下載應用程式
88.46% Duda? Hot Daddy / Chapter 23: Part 23

章節 23: Part 23

"Yah, Syafina pengen minum, tapi susunya gak ada."

Syafina berlari kecil ke arahku seraya salah satu tangannya memegang gelas plastik yang masih kosong.

"Kayaknya Ayah lupa beli sayang, gimana?"

Syafina terdiam untuk sesaat lalu kemudian sambil malu-malu ia pun meminta untuk sekadar membeli susu murni di mini market yang tak jauh dari komplek perumahan tempat tinggalku.

"Kalau beli dulu di situ gimana, Yah?"

Aku tak langsung mengiyakan walaupun sebenarnya aku akan mengajaknya ke sana sekalian menawarinya jajan. Syafina cukup jarang membeli jajanan di luar, jadi tak masalah sekali-kali mengajaknya.

"Hhmm, boleh... tapi ada syaratnya?"

Syafina menatapku, menunggu syarat apa yang akan ku beri padanya agar ia dapat minum susu untuk malam ini.

"Syaratnya kita pergi ke mini marketnya jalan kaki aja, giman?"

Syafina menyanggupi syarat yang ku ajukkan, bahkan ia dengan bersemangat langsung menarikku ke luar rumah.

"Sebentar sayang, Ayah kunci pintu dulu, kalau gak di kunci nanti ada yang masuk loh."

Selesai mengunci pintu, aku langsung menggendongnya, tak tega rasanya menyuruhnya berjalan kaki walau jaraknya tak terlalu jauh, terlebih lagi ini adalah malam hari yang udaranya cukup dingin.

"Pak."

Aku tersenyum menyapa penjaga yang bertugas di gerbang komplek.

"Loh, Mas mau kemana malam-malam begini?"

"Ini Pak, lupa beliin susu buat dia."

Belum sempat penjaga komplek itu menimpali perkataanku, terdengar langkah seseorang tengah datang dengan tergesa.

"Mas, mau kemana? Kok gak ngajak-ngajak?"

Mira datang berjalan dengan cepat menghampiri kami, tangannya masih sibuk mengenakan sweater tipis untuk menutupi pakaian tidur serta sedikit melindungi dari udara dingin malam hari.

"Ini, mau ke mini market beli susu."

"Oh, aku ikut ya? Gak apa-apa kan Bunda ikut sayang?"

Syafina mengangguk, sepertinya ia begitu senang dengan kehadiran Mira, berbeda dengan pak satpam yang justru heran ketika Mira menyebutkan dirinya Bunda kepada Syafina.

Kini, kedua tanganku tengah sibuk dengan urusan masing-masing. Tangan kanan harus kuat menahan beban berat badan Syafina yang terus tumbuh berkembang, sedangkan tangan kiri sibuk memastikan bahwa masa depan masih ada dalam genggaman.

"Sayang, sini gantian, gendongnya sama Bunda."

Mira bermaksud menggantikanku menggendong Syafina dan sepertinya Syafina dengan senang hati menerima ajakkan Mira, tapi aku menolaknya. Mira telah seharian bekerja dan aku yakin pekerjaannya melelahkan, jadi aku tak mau terus merepotkannya untuk hal-hal kecil seperti ini.

"Jangan, nanti kamu capek."

Sampai pada mini market yang dituju, Syafina langsung meronta meminta turun dari gendongan untuk mengambil sendiri susu yang akan ia beli, ia tahu betul di mana tempat ia biasanya mengambil susu, tapi sayang ia harus kecewa karena kali ini tempat itu terlalu tinggi dan tak sanggup di jangkau oleh tangan imut serta tubuh mungilnya. Aku yang melihat kejadian itu merasa antara lucu dan kasihan.

"Bunda, gak nyampe."

Syafina berlari ke arah kami, ia merajuk tapi tak seperti biasanya, kini yang menjadi tempatnya mengadu adalah Bundanya, atau lebih tepatnya calon Bundanya. Mira tersenyum, lalu membantu dengan cara menggendong Syafina untuk mengambil sendiri apa yang ia inginkan.

"Sini, Bunda bantu."

"Makasih, Bunda."

"Jadi bilang makasihnya sama Bunda aja, nih? Ayah enggak? Kalau gitu berarti Syafina bayar sendiri, ya?"

Ekspresi Syafina berubah seketika, mungkin belum mengerti kalau yang kuucapkan barusan hanya sebatas bercanda saja. Syafina melihat ke arah Mira dan Aku secara bergantian.

"Kamu bawa uang gak?" tanya Mira dengan tersenyum, ia tau kalau yang ku lakukan hanya menggodanya, sama seperti kebiasaan sebelumnya.

Syafina menggeleng lalu ia berusaha untuk mengembalikan susu yang dipegangnya ke tempat semula.

"Loh, kenapa mau di balikin sayang? Ayah bercanda, kamu belinya itu aja?"

Aku mengambilkannya kembali susu yang dikembalikannya.

Selesai belanja, kami kembali dengan masing-masing menggenggam es krim yang ku beli demi meminta maaf pada Syafina karena telah menggodanya.

Sampai di rumah, sama seperti hari-hari sebelumnya, Mira tak langsung pulang, ia masih betah berlama-lama sampai rela mengurangi waktu istirahatnya namun kali ini tak berakhir dengan dosa yang sama.

*****

Sore ini, entah kenapa Syafina begitu rewel, apa yang ia mau harus selalu aku turuti. Keinginannya memang sederhana, mulai hanya dari membeli jajanan dari para pedagang yang berkeliling sampai pada menemaninya tidur siang, namun setelah sore hari tiba, Syafina tanpa sebab mengajakku pergi ke pantai.

"Ayo, Yah."

Syafina merengek seraya terus menarik kaus yang sedang ku kenakan hari ini sampai kaus ku terasa menjadi lebih longgar dari sebelumnya.

"Udah sore sayang, nanti kamu masuk angin."

Syafina bergeming, ia tetap pada pendirian keinginannya seraya masih melakukan hal yang sama.

"Ko Syafina hari ini jadi bandel sih?"

Seolah tak peduli atau malas berdebat, ia masih saja merengek dan memaksaku untuk mengikuti kemauannya.

"Ya udah, iya."

Setelah aku mengiyakan apa yang menjadi keinginannya, Syafina langsung masuk untuk mengemas sendiri barang yang mau ia bawa. Entah barang apa yang akan ia bawa.

Cukup beberapa menit persiapan, aku dan Syafina telah duduk siap di atas motor besar yang akan membawa kami ke sana. Namun sesaat sebelum berangkat, sebuah mobil akan berhenti tepat di depan rumah Mira. Sebelum berhenti, pemiliknya lebih dulu menurunkan kaca jendela untuk lebih dari sekedar menyapa.

"Mau kemana? Kok gak ngajak-ngajak?"

Raut wajah penasaran serta kecewa sedikit tersirat di balik kaca mata hitam yang saat itu ia kenakan ketika melihat kami akan pergi jalan-jalan tanpa memberitahu atau mengajaknya.

"Ini, Syafina dari tadi rewel, mau main air di pantai katanya."

"Kok gak ngajak-ngajak?"

Mira kembali mengulangi kalimat pertanyaannya, mungkin tersirat sebuah harapan bahwa aku akan mengajaknya.

"Ya, kirain kamu bakal pulang lama."

Aku tersenyum canggung untuk sekadar menutupi rasa bersalah karena tak memberitahu tentang kami yang akan jalan-jalan sore ini. Tak mendapat respon dari Mira setelah ucapanku tadi, akhirnya aku berbasa-basi untuk mengajaknya.

"Kamu capek gak? Mau ikut?"

Ekspresi Mira langsung saja terlihat berubah dari yang sebelumnya cemberut menjadi senyum malu sambil tetap menjaga imej.

"Emang boleh?"

Pertanyaan konyol yang seharusnya tak ia tanyakan, karena sejujurnya aku senang kalau ia ikut dengan kami sore ini. Aku hanya mengangguk tersenyum menjawab pertanyaannya.

"Tunggu bentar ya Sayang."

Aku tertegun mendengar Mira mengucapkan kata itu, entah kata itu ia tujukan untukku atau Syafina. Mira segera memasukan mobilnya ke garasi, dan tak berapa lama kemudian ia keluar dari pintu depan rumahnya. Setelah memastikan pintu terkunci, ia segera menghampiri kami.

"Gak apa-apa kan sayang bunda ikut kamu jalan-jalan?"

Mira memastikan kalau keberadaannya tak mengganggu, dan reaksi Syafina tentu saja semakin bersemangat ketika Mira ikut jalan-jalan dengan kami.

"Siap?"

"Berangkat."

Mira serta Syafina tampak begitu bahagia, sedangkan aku mungkin saja merasa lebih dari itu.

Perjalanan tak perlu memakan waktu lama, walau tak juga bisa disebut sebentar karena hampir memakan waktu satu jam.

Riak ombak serta sapuan angin menerpa dan menyapa seolah berkata "Nikmatilah aku, hadiah dari yang maha kuasa." Seulas senyum mulai terukir namun tak sesuai dengan apa yang ada dalam hati. Setitik ingatan masa lalu terlintas ketika saksi menjadi bukti bahwa aku pernah bahagia bersamanya. Nostalgia bagai pisau yang mulai kembali menggores luka yang perlahan terobati cinta yang baru, tak bisa dipungkiri bahwa ia takkan pernah terganti.

"Mas, ayo."

Mira saat ini mungkin tengah lupa rasanya lelah, ia dan Syafina sudah tak sabar ingin menikmati sejuknya ombak di sore hari. Aku lebih memilih melihat mereka menikmati hari ini, latar suasana cerah dengan matahari yang sesaat lagi akan kembali pada peraduannya begitu indah memanjakan mata.

Setelah Mira tak berhasil membujukku untuk bergabung bersama mereka, kini giliran Syafina. Ia menarik tanganku dan berusaha membawaku pada ombak tak pernah lelah berlari berkejaran tanpa henti, namun mereka harus kecewa karena langkahku tak pernah sampai ke sana. Aku duduk di atas pasir di ujung sapuan ombak yang hanya beberapa senti saja dapat menyentuh ujung kaki. Melihat mereka bahagia seperti ini, harapan tentang masa depan Syafina sepertinya akan berubah menjadi indah, ia telah menemukan apa yang seharusnya ia dapatkan.

Langit masih cerah walau di ujung timur ia telah kembali kelam bersama malam yang mulai datang bersama rintik air yang mulai membasahi wajah serta rambutku.

Mira dan Syafina menyiramkan air laut dari ombak yang menerpa mereka berdua padaku, namun aku masih tak tergoda dan hanya menikmati apa yang mereka lakukan. Hingga sepenuhnya langit menghitam, aku masih tetap seperti ini, mengenang apa yang pernah terjadi di tempat ini.

"Sayang, udah yuk, udah gelap."

Mira mengajak Syafina untuk berhenti namun ia menolaknya, ia masih ingin menikmati sejuknya air laut yang berubah menjadi dingin dengan terpaksa Mira menggendong Syafina untuk memaksanya berhenti. Sikap Mira waktu itu terlihat benar-benar seperti telah menjadi seorang ibu bagi Syafina. Beruntung Syafina tak membantah apa lagi sampai meronta, ia juga sepertinya senang mendapat perhatian dari calon ibunya.

"Udah yuk, cari tempat mandi sama sekalian makan."

Aku berdiri lalu membersihkan butiran pasir yang menempel di celana, kemudian membereskan pakaian serta perlengkapan mereka berdua untuk ku bawa ke tempat makan yang dimana di sana terdapat tempat untuk membersihkan diri dari air laut yang menempel di tubuh. Tempat itu tak jauh dari bibir pantai, tempat makan serta warung tak begitu besar namun menyediakan cukup banyak menu makanan khas daerah pantai. Dengan ramah, wanita pemilik tempat makan itu mengajak Mira serta Syafina menuju ke tempat membersihkan diri yang terdapat di samping warung. Seraya menunggu mereka selesai, aku memesan beberapa makanan serta minuman yang sebelum berangkat tadi Mira sempat mengatakannya padaku.

Sambil menunggu pesanan serta mereka selesai membersihkan diri, aku kembali melamunkan apa yang dulu pernah terjadi bersamanya, begitu indah namun sayang tak berakhir bahagia.

"Ayah."

Suara Syafina mengagetkan ku, ia kembali sendiri tanpa bersama Mira, hanya di antar oleh ibu pemilik warung saja.

"Loh, kok kamu sendiri? Tante mana?"

Syafina terdiam, rupanya dia meresapi dan berusaha mencerna apa yang aku katakan barusnan.

"Tante? Maksud Ayah, Bunda?"

Syafina menatap menyelidik, berusaha mengerti dengan apa yang ku maksud.

"Eh, iya sayang, maksud Ayah, Bunda."

"Bunda masih di sana."

Tangan Syafina menunjuk ke arah tempatnya tadi bersama Mira membersihkan diri. Tak lama setelah itu, Mira keluar dengan rambut basah tergerai. Untuk sesaat aku terpana melihatnya, ada perasaan yang tak biasa dari sebelumnya. Mungkin saja kalau kadar dari rasa sayang itu bisa di ukur dengan sebuah alat, pastilah angkanya bertambah dari sebelumnya.

"Kenapa?"

Melihatku sejak tadi terus menatapnya, Mira tersipu.

"Eh, gak kenapa-kenapa... kamu cantik."

Untuk pertama kalinya, aku benar-benar memuji Mira, penampilan yang biasanya sederhana kini tampak istimewa.

"Makasih."

Mira kembali tersipu, bahkan kali ini sepertinya ia smpai salah tingkah, karena setelah itu ia lebih memilih menyibukkan diri dengan Syafina.

Wangi makanan yang telah matang begitu menggugah selera, bau khas seafood bakar sungguh mengajak cacing-cacing dalam perut untuk berpesta pora, dan akhirnya malam ini akan berakhir bahagia, sebelum lusa yang akan menentukan segalanya.


Load failed, please RETRY

每周推薦票狀態

Rank -- 推薦票 榜單
Stone -- 推薦票

批量訂閱

目錄

顯示選項

背景

EoMt的

大小

章評

寫檢討 閱讀狀態: C23
無法發佈。請再試一次
  • 寫作品質
  • 更新的穩定性
  • 故事發展
  • 人物形象設計
  • 世界背景

總分 0.0

評論發佈成功! 閱讀更多評論
用推薦票投票
Rank NO.-- 推薦票榜
Stone -- 推薦票
舉報不當內容
錯誤提示

舉報暴力內容

段落註釋

登錄