下載應用程式
34.61% Duda? Hot Daddy / Chapter 9: Part 9

章節 9: Part 9

Angga Abimana.

Matahari mulai meninggi, terlihat dari cahayanya yang merambat melalui jendela hingga menerpa wajahku, hangat kurasa namun perlahan memaksaku membuka mata namun tak beranjak dari sana, rasa lelah masih membuatku harus bermnja ria pagi ini. Waktu telah menunjukan pukul tujuh lebih, aku mulai menggeliat mencari teman setiaku yang semalam telah ku isi daya hingga dia bisa hidup kembali. Setelah menunggu beberapa detik, tanganku terasa bergetar ketika notifikasi menunjukan ada beberapa pesan yang masuk, dilihat dari jamnya pesan itu dikirim dari semalam.

Dari sekian banyak pesan, hanya satu yang membuatku tersenyum.

"Akhirnya, aku ngerasain juga gimana rasanya mengawali pagi dengan senyuman." Gumamku dalam hati.

Aku tak membalas satu pun pesan yang masuk, mungkin nanti saja ketika aku cukup memiliki waktu luang agar aku bisa mengobrol dengan mereka.

Setelah selesai membaca pesan, aku memutuskan untuk segera mandi, jam di dinding seperti mulai merongrongku yang masih saja bermalas-malasan tak segera bersiap untuk pergi pada acara siang ini, namun baru beberapa langkah meninggalkan ranjang, dengan terpaksa aku harus segera balik badan untuk membukakan pintu pada seseorang yang telah mengetuknya tadi.

"Pagi."

Wajah dan suara yang sudah begitu ku kenal, sosok cantik yang tak asing lagi bagiku, namun kehadirannya di sini membuatku cukup terkejut.

"Ana? Ko?"

"Kenapa? Kaget ya?"

Aku tak menjawab pertanyaannya dan sepertinya tak perlu karena memang mungkin tujuannya memang begitu, datang dan membuatku terkejut.

"Aku gak disuruh masuk nih?" Ucapnya lagi, menyadarkan ku dari lamunan sesaat.

"Eh iya, masuk masuk, maaf berantakan."

Aku memperailahkannya masuk namun aku bingung mau menyuruhnya duduk di mana, karena di kamar kostan ku sama sekali tak ada kursi.

"Duduk di sini aja ya."

Dengan terpaksa aku menyuruhnya duduk diatas ranjang yang sama sekali belum aku bereskan.

"Oh iya, kamu belum sarapan kan? Ini aku bawain sarapan."

"Waduh, jadi ngerepotin nih."

"Gak ko."

Ana menyiapkan sarapan yang dibawanya untuk kami berdua, setelah itu dia membereskan tempat tidurku hingga benar-benar rapi, setelah itu kami menikmati sarapan yang sudah Ana siapkan.

"Ko kamu gak ngasih tau aku sih kalau kamu ada acara?"

Aku menghentikan sejenak menyuapkan sarapan ke mulutku sendiri, bingung dengan jawaban apa yang harur ku beri, yang pada akhirnya aku tak mengatakan alasan apapun.

"Mira juga gak dikasih tau ya? Soalnya dia ngehubungin aku semalem."

"Iya, gak ada yang di kasih tau ko." Jawabku singkat.

"Oh ya, kamu tau dari mana kalau aku di sini?"

Sebenarnya sudah sejak tadi aku ingin menanyakan hal ini padanya, hanya saja aku menunggu waktu yang tepat.

"Hhmm, aku ngehubungin penerbit buku kamu, karena aku fikir kamu pasti ada acara yang ada hubungannya sama launching buku baru kamu, ya kan? Jadi pas semalem aku tau dari Mira kalau kamu gak ada di rumah, aku langsung nyari informasi tentang kamu, pas udah dapet aku langsung ke sini deh."

Mendengar penjelasannya, sekarang aku mengerti semuanya.

Almira Shofia Prameswary

Setelah semalaman tak sanggup memejamkan mata, pagi ini terasa begitu berat, terasa sekali kalau kantung mataku membengkak. Sebelum beranjak untuk memulai aktifitas dan kewajiban, aku menyempatkan mengecek pesan yang ku kirim semalam untuknya, tapi ternyata pesan itu belum juga dibaca olehnya. Dengan perasaan setengah kecewa aku berjalan menuju ke kamar mandi untuk segera bersiap-siap.

Setelah selesai, aku segara berangkat. Dalam perjalanan, beberapa kali aku mengecek status pesanku untuknya dan ternyata pesanku telah dibaca olehnya namun sepertinya dia tak berniat membalas pesnku.

"Apa aku belum begitu berharga?" Gumamku dalam hati.

Ku tarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan berharap rasa kecewa ikut terbawa oleh nafas yang ku buang. Namun semuanya menjadi berbeda setelah setelah terdengar satu nada.

Ting.

"Maaf aku gak ngasih kabar, aku lagi ada kerjaan buat beberapa hari ke depan."

Senyumku mulai mengembang seiring kabar yang ku dapatkan. Segera ku balas pesan darinya.

"Gak apa-apa, emang kerjaan apa? Gimana kabar Syafina?"

Tak butuh waktu lama menunggu balasan pesan darinya, sepertinya kali ini dia sedang ada sedikit waktu luang sehingga bisa membalas pesanku.

"Dia baik-baik aja, tapi sekarang lagi di rumah neneknya."

"Loh, kirain Syafina ikut bareng kamu?"

"Enggak, kalau ikut nanti kasihan, gak ada yang jagain."

"Boleh minta alamat rumah neneknya? Kangen, pengen ketemu."

Aku sempat berfikir bagaimana keadaan Syafina ketika harus ikut dengan kegiatan pekerjaan ayahnya, dan siapa yang akan menjaganya, tapi syukurlah ternyata Syafina tak ikut bersamanya, setidaknya aku sedikit merasa lega.

Angga mengirimkan pesan alamat di mana Syafina tinggal saat ini, masih di daerah yang tak begitu jauh sehingga tanpa fikir panjang, setelah pulang kerja nanti aku akan langsung pergi ke sana untuk menemuinya demi mengobati rasa rinduku padanya.

Sampai saat ini ada yang cukup mengganggu fikiranku, yaitu tentang apa yang Angga kerjakan di sana. Setiap kali aku bertanya tentang apa pekerjaannya, dia tak pernah sekalipun memberikan jawaban yang jelas, tapi aku selalu berusaha berfikir positif dengan semua yang dia lakukan, aku yakin kalau dia orang yang baik.

Sore hari.

Pulang kerja sore ini aku begitu bersemangat, berbekal alamat lengkap yang Angga kirimkan, aku akan menemui Syafina yang sedang berada di rumah neneknya, tak lupa aku membelikannya sesuatu untuk dia dan neneknya.

Satu jam lebih telah berlalu namun aku belum juga menemukan alamat rumahnya. Hari sudah mulai gelap, sudah beberapa kali aku bertanya pada orang-orang disekitar, namun masih tak juga ku temukan. Aplikasi peta pada ponselku pun tak bisa di andalkan. Aku sedikit putus asa didera rasa lelah setelah semalam tak bisa memejamkan mata dan juga seharian bekerja serta hingga saat ini belum juga menemukan alamatnya.

"Pak maaf, mau numpang tanya, tau alamat ini gak?"

Aku berhenti pada sebuab kios kecil yang berada di pinggir jalan, untuk sekedar membeli air mineral sebagai penggati cairan tubuh yang keluar melalui keringat, sekalian juga untuk bertanya kepada pemilik kios tentang alamat yang ku cari.

"Oh ini, dari perempatan itu belok kiri mba, sekitar 300 meter lagi."

Akhirnya, setelah semangatku sebelumnya hilang, kini telah kembali karena sebentar lagi aku akan menemukan alamat yang ku tuju yang artinya aku akan segera bertemu dengan Syafina.

Setelah sekitar sepuluh menit perjalanan, aku tiba di depan sebuah rumah yang sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Angga namun rumah itu tampak begitu sepi seperti tak berpenghuni.

"Ini bukan rumahnya ya? Ko sepi?" Tanyaku pada diri sendiri.

Aku memasuki halaman rumah yang tak begitu besar namun sangat bersih dan rapi, pemilik rumah sepertinya begitu telaten menjaga kebersihan lingkungannya. Setelah berada di depan pintu ku coba untuk mengetuknya, berharap ada seseorang didalamnya, namun setelah beberapa kali ku coba hasilnya masih sama, tak ada seorang pun yang menjawabnya.

Semangatku yang sebelumnya kembali tinggi dan optimis kini harus berubah menjadi pesimis setelah alamat rumah yang ku temukan tak terdapat tanda kehidupan. Ku ambil ponsel dalam tas kecil yang ku bawa, bermaksud untuk menghubungi Angga dan menanyakan kebenaran alamat yang dia berikan, namun sebelum panggilan ku terhubung dengannya tiba-tiba saja...

"Tante."

Suara anak kecil yang sudah begitu ku kenal mengejutkanku memanggilku bersamaan dengan datangnya sebuah motor matic yang dikendarai oleh wanita yang membawa Syafina di depannya lalu berhenti di samping mobilku.

Syafina segera turun dari motor dan berlari menghampiriku, aku menangkap lalu menggendongnya. Aku begitu bahagia bisa bertemu dengannya, rasanya ada sesuatu dalam diriku yang begitu menyayanginya, seperti seorang ibu yang telah lama tak bertemu dengan anaknya sendiri.

"Tante ko bisa di sini?" Tanyanya polos.

"Tante kangen sama kamu sayang, kamu kangen gak sama tante?"

Syafina tak menjawab pertanyaanku, namun dia mengangguk mantap dan senang bisa bertemu denganku.

"Ini temennya Syafina ya?"

Wanita yang tadi datang bersama Syafina menghampiriku dan menggoda Syafina yang berada dalam gendongan ku.

Syafina tersenyum malu dan salah tingkah.

"Maaf bu, saya Mira, tetangganya Syafina."

Aku memperkenalkan diri pada wanita itu.

"Mila, oh ini yang diceritain Syafina? Pantes, orangnya cantik begini."

Mendengar pernyataan Bu Mila, aku merasa penasaran tentang apa yang Syafina ceritakan tentangku padanya. Syafina semakin malu dan memalingkan wajah dari neneknya untuk menutupi rasa malunya serta tangannya memelukku dengan erat.

"Emang dia cerita apa bu?"

"Ceritanya jangan di sini, masuk ke dalam dulu yu."

Bu Mila mengajakku masuk, namun sebelum itu aku terlebih dulu mengambil barang yang ku beli untuk mereka yang masih ada di mobil.

Bu Mila menceritakan tentang apa yang Syafina ceritakan padanya kemarin, selain itu dia juga bercerita tentang masa lalu Angga dan mendiang anaknya yang menikah dengan Angga yang tak lain adalah ibu kandung dari Syafina yang bernama Viona, Bu Mila juga menunjukkan foto mendiang Viona yang sangat cantik, kufikir memang pantas Syafina terlihat begitu cantik, karena ternyata kecantikan itu adalah warisan dari ibu kandungnya yang telah tiada. Ternyata masa lalu Angga begitu berat hingga dia menikah dan memiliki seorang anak namun ternyata cobaan itu tak berhenti dan justru malah semakin berat ketika harus kehilangan orang yang dia sayangi.

Waktu telah semakin larut, waktunya untuk ku kembali pada rumah ku sendiri.

"Tante mau pulang?"

Terlihat raut wajah sedih Syafina ketika tau kalau aku akan meninggalkannya.

"Iya sayang, udah malem, nanti tante kesini lagi."

Sebenarnya Bu Mila menyuruhku untuk menginap, namun aku menolaknya karena besok masih ada kewajiban yang harus aku jalani, selain itu aku juga tak membawa pakaian untuk ganti.

Aku memeluk Syafina sebagai perpisahan untuk malam ini, namun tiba-tiba saja terdengar suara tertahan darinya dengan irama sesenggukan yang mulai terasa, Syafina menangis tak mau ku tinggalkan membuatku merasa tak tega juga meninggalkannya, tapi tak mungkin juga aku mengajaknya karena khawatir ayahnya tak mengizinkan, jadi dengan terpaksa aku tega meninggalkannya.


Load failed, please RETRY

每周推薦票狀態

Rank -- 推薦票 榜單
Stone -- 推薦票

批量訂閱

目錄

顯示選項

背景

EoMt的

大小

章評

寫檢討 閱讀狀態: C9
無法發佈。請再試一次
  • 寫作品質
  • 更新的穩定性
  • 故事發展
  • 人物形象設計
  • 世界背景

總分 0.0

評論發佈成功! 閱讀更多評論
用推薦票投票
Rank NO.-- 推薦票榜
Stone -- 推薦票
舉報不當內容
錯誤提示

舉報暴力內容

段落註釋

登錄