"Termasuk diriku?" tanya Hazel bingung.
Zaidan mengangguk. "Ada sebuah kisah yang kamu lupakan, Hazel. Tentang cinta dan luka."
Hazel terdiam tak berkutik.
"Karena kamu sudah masuk dalam duniaku, maka aku akan memberi tahumu sebuah rahasia. Aku merupakan keturunan terakhir dari milliarder yang memiliki banyak hotel dan resort di Bali dan kota lainnya. Kamu pasti sudah pernah mendengar namanya, Gusti Surya Mahendra, dia kakekku."
Hazel membuka mulutnya tanpa suara. Tenggorokannya terasa tercekat karena fakta akan kehidupan pribadi seorang Zaidan Abriana. Dia benar-benar bentuk nyata dari pangeran dalam cerita dongeng rakyat yang melegenda. Struktur keturunan, kekayaan, dan kehidupan yang biasa terjadi film atau novel fiksi. Jika dunia yang dia tempati ini nyata adanya, sudah pasti Hazel akan menjadi wanita paling beruntung didunia karena memiliki kekasih sesempurna Zaidan Abriana.
"Wah, aku benar-benar terkejut. Amat sangat merasa terhormat mendapat undangan makan malam dari orang terkaya di Indonesia. Apakah aku termasuk wanita paling beruntung karena berhasil mengencani cucu dari keluarga Mahendra?"
Zaidan tersenyum dengan pandangan mata lurus kedepan. "Mereka bilang kamu adalah wanita paling beruntung karena telah berhasil mendapatkan aku. Sebenarnya akulah orang paling beruntung didunia karena telah mendapatkan kamu." Dia menoleh sekilas dan kembali fokus menyetir. "Aku malu jika harus membanggakan harta kekayaan keluargaku. Tak ada keringatku disana, jadi aku tidak bisa bangga diri. Meski beberapa tahun belakang ini pekerjaanku sedang bagus, tapi masih belum sesukses kakekku. Pekerjaanku hanyalah jurnalis sekaligus presenter berita, bayarannya sama seperti orang lain."
"Lalu bagaimana dengan fasilitas lengkap diapartmenmu?" tanya Hazel mengingat akan kemewahan apartmen Zaidan.
Pria itu tersenyum seraya menggaruk tengkuknya malu. "Aku menerbitkan beberapa buku yang berhasil menjadi best seller. Dan penghasilan terbesarku adalah bisnis dibidang kuliner, dimana aku memiliki beberapa restoran dihotel-hotel milik keluargaku. Mereka setuju akan pilihanku sebagai jurnalis dan membebaskan aku untuk memilih jalan ke masa depan. Karena tak memiliki waktu banyak untuk ikut membangun bisnis keluarga, maka dari itu aku menerima tawaran untuk memegang kendali direstoran. Atau lebih tepatnya aku mengeluarkan modal untuk membuat restoran."
Hazel berdecak kagum dan bertepuk tangan. "Aku kira keluargamu akan mengekang dan memaksamu meneruskan bisnis keluarga."
"Tidak ada perjodohan demi bisnis keluarga, pembatasan pergaulan, pekerjaan, dan hal-hal yang mengikat lainnya. Bahkan aku diberi kuasa untuk menikahi gadis yang aku suka. Itulah alasan kenapa aku membawamu ke Bali."
"Makan malam?" tanya Hazel. Karena sejak awal dia tahu kalau keluarga Zaidan mengundang mereka untuk makan malam.
Zaidan mengangguk dengan senyuman rupawan. "Makan malam hanya simbolis saja. Niatku membawamu kedalam kehidupan pribadiku tak lain untuk membuktikan bahwa aku serius akan hubungan kita. Aku serius akan ikrarku padamu."
"Ikrar?" tanya Hazel dengan kening berkerut.
"Heem." Zaidan meraih tangan Hazel dan mengecupnya mesra. "My eternal love is you."
"Seperti yang kamu katakan, apa yang telah aku lupakan delapan belas tahun lalu?"
Zaidan meliriknya sekilas. "Aku akan menceritakannya nanti."
~~~@~~~
Mansion Mahendra, Bali.
Tempat ini tidak bisa dibilang mansion biasa, karena rumah bernuansa putih ini lebih terlihat seperti istana kerajaan. Letaknya jauh dari keramaian, bukan tempat dimana biasanya para turis berlibur dan menikmati waktu luangnya di Bali. Mansion ini berada ditengah-tengah antara perbukitan dan laut. Gerbang utama berada disebelah utara dengan jarak 500meter menuju gedung utama bentuk mansion tiga lantai.
Dan disepanjang jalan menuju mansion, terdapat berbagai jenis pohon pinus dan tanaman hias lain yang terlihat begitu cantik. Disana juga tertepat halaman seluas satu hektar, dimana separuh lahan disulap menjadi taman dengan berbagai macam bunga dan beberapa bangku taman dengan cat putih. Ditengah-tengah taman terdapat air mancur yang menjulang tinggi, dengan patung seorang prajurit menunggangi kuda putihnya. Semua yang ada disana didomiansi dengan warna putih, termasuk lantai dan kolam air mancur yang mengelilingi patung kuda.
"Kita lupakan masalah tadi sejenak. Aku ingin membawamu kedalam duniaku, jadi berfokus pada satu hal saja." Pinta Zaidan sambil menunjukan pemandangan selama perjalanan dari gerbang utama menuju mansion keluarganya.
Hazel siap memasuki dunia Zaidan.
Tok! Tok! Tok!
"Silakan tuan." Ucap dua orang bodyguard sambil membuka pintu mobil.
Hazel hanya bisa diam membisu saat Zaidan menggandeng tangannya, berjalan beriringan memasuki mansion megah. Dan tepat didepan sebuah ruangan, Zaidan melepaskan tangan Hazel, memberi kode pada tiga orang maid disana untuk membantu membawakan barang-barang Hazel dan juga barang miliknya. Setelah itu keduanya berjalan memasuki sebuah ruangan yang biasa disebut fitting room.
"Silakan Tuan." Ujar seorang wanita muda dengan pakaian formal. Membawakan setelan jas hitam yang dilengkapi dengan dasi kupu-kupu warna senada.
Seperti biasanya, Zaidan hanya akan bertindak tanpa banyak bicara. Dia pergi memasuki sebuah ruangan untuk mengganti kaus dengan setelan jas hitam yang sudah disiapkan. Begitu juga dengan Hazel, seorang maid mempersilakan Hazel untuk berdiri didepan cermin. Tak lama kemudian dua orang asistennya datang membawa perlengkapan seperti alat pengukur berupa tali, majalah dengan berbagai macam contoh gaya fashion, dan juga beberapa contoh gaun yang dibawa langsung untuk dicoba Hazel.
Ini benar-benar baru untuk Hazel. Gaya hidup seperti ini belum pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya. Apalagi fakta bahwa Zaidan yang mereka sebut sebagai tuan muda––rupanya satu-satunya cucu atau keturunan terakhir dari pemilik mansion. Seperti dugaannya kalau Zaidan memiliki sisi misterius yang sulit untuk ditebak, terutama tentang kehidupam pribadi yang menyangkut masa lalunya
Serupa tapi tak sama, siapa dia sebenarnya?
"Princess Hazel!" panggil Zaidan tepat dibelakang tubuh Hazel. tersenyum penuh arti saat melihat kecantikan paras dan tubuh kekasihnya dari pantulan cermin.
Dress hitam selutut itu terlihat pas ditubuh ramping Hazel. Kulit putihnya semakin terlihat kontras dibalik dress hitam yang sukses menunjukan tulang selangka yang terkesan sexy dan manis secara bersamaan. Sepasang bahu sempitnya terekspos nyata, menunjukan sisi feminim dalam diri Hazel yang sangat jarang ia tunjukan selama ini. Sepasang kakinya terlihat jenjang karena high heels hitam yang suksem membuatnya semakin percaya diri saat berdiri disamping Zaidan yang memiliki postur cukup tinggi.
Zaidan meraih tangan Hazel dan menggandengnya bak pasangan pengantin. Berjalan berdampingan diiringi para maid dan bodyguard dibelakangnya. "So, my princess. I will show you the world."
"Silakan, Tuan." Ujar salah satu maid sambil menarik kursi untuk Zaidan.
Hal serupa mereka lakukan pada Hazel, perempuan yang masih terus membungkam mulutnya sejak pertama kali melihat meja besar beserta deretan kursi diruang makan. Zaidan bilang ruangan ini biasa dikhususkan untuk menjamu para tamu atau keluarga besar dalam acara-acara tertentu. Sedangkan hari biasanya mereka hanya menikmati sarapan dan makan malam dimeja yang lebih sederhana, dimana ruangan tersebut terletak lebih dekat dengan dapur utama mansion.
Dan yang kali ini Hazel lihat sepertinya tidak bisa dibilang makan malam biasa. Ini lebih pantas dibilang acara makan malam kaum bangsawan, dimana yang biasa Hazel lihat dalam cerita legenda kerajaan Inggris. Terlihat mewah dan megah, dimana satu meja panjang terletak diantara kursi dalam dua baris saling berhadapan. Meja yang terbuat dari kayu itu semakin terlihat klasik dengan berlapis kain berwarna merah, dimana ada beberapa lilin putih tersebat dibeberapa titik tepat ditengah-tengah sajian makan malam berbagai jenis.
"Mereka adalah tamu undangan kakek," bisik Zaidan tepat ditelinga kiri Hazel.
Hazel mengangguk pelan.
Sekarang perasaannya jauh lebih tenang, tak lagi secanggung beberapa saat sebelumnya. Diluar perkiraannya, ternyata orang-orang asing ini menyambut kehadiran Hazel dengan cukup baik. Mereka serempak berdiri dan memberi penyambutan dengan beragam cara sesuai adat dari negara asalnya, begitu juga dengan yang dilakukan Hazel dan Zaidan. Dan sejak saat itu juga ia mengerti kenapa Zaidan meminta Hazel memakai dress dan makeup semewah ini, alasannya tak lain karena mereka adalah peran utama dalam pesta yang akan diadakan malam ini.
"Apa kabar, Zaidan?" tanya seseorang yang baru saja datang didampingi dua maid dibelakangnya.
Zaidan menoleh kemudian berdiri untuk menyalami orang tersebut. "Baik, Kek."
"Dan ini?"
"Hazel." Zaidan memperkenalkan Hazel pada sang kakek yang saat itu tengah duduk diatas kursi roda.
Hazel tersenyum sambil menyalami kakek dari kekasihnya tersebut. "Hazel."
"Oh, ya, Hazel. Perkenalkan, mereka adalah keluarga besar kami sekaligus rekan kerja kakek dari beberapa negara. Ladies and gentlemen, I will introduce you are, this beautiful woman is my future son-in-law, Hazel."
Zaidan mengangguk. "She is my girlfriend."
Orang yang baru saja memperkenalkan Hazel sebagai calon menantu adalah kakek dari Zaidan. Pria bernama lengkap Gusti Surya Mahendra itu salah satu pengusaha tersukses di Asia, terutama Indonesia. Beliau juga pemilik salah satu Hotel di Jakarta, juga beberapa kota lain di Indonesia. Tak heran jika Mahendra mempunyai mansion semewah ini di Bali, karena Mahendra juga memiliki beberapa vila ditempat parawisata di Bali dan Lombok.
"Hazel, apakah kamu terlahir dari darah bangsawan?" tanya seseorang yang usianya jauh lebih muda dari Hazel.
Hazel menggeleng. "Tidak, saya hanya kaum menengah, terlahir dari keluarga biasa."
"Apa pekerjaan orang tuamu?" tanya wanita bergaun sexy dengan belahan dada rendah.
"Cinematographer."
Semua orang mengangguk mengerti. Suasana mendadak hening sebelum salah satu mulut berbisik dengan maksud menyinggung perasaan Hazel. "Kami kira kau terlahir dari darah biru seperti Zaidan."
Zaidan mengepalkan tangannya geram. "Ayah biologisnya seorang detektif polisi. Jadi, lebih baik jaga mulut kalian karena Oza Palupi selalu membawa borgol dan pistol kemanapun dia pergi."
"Polisi? Haha. Aku tidak takut dengan polisi. Justru polisi akan takut padaku karena aku memiliki banyak uang."
Hazel tersenyum kecut. "Jangan meremehkan seorang polisi. Saat kalian mendapat kesulitan dan kehilangan semua uang yang kalian banggakan itu, maka tak ada jalan selain menangis dikantor polisi."
"Jadi kau mengharapkanku bangkrut?" teriak perempuan bersuara nyaring itu.
"Kau yang memulai!" geram Zaidan membela Hazel.
"Dasar pasangan jal––"
PRANG!
Semua orang terdiam saat melihat Mahendra selaku tuan rumah yang tiba-tiba menjatuhkan sendoknya diatas piring. Menimbulkan suara nyaring yang sukses mengambil alih fokus suasana. "Perlu kalian ingat tentang peraturan diatas meja makan ini. Tak ada pembicaraan apalagi pertengkaran selama diatas meja makan. Aku mengundang kalian semua untuk makan malam, bukan makan gossip murahan dari mulut murahan kalian. Siapapun yang tak mau mengikuti peraturan dirumah ini, aku persilakan agar supirku mengantar kalian pulang saat ini juga!"
Hazel menunduk takut. Ekor matanya bergerak saat melihat tangan kiri Zaidan merayap dibawah meja, menggenggam tangan kanan Hazel, mencoba memberi kekuatan dan ketenangan pada kekasihnya. Salah satu keuntungan menjadi kekasih dari pria seperti Zaidan. Dia akan selalu ada disetiap wanitanya membutuhkan pertolongan. Tanpa ada perintah atau komando, Zaidan sigap dan cekatan memposisikan dirinya untuk Hazel disetiap kesempatan.
"Roast Meat, makanan kesukaan Zaidan." Ungkap Mahendra sambil menyodorkan sepiring daging iga sapi panggang kearah Hazel.
Hazel tersenyum seraya mengangguk pelan. Kedua tangan yang menggenggam pisau dan garpu itu terlihat bergetar, dia benar-benar ketakutan. "Te-terimakasih."
"Yorkshire Pudding dan Muffin, makanan kesukaan ibuku," bisik Zaidan. Menunjuk dua hidangan manis tepat didepan mereka.
Hazel kembali tersenyum. "Aku akan mencobanya."
Tak begitu banyak perbincangan atau pembicaraan yang terjadi diatas meja makan. Keluarga Mahendra ternyata memiliki aturan tersendiri saat diatas meja makan, dimana mereka hanya akan fokus pada makanan, sama sekali tidak berbicara membahas permasalahan keluarga atau hal lainnya. Dan rasa canggung perlahan pergi saat Zaidan memilih membisikan sesuatu yang bisa membuat kekasihnya relaks disisinya. Karena dia tahu, Hazel tidak terbiasa dengan suasana seperti ini, dimana mereka duduk dan menikmati santapan makan malam dengan beberapa koki juga maid yang berdiri berbaris disekeliling mereka.
"Princess, let me hold your hand on the dance floor." Zaidan mengulurkan tangan kanannya untuk membawa sang kekasih ke lantai dansa.
Hazel menutup wajah dengan satu tangannya, sedangkan satu tangan lain ia ulurkan untuk menyambut tangan Zaidan yang mengajaknya turun ke lantai dansa. Dia benar-benar takluk kali ini, melihat bagaimana Zaidan memperlakukannya bak putri kerajaan, menyentuh dan merengkuh tubuhnya penuh hormat. Ini adalah sisi baik Zaidan, sedari awal ia memang sangat sering memperlakukan Hazel begitu special, tanpa memerlukan alasan apapun dibaliknya.
Hazel tersipu saat beberapa pasangan dansa lain ikut bergabung bersama mereka, menari dengan hentakan kaki berirama diiringi lagu Everything dari Michael Buble sebagai pembuka. Hingga beberapa menit kemudian semua orang berganti pasangan tepat saat bergantinya lagu. Hazel menggeleng senang saat sepasang telinganya mendengar alunan music I Choose you dari Sara Barelles, dan beberapa alunan music lainnya. Hingga sampai dimana Hazel kembali pada pasangan pertama dansanya, Zaidan, tepat dilagu Your Song oleh Ellie Goulding.
Namun tepat lagu milik Jon Legend berjudul All of Me mengalun, Zaidan melepaskan tautan tangannya dipinggang Hazel, beralih menggenggam tangan sang kekasih dan membawanya pergi dari lantai dansa menuju tangga ke lantai dua. Hal ini sebenarnya sudah jadi pertanyaan besar dibenak Hazel sejak tadi, tepat saat Zaidan mengatakan bahwa beberapa tahun terakhir ini ibunya tak lagi duduk dimeja makan atau berkumpul bersama mereka. Entah hal apa yang telah terjadi sebelumnya, tapi Hazel benar-benar mengira kalau ibu dari kekasihnya itu tengah sakit keras.
"Where is my mom?" tanya Zaidan pada seorang wanita paruh baya berpakaian formal yang berdiri tegak dibawah anak tangga menyambut kedatangan Zaidan.
Wanita berambut blonde itu membungkuk kemudian berjalan meniti anak tangga ke lantai dua. Menunjukan sebuah kamar dengan papan nama bertulisan "Lidya Amora Clarck". Rupanya rumah ini telah dirombak, terutama untuk beberapa ruangan dilantai dua. Dan nama Lidya tak lain adalah ibu biologis Zaidan, wanita yang telah melahirkan Zaidan Abriana di Kanada 30 tahun lalu.
Zaidan melepaskan genggaman tangan Hazel dan meninggalkan gadis itu diambang pintu. "Mommy, I'm home."
Pria itu berjalan mendekati sang ibu yang tengah sibuk menata rambutnya didepan meja rias. Mengambil alih sisir ditangan Lidya dan menyisirnya perlahan kearah bawah, bergerak perlahan dari pangkal hingga ujung rambut, begitu lembut penuh kasih sayang. Rambut panjang berwarna kecokelatan, terlihat begitu cantik diusia sang ibu yang tak lagi muda. Sekarang Hazel tahu alasan kenapa Zaidan terlihat begitu berbeda dari pria lainnya, karena ternyata dia memang mewarisi darah bule dari ibunya.
"You look so beautiful, Mom."
Lidya tersenyum sambil mengusap tangan Zaidan dipundaknya. Menatap pantulan wajah sang putra didepan cermin. "Tanganmu terlihat lebih besar," katanya sambil menggenggam tangan sang putra.
"Where is your sister, Zaidan?" tanya Lidya sambil memutar tubuhnya menghadap sang putra.
"Why you go home alone? Where is Abriana?" tanya Lidya lagi.
Zaidan menunduk. Masih menggenggam erat tangan sang ibu. "Maaf, Zaidan gak bisa bawa pulang Abriana."
"Abriana?" bisik Hazel tak percaya. Kali ini ia mencoba mendekati dua orang didepannya. Dia mendengar secara jelas bibir Lidya menyebut Zaidan dan Abriana secara terpisah. Dan itu artinya mereka bukan hanya satu, Zaidan dan Abriana adalah dua orang yang berbeda.
Lidya menunduk seraya menatap ujung kakinya. "Kasihan Abriana, saudaramu pasti kedinginan disana."
Hazel tak tahan lagi. dia tak ingin terus menerus merasa gelisah karena rasa penasaran. Kini ia memutuskan untuk memasuki dunia Zaidan lebih dalam lagi, hingga memberanikan diri berjalan mendekati ranjang, ikut bergabung bersama Zaidan dan ibunya disana. "Kau ... kau wanita yang ada dimimpiku."
Zaidan dan Lidya menoleh bersamaan.
Lidya membulatkan matanya dan menarik tangan Hazel dalam genggaman, membawa tubuh perempuan itu kedalam pelukannya. "Oh putriku, Abriana. Kamu sudah pulang, Nak?"
Hazel terkejut saat mendengar Lidya memanggilnya Abriana. Wanita itu menganggap Hazel putrinya, saudara Zaidan. "Aku melihatmu memeluk putrimu dan menjatuhkan tubuh kalian kedasar laut." Hazel mendorong pelan bahu Lidya agar terlepas dari dekapannya. "Kau pembunuh."