Di dalam lift, tak satupun dari mereka membuka suara. Jantung Velina berdetak sangat keras, dan ia tak berani sekalipun mengubah posisi wajahnya yang tetap tertunduk, menempel pada dada bidang pria itu. Kehangatan tubuh pria itu menembus kaos yang tengah dipakainya, membuat pipi kiri Velina semakin memanas. Aroma parfum yang digunakannya tak luput membuat Velina tak dapat berpikir jernih.
"Ting!"
Untungnya, suara lift yang terbuka membuyarkan lamunan Velina. Ia kembali menggigit bibirnya, pasrah ketika Daniel membawanya memasuki Lounge.
Dia lalu meminta salah satu staff disana untuk membawakannya seember es batu untuk meredakan rasa nyeri yang diderita oleh Velina.
"A... Aku bisa sendiri kok!" Ujar Velina tiba-tiba, merasa tidak nyaman saat Daniel mendudukkannya di sofa dan membuka sepasang sepatu yang tengah dipakainya.
"Tidak apa-apa, ini tidak merepotkan bagiku" jawab Daniel pelan. Namun di dalam hatinya, dia berusaha keras untuk mengontrol emosinya agar tidak terlihat sebagai seorang lelaki vulgar.
Aliran listrik seakan menyengat dirinya saat dia menyentuh kaki mulus Velina. Akhirnya, dia dapat menyentuh tubuh Velina yang sebenarnya, yang selama ini hanya mengisi mimpi-mimpinya di malam hari.
Perlahan-lahan, dia memijit-mijit pergelangan kaki Velina yang keseleo.
"Apa sakit sekali?" Tanyanya sambil menatap Velina, yang terus menundukkan kepalanya sambil menggigit bibir bawahnya.
Ah, andai saja kondisinya berbeda, Daniel ingin sekali mengecup mesra bibir Velina yang merah merona seakan menunggu kecupannya.
Velina menggelengkan kepalanya.
"Maaf ya, kamu jadi terkejut gara-gara melihat kehadiranku yang tiba-tiba" Lanjut Daniel.
Sekali lagi, Velina menggelengkan kepalanya.
"Tidak sesakit itu kok, akunya saja yang tadi bertindak bodoh" Jawabnya cepat.
Hatinya masih berdebar-debar tak karuan memperhatikan Daniel yang dengan lembut memijit-mijit pergelangan kakinya.
Tak berapa lama, seorang instruktur gym memasuki lounge, membantu memeriksa keadaan pergelangan kaki Velina.
Setelah beberapa saat, akhirnya pergelangan kaki Velina terasa lebih baik.
Tak terasa, beberapa jam telah berlalu sambil mereka mengobrol dan menikmati matahari senja.
"kruyuk kruyuk" Wajah Velina memerah, mendengar suara perutnya sendiri.
"Aduh maaf ya, suara perutku seperti suara mobil tua!" Velina meminta maaf, merasa malu sekali karena bertindak tidak sopan.
Sementara itu, Daniel malah tertawa. "Justru aku yang mestinya minta maaf, tidak menawarimu makan!" Jawabnya, sambil menjentikkan jarinya pada salah satu staff.
"Kamu mau makan apa?" Tanyanya penuh perhatian.
"Eh… Aku…" Velina terlihat sedang berpikir sebentar.
Tiba-tiba, ia teringat sesuatu.
"Ah! Aku punya tempat makan faforit! Disana mereka menjual mie ayam yang menurutku enak sekali! Kadang-kadang kalau aku pulang aku suka makan disana. Kamu mau kesana bersamaku?" Ajaknya spontan.
Tentu saja, bagaikan robot otomatis, Daniel mengangguk-anggukkan kepalanya dengan sangat senang. Akhirnya dia memiliki kesempatan untuk makan berdua bersama gadis idamannya! Yay!.
***
Tak berapa lama, sampailah mereka di tempat yang dimaksud oleh Velina. Daniel menatap sekitarnya, merasa familiar dengan tempat itu. Mereka segera menuju ke lantai 2, dimana mereka bisa menikmati pemandangan langit malam dan suasana macet kota Jet di malam hari.
"Ini restoran mie ayam kesukaanku! Kamu pasti suka! Mereka punya berbagai jenis sup! Wah… Kalau kesini aku bisa nambah beberapa porsi! Hehehe" Velina mulai memakan mie ayam menggunakan sepasang sumpit di tangannya.
"Kok kamu tahu aku juga suka mie ayam?" Tanya Daniel sambil lalu.
"Uhuk uhuk!" Velina yang tengah menelan mie ayamnya terbatuk keras. Ia menatap Daniel tak percaya.
"Eh? Kamu kenapa? Makannya pelan-pelan" Daniel lalu menyodorkan segelas minuman ke hadapan Velina.
'Mati aku! Kenapa aku membawanya kesini?' Velina merutuk dalam hati dan segera meraih minuman yang disodorkan oleh Daniel.
"Wah! Dari sini kelasku kelihatan jelas rupanya!" Daniel kembali berseru, menatap sebuah bangunan di hadapannya.
"Uhuk uhuk!" Velina yang tengah menyedot minumannya kembali terbatuk. Kali ini, lebih keras lagi.
"Kamu kenapa sih dari tadi? Pelan-pelan saja, aku tungguin kok!" Daniel berdiri, berjalan ke arah belakang Velina dan membantunya menepuk-nepuk punggungnya perlahan-lahan.
"Lihat! Gedung di depan ini, adalah gedung SMA-ku!" Daniel berseru, sambil menunjuk ke seberang jalan.
"Yang itu kelasku, yang sebelah sana kelasnya Marino!" Terangnya lagi.
"Eh, aku baru sadar, dari restoran ini, kelasku kelihatan jelas sekali, ya! Tuh, bangkuku di deretan ketiga dari kiri!" Tunjuknya lagi. "Dulu aku semeja sama Mickey!". Lanjutnya.
Seketika, keringat dingin membanjiri tubuh Velina. Jari-jemarinya yang kembali memegang sumpit terlihat agar bergetar. Wajahnya terlihat pucat sekali.
Sementara itu, Daniel yang tengah asik dalam nostalgianya tak memperhatikan perubahan sikap Velina yang tiba-tiba itu.
Velina menggigit bibir bawahnya keras-keras dan berusaha mengelap keringat dingin yang membasahi wajahnya yang pucat seperti hantu.
"Kamu dulu homeschooling sih ya, Na!" Kali ini, Daniel kembali memusatkan perhatiannya pada Velina. Dia baru menyadari perubahan pada diri gadis itu.
"Na, kamu kenapa?" Tanya Daniel dengan cemas. Dia ingat, beberapa menit yang lalu, gadis itu masih baik-baik saja.
"Aku tidak apa-apa" Ucap Velina, berusaha menepis tangan Daniel yang hendak menyentuh wajahnya.
Wajah Daniel tiba-tiba berubah serius. "Ayo aku antar ke dokter! Jangan-jangan kamu mengalami cidera dalam!" Ujarnya sambil menarik tangan Velina sementara tangan satunya lagi membawakan tas gym Velina.
Velina hanya menggeleng lemah sambil berusaha kembali menepis tangan Daniel.
"Apa kamu bisa tolong antarkan aku pulang saja? Please? Sepertinya aku hanya butuh istirahat!" Ujar Velina sambil menundukkan kepalanya.
"Baiklah," Kali ini, Daniel mengalah. Diapun segera mengantarkan Velina pulang dengan mobilnya.
Huwaaaaa! Velina sebenarnya kenapa sih?
Kok dia menjaga jarak sama Daniel yang tinggi-tampan-keren dan kaya raya?
kasian kan babang Danielnya T_T
P.S: Mie ayam (chicken noodle) disini bentuknya nggak sama dg mie ayam yg ada di Indonesia ya guys! Karena kuliner di dunia itu sebenarnya mirip2 tapi nggak sama.