yang sangat cantik! Nyai Demang terkejut melihat wajah tersebut, sebab ia mengenalinya, wajah itu adalah wajah seorang gadis yang menaiki kereta kuda hitam yang ia lihat sedang mandi di hulu sungai diluar desa Ciwaas beberapa bulan yang lalu. Ia melihatnya saat ia sendiri hendak mandi di hulu sungai itu, ia mengetahui kalau gadis itu bernama Mega Sari putri Prabu Kertapati dari Mega Mendung yang desa Ciwaas ini termasuk kedalam wilayah Negara yang sedang berkembang pesat ini.
Ia mengingat kalau beberapa tahun yang lalu saat gadis ini masih kecil dan ia sendiri masih gadis, Mega Sari sering bolak-balik melewati desanya untuk ke Gunung Patuha, biasanya sekitar empat puluh hari sekali.
"Kau… Bukankah kau Gusti Putri Mega Sari? Mengapa Gusti melakukan ini padaku?" tanyanya.
"Hahaha… Benar aku Mega Sari, putri Prabu Kertapati dari Mega Mendung, aku memang sengaja memperlihatkan wujudku pada korban yang hendak aku bunuh!" jawab Mega Sari.
"Mengapa Gusti hendak membunuh hamba? Bukankah Hamba telah bersikap cukup sopan setiap saat kita bertemu di hulu sungai desa Ciwaas ini?"
"Dengar wanita desa dungu! Aku tidak memerlukan alasan untuk membunuh siapapun! Aku seorang putri raja yang menguasai bumi yang kau pijak, dan udara yang kau hirup! Maka aku berhak untuk membunuh siapa saja yang aku suka! Hahaha…" jawab Mega Sari dengan congkak dan kejamnya.
Nyai Demang pun menangis ketakutan "Tidak! Jangan bunuh hamba! Ampunilah Hamba Gusti Putri!" pinta Nyai Demang.
Mega Sari tertawa mengejek. "Baik, kalau begitu bagaimana kalau aku bunuh suamimu?" mahluk mungil itu melompat keatas kepala Ki Demang yang terlelap.
"Tidak jangan! Hamba mohon jangan bunuh keluarga kami, Gusti boleh membunuh siapa saja di desa ini, tapi jangan keluarga kami!" mohon Nyai Demang.
"Apa?! Dasar Nyai Demang pengecut! Kau tidak berani berkorban sehingga kau tega mengorbankan rakyatmu!" semprot Mega Sari.
"Hamba mohon Gusti Putri! Hamba mohon!"
Mega Sari tertawa terbahak-bahak "Baiklah kalau begitu aku tidak akan membunuhmu saja, tapi aku akan mencelakai seluruh desa Ciwaas ini dengan wabah penyakit mematikan!"
Nyai Demang semakin panik dan ketakutan, tapi apa daya tubuhnya tidak mampu bergerak, dia hanya bisa berteriak-teriak minta tolong tanpa ada yang sanggup menolongnya.
"Tidak! Jangan! Tolong Gusti Putri! Tolooonnnngggggg!!!!"
Wajah Mega Sari menghilang, wajah mahluk itu kembali menjadi wajah iblis bertaring dan bertanduk. Mahluk magis kecil itu kembali melompat keatas perut Nyai Demang yang sedang hamil tujuh bulan. Suara tawa Mega Sari semakin keras melengkin seiring jerit Nyai Demang yang semakin keras menyayat hati, mahluk kecil itu mengangkat kedua tangannya yang ditumbuhi kuku-kuku runcing, lalu Bresss!!! Mahluk itu merobek perut Nyai Demang dan mengeluarkan bakal calon jabang bayi dari dalam perutnya, Nyai Demang pun tewas seketika itu juga. Mahluk magis itu membawa bakal calon jabang bayi menghilang bersamanya.
Sementara keadaan di luar semakin berisik oleh binatang-binatang aneh yang tiba-tiba muncul di desa itu, babi-babi hutan, gagak-gagak hitam, kodok-kodok, anjing-anjing hutan, ular-ular berbisa seolah berpesta pora di alun-alun Desa Ciwaas yang terletak di depan kademangan.
Setelah makhluk magis mungil itu menghilang, Ki Demang dan seluruh pengawalnya terbangun, dia terkejut melihat istrinya yang telah mati dengan perut robek, ia pun menangis histeris sambil memeluk jasad istrinya. Tapi tiba-tiba ia merasakan perutnya sangat mual, ia muntah seketika itu juga, baru saja ia muntah ia merasakan pantatnya sangat panas dan mengeluarkan cairan, begitupun dengan para pengawal yang ada di sana, mereka semua muntah-muntah dan mencret-mencret saat itu juga.
Keesokan paginya, seluruh Desa Ciwaas terserang wabah penyakit aneh, kulit mereka terasa sangat gatal hingga mereka menggaruknya sampai berdarah, belum lagi mereka mencret-mencret dan muntah-muntah. Banyak yang meninggal saat itu juga termasuk Ki Demang Jayalodra yang masih muda itu. Beberapa penduduk langsung mencoba mengungsi meninggalkan desa itu namun begitu sampai di perbatasan desa, mereka langsung jatuh tergelatak mati! Hingga tiga hari kemudian Desa Ciwaas hanya merupakan desa mati, dimana-mana mayat-mayat bergelatakan, tidak ada seorang pun yang hidup selamat! Itulah kehebatan Ilmu Teluh Ngareh Jiwa!
Di atas Gunung Patuha, Mega Sari beserta Nyai Lakbok memandang ke bawah ke arah desa Ciwaas, Nyai Lakbok tertawa mengkikik menggidikan setelah melihat lewat ilmu melihat jarak jauh, musibah yang sangat mengerikan tersebut sampai seluruh penghuni Desa Ciwaas tewas dengan mengenaskan! "Bagus muridku! Kau telah berhasil menguasai Ilmu Teluh Ngareh Jiwa dengan sempurna!".
Mega Sari menjura hormat sambil tersenyum senang "Terima kasih Guru".
Nyai Lakbok menepuk bahu Mega Sari. "Sekarang kau boleh pulang ke Rajamandala, tapi ingatlah, setiap malam 3 bulan purnama kau harus membunuh satu bayi untuk dipersembahkan pada Eyang di alam Arwah, kalau kau lalai sekali saja lupa memberikan kurban, maka ilmu teluh Ngareh Jiwa itu akan lenyap dan meminta korban dari keluargamu sendiri, paham?!"
Mega Sari mengangguk. "Baik guru, pesan guru akan saya ingat baik-baik!"
Setelah berpamitan, Mega Sari pun menghampiri Emak Inah dan Ki Silah yang telah menunggu di kertea hitamnya, ia pun menaiki kereta hitamnya langsung plang menuju ke Rajamandala dengan hati senang, seketika itu ia teringat pada sosok Jaka pemuda yang telah mencuri perhatiannya di Padepokan Sirna Raga "Kang Jaka… Aku tunggu kau di Rajamandala, kalau aku bisa membuat hati Ramanda Prabu senang, bukan tidak mungkin cinta kita bisa bersatu dalam suatu ikatan pernikahan!" harapnya dalam hati.