Para tamu saling berbincang. Suasana terlihat sangat meriah. Para tamu undangan yang semestinya tidak lebih dari 300 orang membludak menjadi lebih dari 700 orang. Tak seorangpun ingin ketinggalan pesta ulang tahun yang sangat mewah ini. Hal ini disebabkan karena para tamu yang diundang dipaksa oleh rekan-rekan bisnis mereka untuk 'menyelundupkan' mereka sebagai pendamping undangan. Bahkan presiden sekalipun, turut menghadiri pesta Nico Marcello.
Karangan-karangan bunga memenuhi halaman depan, bahkan sampai memenuhi jalanan. Untung saja, Rumah kediaman Marcello merupakan komplek pribadi, sehingga meskipun karangan-karangan bunga memenuhi jalanan, tidak mengganggu para pemakai jalan lainnya.
Orang-orang berhenti berbicara ketika mereka melihat kedatangan Nico Marcello yang diapit oleh seorang gadis muda yang sangat cantik mempesona. Pria tua itu terlihat sangat bahagia, menepuk-nepuk tangan gadis di sebelahnya. Mereka berdua perlahan-lahan menuruni tangga, sambil mengangguk-angguk dan melambaikan tangan kepada para tamu.
Para tamu undangan mulai berbisik-bisik, membicarakan gadis yang mengapit Nico Marcello. Ada yang mengira jika gadis itu adalah seorang artis yang diminta untuk menjadi pendampingnya, ada pula yang mengira jika Velina adalah gadis simpanannya. Namun tak seorangpun berani terang-terangan menyuarakan pikiran mereka.
Mata Velina yang bulat berwarna kecoklatan, dengan awas memindai sekitarnya, senyum tak pernah lepas dari bibirnya. Tanpa dia sadari, seorang pria sedari tadi mengamatinya, tak sekalipun pandangan pria itu pernah lepas darinya.
Para wanita menatap Velina dengan iri dan dengki. Hanya sedikit yang benar-benar memuji kecantikannya tanpa niat terselubung. Gaun yang dikenakannya sedemikian indahnya, bersinar tatkala terkena cahaya lampu. Dia sangat elegan dengan cara yang sederhana. Pembawaannya yang seperti layaknya gadis keturunan bangsawan membuat wanita-wanita di sekitarnya merasa terancam.
Sementara itu, para pria menatapnya dengan penuh kekaguman. Dia sangat indah untuk dipandang, tatapannya tulus, seperti bidadari yang baru turun dari surga. Meskipun begitu, tak seorangpun berani gegabah mendekatinya. Tidak setelah melihat kemunculannya bersama dengan tuan Marcello.
Diantara tiga bersaudara, orang-orang memang hampir tidak mengenal Velina. Selain karena dia yang selalu melanglang buana dan jarang di rumah, Velina memang selalu berusaha merendah. Apalagi pekerjaannya yang berbahaya, membuatnya selalu ingin menutupi keberadaannya.
"Apakah gaun ini rancangan Fanny?" tanya seorang gadis yang memberanikan diri bertanya padanya. Velina menoleh, dan tersenyum mengangguk.
"Aku sangat menggemari gaun-gaun rancangan Fanny, semua hasil rancangannya luar biasa!" serunya lagi, bersemangat karena melihat mereka berdua memiliki kecocokan.
"Ya, kau benar. Fanny memang istimewa" jawab Velina sambil meneguk satu gelas koktail.
"Namaku Vanya Lukin" gadis itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya. Velina tersenyum dan menyambut uluran tangannya. Ia tampak seperti seorang gadis yang menyenangkan, dan Velina tak keberatan membuka diri.
"Velina Marcello" sahutnya sambil tersenyum manis. Raut wajah Vanya terlihat berubah, ia tampak agak terkejut. matanya membulat dan bibirnya berbentuk 'O'.
"kau..." ujarnya, namun tak sepatah kata pun keluar setelah itu. Velina tertawa melihatnya.
"Aku anak kedua Franco Marcello" jawabnya.
"Oh! maaf! aku hampir tidak pernah melihatmu! pantas saja kau terlihat sangat cantik! kedua saudaramu juga sama-sama rupawan!" sahutnya, terlihat sangat bersemangat seolah-olah ia baru saja menemukan harta karun.
Saat mereka asik berbincang, suara dentingan gelas membuat mereka menoleh ke arah suara. Itu adalah Nico Marcello yang mendentingkan gelas wine untuk menarik perhatian para tamu undangan.
"Ehem... aku ingin mengucapkan selamat datang kepada seluruh tamu undangan yang telah berkenan hadir untuk menghadiri pesta ulang tahunku yang sederhana ini." Ucapnya sambil melihat ke kerumunan. "meskipun aku tidak mengira jika yang datang akan sebanyak ini, namun aku sangat bahagia melihat Anda semua sama antusiasnya denganku menyambut hari ini" lanjutnya lagi, perkataannya terlihat sopan, namun terdengar juga nada sindiran terhadap para 'tamu tak diundang'.
"Selain itu, aku juga ingin memperkenalkan cucuku, yang selama ini seperi jailangkung, datang tak diundang dan pergi tak diantar, yang akhirnya memilih untuk pulang. aku harap kali ini dia tidak akan kabur-kaburan lagi" lanjutnya sambil melihat ke arah Velina, yang diingi oleh tawa para tamu undangan.
Velina juga tertawa melihat kelakuan kakeknya. Dengan elegan, dia berjalan perlahan-lahan ke arah lelaki tua yang berdiri di tengah-tengah banquet.
"Eyang..." Velina mendekat, yang disambut oleh rangkulan hangat kakeknya itu.
Para tamu undangan yang mulanya berpikiran buruk padanya, menjadi sangat malu. Sedangkan para wanita, ketika mengetahui Velina adalah cucu Nico Marcello, terlihat semakin tidak suka.
Huh! sudah cantik, kaya raya, terpandang, berpengaruh pula! Siapa yang tak akan iri dengannya?