Mobil Sunny terpakir tepat dihalaman yang sangat luas. Beberapa mobil sudah berderet memarkirkan diri dihalaman luas itu. Sunny, Jin Shim dan juga Seul Gi berdecak kagum saat ia menelusuri parkiran dan tiba disebuah halaman luar rumah yang mewah. Walaupun Sunny dari kalangan konglomerat namun ia bukanlah anak yang terbiasa menggunakan uang orang tuanya sehingga melihat anak SMA menggelar party sehebat ini dengan rumah semewah ini pastilah orang tuanya benar-benar memanjakan anak itu.
Mereka disambut oleh seorang asisten dirumah itu yang mengenali Jin Shim saat melihatnya.
"Kalian adalah penari hari ini bukan?", tanya asisten itu, "saya Asisten Geum, mari saya tunjukan ruangan ganti kalian".
Jin Shim memberi aba-aba untuk mereka mengikuti perempuan berdandan formal itu. Rambutnya diakat satu dibawah dengan sisiran yang sangat rapih. Ia memakai sepatu berhak tinggi yang menghasilkan bunyi ketika ia berjalan memimpin Jin Shim, Seul Gi dan Sunny.
Mereka bertiga diantar kesebuah ruangan rias yang lengkap dengan cermin rias, dan juga alat make up diatasnya.
"kalian boleh pakai alat make up ini namun tidak boleh dibawa pulang dan ini run down acaranya. Kalian harus tiba didekat panggung lima belas menit sebelum nama kalian dipanggil", tuturya dan ia menunggu anggukan dari Jin shim, "Saya tinggal dahulu. Jika butuh apa-apa, kalian boleh panggil pelayan tapi satu orang saja selain yang paling muda disini", matanya menatap ke arah Seul Gi, "selebinya kalian tidak boleh berkeliaran. Nanti pelayan akan datang memberikan makanan dan minuman. Apa ada yang ingin ditanyakan?".
Jin Shim merasa perempuan itu berbicara layaknya robot, ia menggeleng lalu Asisten Geum pamit dan menutup pintu dihadapan Jin Shim.
"Wow, perempuan itu pastilah sangat handal dalam mengurusi acara", ujar Sunny sedikit kagum dengan ketegasan perempuan itu.
Tidak lama kemudian, beberapa pelayan datang dan menyuguhkan makanan-makanan lezat dan juga minuman.
"permisi, apakah ada alkohol disini?", tanya Sunny yang langsung dapat tatapan menohok dari Jin Shim.
Pelayan itu mengangguk, "tunggu sebentar ya nona".
Jin Shim kembali menatap Sunny, "Kau ini. Inikan acara anak SMA!".
"Akukan hanya bertanya dan pelayan itu yang sepertinya berkata ada. Jangan salahkan aku dong".
Jin Shim menggeleng. Ia juga tidak habis fikir dengan pesta anak SMA ini. Mengapa ada alkohol, mereka semuakan masih dibawah umur. Jin Shim menatap Seul Gi yang tidak banyak bicara sedari siang saat mereka berkumpul ditempat latihan.
-
-
-
Jimin harus menyembunyikan handphonenya karena Suho tidak henti-hentinya menerrornya sedari siang. Tapi itu membuatnya tidak bisa memainkan handphonenya sedari siang. Jimin akhirnya mengaku kalah dan mengangkat telfon dari Suho.
"Kau begitu keras kepala yaa", sembur Jimin sebelum Suho sempat berkata apapun.
"kau juga haha kirimkan alamat rumahmu. Aku akan menjemputmu".
"nee. Aku akan mengirimkan pesan padamu", Jimin tidak bersemangat namun ia mengalah.
Setelah mengirimkan alamatnya, ia bergegas untuk bersiap-siap.
Suho sampai tepat setelah Jimin selesai memakai baju dan celananya. Walaupun ia malas tapi ia tidak bisa sembarangan memilih pakaian. Suho berdecak kagum dengan penampilan Jimin yang sangat membuat dirinya sempurna.
Lelaki itu memakai kemeja berwarna biru laut dengan celana putih dan sepatu putih. Rambutnya disisir rapih ke belakang dan Jimin memakai anting bulat dikedua telinganya. Ia masuk kedalam mobil dengan wajah sangat malas.
"Malas saja membuat penampilanmu seperti ini. Aku penasaran bagaimana jika kau antusias", ujar Suho saat Jimin masuk kedalam mobil dan duduk disampingnya.
"Aku pasti akan dikelilingi perempuan disana dan kau tidak akan kebagian", jawabnya membuat Suho tertawa dan ia pun tertawa.
"are you ready for the party? Lets Go!!!".
Mobil berwarna merah itu melesat meninggalkan rumah Jimin.
-
-
-
Lee Sung Kyu membuat seluruh teman-temannya berdecak kagum karena dirinya yang tampil sempurna dengan gaunnya, rambut panjangnya ia gelung memamerkan punggung belakangnya yang mulus. Ia tidak hanya mengundang teman-teman sekolahnya namun juga teman-teman agencynya. Sung Kyu baru saja diterima sebagai trainee model disebuah agency besar milik pamannya. Pestanya tergelar dengan mewah dan juga ramai.
Ia berdiri disebuah pilar yang didekor untuk dirinya dengan berbagai macam karangan bunga yang menjulang dan sangat indah. Pilar tersebut menghadap pintu masuk taman belakang, tempat utama pesta ini.
Sosok yang sudah ia tunggu akhirnya datang. Dari jauh saja Sung Kyu paham bahwa banyak yang menatap Jimin karena ia terlihat tampan dengan baju berwarna cerah. Ia seperti berlian yang gemerlap ditengah keramaian.
Sung Kyu menghampiri Jimin dan juga Suho yang memang mencarinya.
"Happy Birthday girl", ucap Suho disambut dengan senyuman Sung Kyu yang menerima.
Mereka saling berpelukan sebentar namun saat Sung Kyu ingin memeluk Jimin. Lelaki itu bergegas menjulurkan tangannya.
"Selamat ulang tahun Sung Kyu", ujar Jimin dengan tersenyum singkat.
"Terima kasih. Kalian berkelilinglah, nanti akan ada penampilan sexy sebentar lagi. Pasti kalian suka".
Suho tertawa dan ia sangat antusias dengan perkataan Sung Kyu. Jimin bergegas pergi meninggalkan Sung Kyu dan disusul Suho.
-
_
_
Seul Gi menatap handphone miliknya. Tidak ada satupun kabar dari Jimin. Rasa bersalah semakin menggerogotinya karena seharusnya hari ini adalah waktu dimana mereka seharusnya pentas bersama. Namun disinilah Seul Gi, menatap dirinya dari cermin dan tersenyum masam. Ia tidak punya pilihan selain membantu Ibunya yang sudah begitu susah karena dirinya yang sekarang sudah tidak bekerja membantu Ibunya.
Jin Shim selesai merias wajah Seul Gi. Ia puas dengan kemahiran tangannya dan juga bentuk wajah Seul Gi yang sudah sempurna sehingga tidak perlu tenaga berlebihan untuk meriasnya.
Sunny berdiri. Ia menatap dirinya sekali lagi dicermin, "Ayo sudah waktunya".
Suara musik semakin kencang dan diiringi dengan sorakan para tamu menyambut acara ulang tahun ini dengan meriah. Seorang Dj berkebangsaan asing memainkan musik. Jin Shim, Sunny dan Seul Gi sudah duduk dibelakang panggung. Mereka menunggu aba-aba dari Assisten Geum yang mengurus semua hal dipesta ini sepertinya.
Setelah musik berhenti, MC acara menyebutkan penampilan special dari para stripter, Seul Gi sedikit risih karena tidak biasanya mereka dipanggil seperti itu. Jin Shim juga mengernyitkan wajahnya namun Assisten Geum menyuruh mereka untuk naik ke atas panggung.
Mereka tidak punya pilihan, para penonton sudah menunggu dengan tepuk tangan saat tiga orang wanita cantik berdiri diatas panggung. Mereka memakai setelan gemerlap yang menunjukkan lekuk tubuh mereka yang indah, langsing dan juga menawan.
Jin Shim memulai tarian mereka lalu musik bermain dan mereka semua dengan kompak menari. Riuh seuara penonton semakin tinggi saat waktunya mereka free style. Mereka semua menlenggokkan tubuhnya dengan sexy.
Seul Gi menari dengan nyaman, ia merasakan debaran yang aneh. Sebagian dirinya merasa tidak nyaman. Perasaan ini tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia tidak menyadari bahwa seseorang menatapnya dan tidak berpaling sedikitpun, tatapan itu bukanlah tatapan antusias melainkan tatapan yang terasa tersakiti.
Jimin terkejut saat perempuan yang sekarang sedang disoraki itu salah satunya adalah Seul Gi. Wanita itu ternyata membatalkan lomba mereka untuk kembali menjadi penari seperti itu lagi. Jimin merasa hatinya sakit melihat Seul Gi melenggok dengan gemulai.
Setelah 3 menitan menari, musik pun berhenti dan MC naik ke atas panggung.
"Selamat malam semuanya...", salam sang MC lelaki yang memakai kacamata dan juga tuksedo hitam. "woah malam ini sangat panas ya apalagi ada tiga perempuan sexy dihadapan kita".
Seul Gi melirik kedua Eonnienya yang wajahnya sedikit bingung. Mereka tidak tahu bahwa akan ada sesi tanya seperti ini. Lampu menyorot panggung, memperlihatkan jelas mereka bertiga berdiri dengan pakaian sexy dan mengkilap. Seul Gi merasa tidak nyaman saat ini.
"Bisa kalian perkenalkan diri?", tanya sang MC pada Jin Shim yang menatap kedua temannya dan menyiratkan pandangan semua akan baik-baik saja.
Mereka bertiga memperkenalkan diri dengan singkat. Jimin memperhatikan dari jauh. Ia tidak ingin membuat Seul Gi mengetahui bahwa ia melihatnya.
Jimin menatap sekelilingnya yang terdapat anak sekolahnya dan semua bergumam mengenai Seul Gi. Jimin mengernyitkan dahinya, ia baru sadar apa Seul Gi tidak sadar bahwa ini acara pesta Lee Sung Kyu yang berarti akan banyak siswa siswi sekolahnya yang diundang. Apa mungkin ia tidak masalah dengan hal itu. Jimin juga tidak tahu.
Sang MC dengan riangnya menyambut tiga perempuan diatas panggung, "Apa ada lelaki yang ingin menari disini bersama perempuan-perempuan ini?", tanya sang MC dan sontak membuat para lelaki heboh, ia memilih salah satu lelaki.
"Wanita mana yang ingin kau pilih untuk menari bersamamu?", tanya MC pada lelaki bertubuh jangkung dan berkata nakal.
Si lelaki itu menunjuk Seul Gi yang tercengang. Seul Gi melempar tatapan pada Jin Shim yang juga bingung dengan situasi ini.
Musik pun mengalun dengan beat yang cepat. Si lelaki menarik tangan Seul Gi yang masih terdiam. Ia tidak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya. Seul Gi tidak menyukai lelaki yang menari dan berusaha dekat dengannya. Ia mundur satu langkah. Matanya ingin mengeluarkan cairan bening. namun lelaki itu tidak peduli dan tetap berusaha mendekati tubuhnya.
Dalam sekejap mata, Ia ditarik oleh seseorang dan dibawa turun dari panggung. Seul Gi tidak menyadari karena ia hanya menunduk, air mata mengucur dari matanya tanpa henti.
Sorak sorai penonton mengiri langkah kaki cepat mereka yang menerobos keramaian. Seul Gi benar-benar merasa kacau. Ia tidak sadar bahwa sekarang ia sudah berada dihalaman parkir.
"Naik", suara yang tidak asing memerintahnya.
Seul Gi menatap mobil yang ia kenal, sesuai dugaannya didalam mobil Park Ji Min sudah duduk dibalik kemudi. Wajahnya sangat masam. Ia memakaikan Seul Gi sabuk pengaman lalu tangannya mencari-cari sesuatu dibelakang dan ia membawa sebuah jaket yang lalu ia pakaikan.
Suasana begitu hening ditambah usaha sekuat tenaga Seul Gi menahan tangis akibat diperlakukan tidak baik diatas panggung. Melihat Jimin disampingnya semakin membuatnya terasa sakit akibat merasa bersalah mengenai perlombaan hari ini. Ia menyesali mengapa Jimin harus berada disana walaupun kalau bukan karena dia mungkin Seul Gi masih dipermalukan diatas panggung seperti tadi.
Dari kaca mobil Seul Gi sedikit terkejut karena salju pertama turun. Jimin mulai memasang wiper. Seul Gi tidak dapat menahan air matanya, ini pertama kalinya ia menangis dihari pertama salju turun di Seoul. Seul Gi mencengkeram jaket pemberian Jimin. Ia menundukkan kepalanya dan terisak perlahan.
Dari sudut mata Jimin mendapati perempuan yang ia cintai menangis. Ia juga tidak tahu harus bagaimana. Yang jelas Jimin sangat tidak menyukai pemandangan Seul Gi menangis. Tangannya reflek mencari tangan Seul Gi yang sedang melampiaskan cengekeraman pada jaket miliknya. Tangan lembut Jimin memasukkan sela-sela jarinya pada jari Seul Gi yang tidak dapat melawan. Ia tetap menutup suaranya, membiarkan Seul Gi memiliki waktu untuk menangis dengan nyaman.
Genggaman tangan Jimin membuat Seul Gi semakin mengeluarkan emosinya. Perasaannya campur aduk. Seul Gi membiarkan kali ini Jimin masuk lagi kedalam dirinya. Seul Gi merasa bersyukur memiliki Jimin disisinya tapi ia tahu bahwa ia tidak pantas mengenai hal ini. Ingin rasanya Seul Gi menghilang sekarang juga agar ia tidak perlu harus merasa bersalah pada Jimin dan juga dirinya sendiri.
-
-
-
Mereka tiba di rumah Jimin. Kedua orang tuanya sedang pergi untuk urusan bisnis jadi Jimin merasa inilah tempat yang lebih baik darimanapun. Seul Gi melihat keluar jendela dan tahu bahwa harusnya mereka tidak disini. Namun Jimin sudah membuka pintu mobil untuknya dengan sebuah payung untuk menutupi mereka dari salju yang turun.
Seul Gi merasakan dingin yang menusuk tubuhnya yang masih memakai baju sexy yang dibalut oleh jaket Jimin namun hanya berhasil menutupi hingga pahanya saja. Pada saat dipanggung ia tidak merasakan dingin ini karena baginya yang paling penting adalah penghasilan yang ia miliki namun semua berubah saat ia dipermalukan oleh sang MC dan juga lelaki hidung belang yang berusaha menguasai tubuhnya dengan tarian menjijikan.
Jimin dan Seul Gi akhirnya disapa oleh kehangatan dari rumah Jimin. Ia menutup pintu.
"Aku tidak bisa membawamu pulang dengan pakaianmu seperti ini. Masuklah dan aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi", ujar Jimin lalu ia menggiring Seul Gi agar duduk di sofa ruang keluarganya.
Jimin menyalakan lampu yang membuat rumahnya semakin terang dan hangat. Ia pergi entah kebagian mana. Seul Gi ingat bagaimana mereka pernah belajar bersama dan Jimin selalu membelanya. Ia juga ingat Jimin pernah mengerjainya habis-habisan untuk mengantar ayam goreng ke rumah ini.
Setelah beberapa menit menghilang Jimin muncul kembali dengan sebuah kimono berwarna hitam.
"Pakailah sekarang", Jimin berbalik agar tidak melihat Seul Gi melepas jaket dan memakai kimono. Ia tahu bahwa akan sangat tidak nyaman bagi mereka untuk melihat penampilan Seul Gi sekarang.
"sudah", Seul Gi berkata.
Jimin menelan salivanya saat melihat Seul Gi sudah siap dengan kimono putih yang menjulur hingga betis. Sialnya, ia hanya lelaki yang tetap tergoda dengan penampilan Seul Gi walaupun hanya dengan kimono putih miliknya. Rambutnya yang berantakkan membuat wajahnya yang sedikit sembab terlihat semakin menggemaskan.
"tarrawa".
Seul Gi mengikuti langkah kaki Jimin menyusuri rumahnya yang luas. Namun Seul Gi semakin sulit menemukan foto keluarga dirumah ini. Semakin dalam, rumah ini semakin terasa sepi. Hanya kesan mewah yang melekat. Pantas saja kalau Jimin sering merasa kesepian dirumah sebesar ini.
"Bagaimana dengan orang tuamu? Apa mereka baik-baik saja jika melihatku?", Seul Gi merasa takut jika bertemu dengan orang tua Jimin namun ia berpenampilan seperti ini.
"tentu tidak, mungkin kita akan dinikahkan", Jimin mengerlingkan matanya.
Seul Gi spontan memukul pundak Jimin dengan kencang.
"hahaha mereka sedang tidak di Seoul. Tenang saja", Jimin menjawab dan menghentikan langkahnya. Ia membuka pintu kamar mandi, "mandilah disini, aku sudah menyiapkan pakaian didalam. Kalau sudah selesai segera turun melewati jalan yang tadi dan ke dapur yang ada dibelakang. Aku akan menyiapkan makanan".
Seul Gi menarik tangan Jimin saat lelaki itu memutarkan badannya, mereka saling bertatapan, "terima kasih Jim".
Jimin mengusap lembut pucuk kepala Seul Gi, "Kapanpun", ia tersenyum lalu meninggalkan Seul Gi.
Jimin turun dan melangkah menuju dapur sembari membodoh-bodohi dirinya. Bisa-bisanya pada saat ini ia merasa tertarik dengan Seul Gi. Ia sedikit merasa bersalah pada dirinya sendiri karena telah membawa wanita yang sangat menggoda kerumahnya. Jimin berharap itu hanya reaksi normalnya sebagai lelaki. Ia sudah menyiapkan baju yang besar, pasti menutupi tubuh Seul Gi dengan sempurna. Begitu juga celana training olah raga milik ibunya.
Sembari menyalakan api, ia ingin memasak ramen untuk mereka berdua, Jimin yakin bahwa semua akan baik-baik saja. Jimin tersenyum saat mengingat Seul Gi berterima kasih dengan tatapan seperti anak kucing yang baru saja diambil dari jalan dan disayang oleh majikan baru. Jimin bahkan melupakan perasaan kecewanya mengenai perlombaan. Ia yakin pasti ada penjelasan dibalik semuanya.
Saat Ramen yang lengkap dengan sayuran dan juga empat telur rebus siap diatas meja. Sesuai dengan dugaan Jimin, Seul Gi terlihat lucu memakai baju besar dan juga training berwarna orange terang itu. Memang itulah tujuannya, ia tidak ingin berfikiran aneh-aneh saat mereka berduaan. Sekarang bukan saat yang tepat bagi Jimin untuk melakukan pendekatan.
Seul Gi duduk dikursi meja makan. Ia merasa baju dan celananya benar-benar membuat dirinya aneh. Ia juga menangkap bahwa Jimin menahan senyum melihatnya sembari menyiapkan panci, mangkuk dan juga air.
"Apa aku sengaja membuatku berpenampilan aneh begini ya?", tanya Seul Gi saat Jimin sudah duduk didepannya.
Jimin menggeleng, "aku hanya mengambil baju secepatnya karena aku tidak mau kau masuk angin".
Seul Gi mengangguk berusaha mengerti. Matanya membulat sempurna saat Jimin membuka tutup panci dan dengan sigap ia meraih tutup panci dari tangan Jimin.
"untuk apa?", Jimin bingung.
"Kau tidak tahu ya? Jika kau makan ramen, paling sedap jika memakai tutup panci sebagai wadahnya", jawab Seul Gi enteng, "terima kasih makanannya, selamat makan", suara Seul Gi menunjukkan bahwa ia sudah kembali menjadi dirinya sendiri.
Jimin tersenyum melihat perempuan didepannya cepat sekali merubah moodnya. Mereka makan dengan lahap. Seul Gi bahkan tidak meniup suapannya dan ia meniupkan asap dari dalam mulutnya.
"Makanlah pelan-pelan. Inikan panas", Jimin khawatir dengan cara makan Seul Gi.
Seul Gi hanya tersenyum, "neee".
Selanjutnya mereka makan dengan diam dan juga Seul Gi berusaha lebih pelan lagi. Jimin tidak pernah makan ramen dirumahnya ini. Sekalipun ia makan, ia hanya makan ramen restaurant yang ibunya pesan. Namun beruntungnya saat ia membuka kulkas milik pembantunya, banyak ramen berada, lengkap dengan sayuran dan juga telur. Ditengah salju turun, sangat sulit jika harus memesan makanan dari luar. Dan ia sudah melihat Seul Gi kedinginan. Jimin tidak menyangka mereka makan dengan lahap. Ramen instant terasa jauh lebih enak sekarang bagi Jimin karena ia makan bersama senyuman Seul Gi didepannya.
Mereka berdua bersendawa dan merasakan kekenyangan.
"woah... aku tidak pernah makan ramen selezat ini dengan bayak telur. Apa kau sering membuatnya?", tanya Seul Gi setelah meminum air putihnya.
"Tidak. Ini pertama kalinya".
Seul Gi mengangguk, "kau memang sangat berbakat. Baiklah sekarang giliranku mencuci piring dan menunjukkan bakat bersih-bersihku".
Jimin tertawa melihat ekspresi wajah Seul Gi yang tidak mau kalah. Ia membiarkan Seul Gi melakukan yang ia inginkan. Jimin hanya duduk di kursi bar yang menghadap langsung ke westafel dimana Seul Gi mulai membersihkan mangkuk dan panci kotor.
"Sebenarnya kau tidak harus mencuci, besok pembantuku akan datang".
"Tidak usah pamer! dan membuatku semakin berhutang budi padamu karena sepanci ramen dengan banyak sayur dan telur ini", jawab Seul Gi meledek Jimin.
Mereka berdua kembali diam dan sibuk dengan fikirannya masing-masing.
Setelah selesai, Seul Gi menyipratkan air ditangannya karena Jimin masih saja melamun memperhatikannya.
"ahh kau ini", keluh Jimin.
"haha lagian kau melamun terus", Seul Gi menarik nafas, "Jim... maafkan aku telah mengecewakanmu", ujar Seul Gi tiba-tiba.
Jimin mengatur duduknya kembali tegak dan melihat Seul Gi dengan lekat.
"Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana jika kau...", Seul Gi terhenti karena Jimin sudah berdiri disampingnya sekarang.
"Kita bicara diruang keluarga saja", ia menuntun Seul Gi pada sebuah ruang keluarga yang sangat nyaman.
Ada sofa empuk yang memenuhi sudut ruangan dan juga televisi lengkap dengan home theater. Ruang keluarga ini berhubungan langsung dengan taman rumahnya yang terlihat temaram karena hari sudah gelap dan juga salju lebih deras turunnya.
Seul Gi ingat lagi bahwa hari ini hari pertama salju turun. Jimin beranjak sebentar dan ia kembali dengan dua minuman hangat kalengan. Ia memberikannya pada Seul GI yang sedang duduk disofa yang dekat dengan pintu kaca.
"Jadi itulah alasan mengapa lomba kita batal?", tanya Jimin berusaha dengan suara bersahabat. Ia duduk disofa dan menghadap Seul Gi dengan bersandar pada lengan sofa hitam yang sangat nyaman.
Seul Gi menguatkan dirinya dan mengangguk, "maaf. Maaf karena tidak bisa bercerita denganmu".
Jimin masih diam karena tidak ingin menginterupsi Seul Gi yang terlihat masih berfikir untuk berbicara.
"Aku bukanlah orang yang mudah terbuka seperti yang kau tahu. Terutama mengenai keluargaku sehingga aku membatalkannya dengan sebelah pihak tapi hari ini kau menyelamatkanku dan entah mengapa aku menyesal tidak bercerita padamu dan harus membuatmu melihat kejadian memalukan itu".
Seul Gi menyesap coklat dari kaleng minuman itu yang membuat diriya semakin percaya diri untuk bercerita saat rasa hangat mengalir didalam tubuhnya.
"Orang tuaku sudah bercerai untuk waktu yang sangat lama. Aku mendengar beberapa hari yang lalu, Ibuku dimaki-maki oleh lelaki itu karena meminta biaya sekolah adik-adikku. Kau tahu bukan bahwa toko kami tutup selama Ibu habis kecelakaan. Aku belum mendapatkan pekerjaan sampingan hingga sekarang jadi saat ditawarkan pekerjaan ini, aku mengiyakan tanpa berdiskusi dengan siapapun".
"Ibumu tidak tahu?".
Seul Gi menggeleng, "Kalau Ibu tahu, ia bisa marah jika aku mengkhawatirkannya. Jadi maafkan aku karena meyembunyikannya padamu tapi aku tidak tahu bahwa ternyata maksud kami dipanggil ternyata bukan hanya menari. Aku bingung, itukan acara ulang tahun anak sekolah menengah akhir, mengapa bisa sevulgar tadi ya", Seul Gi bergidik saat mengingat lelaki gila tadi.
Jimin sekarang mengerti apa maksud Lee Sung Kyu mengundangnya namun ia akan menyelesaikan perempuan itu sendiri.
"Jimin... Kurasa kau harus menerima bahwa aku tidak bisa menjadi partner menarimu. Saat ini aku akan lebih fokus pada keluargaku"..
"Iya aku paham situasi mu Seul Gi. Jangan khawatir. Awalnya aku kesal tapi penjelasanmu membuat diriku mengerti semuanya. Kau tidak perlu meminta maaf".
Seul Gi merasa lelaki didepannya sangatlah baik.
"Aku tidak tahu jika tidak ada kau tadi".
Jimin menghampiri Seul Gi dan ia duduk dilantai menghadap Seul Gi yang masih duduk disofa dengan kaki menyilang. Seul Gi menatap Jimin yang sedikit mendangak untuk melihat Seul Gi.
"Entah kenapa, Aku merasa bahagia bisa menyelamatkanmu. Aku tidak rela jika seandainya aku tidak kesana dan entahlah apa yang terjadi padamu. Aku bahagia bisa mendengar ceritamu sekarang. Aku bahagia jika kau terbuka padaku. Dan aku bahagia jika ..."
Jimin tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena sekarang Seul Gi menempelkan bibirnya pada bibir Jimin. Berlatar belakang salju turun. Seul Gi merasa beruntung telah dipertemukan dengan malaikat penjaganya. Seul Gi tidak merencanakan ini semua namun hatinya yang menggerakkan dirinya untuk jatuh dalam hati Jimin. Lelaki yang tidak ia sangka hadir dalam hidupnya, masuk kedalam kesehariannya dan ternyata sudah lama bersemayan pada hatinya.
Hanya saja Seul Gi terlalu bodoh untuk menyadari. Terlalu merendah untuk mempercayai bahwa Jimin memang jatuh cinta padanya. Seul Gi tidak dapat menerima sebelumnya karena ia merasa tidak pantas namun ia tidak ingin kehilangan Jimin. Ia tidak ingin kehilangan malaikat penjaganya. Semua kebetulan pada mereka berdua membuat Seul Gi sadar bahwa Jimin adalah salah satu alasannya untuk tersenyum, untuk bersemangat dan juga merasa bahagia.
Jimin merasakan letupan kembang api pada dirinya. Saat Seul Gi melepaskan ciumannya, wanita itu menatapnya dengan penuh kasih sayang.
"Apakah tawaranmu masih berlaku?", bisik Seul Gi.
Jimin mengangguk dan memeluk Seul Gi. Ia benar-benar merasa bahagia saat ini. Kebetulan hari ini memang menyakitkan namun berbuah manis.
Hari ini, tepat saat salju turun, perasaan sakit yang Seul Gi rasakan untuk pertama kalinya terbayar dengan kenyataan dimana ia menyadari saat tadi ia sedang mandi bahwa ia bersyukur memiliki Jimin di sisinya. Ia bersyukur bahwa Jimin selalu ada untuk menyelamatkannya. Mungkin egois saat menyadari lelaki yang sangat hebat saat ada diposisi tidak menyenangkan seperti Seul Gi namun ia sudah lelah untuk pura-pura tidak tahu, pura-pura tidak merasa. Apalagi saat Jimin tetap memperlakukannya dengan baik hingga detik tadi saat ia berkata bahwa ia bahagia disaat seharusnya Jimin marah dan kecewa.
Sorot mata Jimin yang meluluhkan batu dikepala Seul Gi. Melelehkan bongkahan salju dihatinya yang dingin. Seul Gi bersyukur bahwa ia kebetulan dapat bersama dengan Jimin.
Jimin dan dirinya akan selalu menjadi kebetulan yang membawa kebahagiaan bagi mereka berdua.
***