Ia tahu perusahaan Biotenical itu adalah perusahaan yang besar. Tapi perusahaan mereka tidak lebih baik daripada perusahaan Agroemeda milik keluarganya. Mereka sama-sama berada ditingkatan yang hampir berimbang tapi tidaklah sama.
"Aku cukup terkejut mengetahui kau ternyata tahu lebih banyak tentang perusahaan calon tunangan--yang tidak kuakui itu, ketimbang aku yang adalah calonnya. Kurasa kau lebih cocok menjadi menantunya," seru Monica setengah bercanda.
Martha langsung melototinya.
"Kau pasti bercanda. Setelah kau lepas dari He-... maksudku mantanmu yang buruk itu. Kau sekarang telah mendapatkan tambang emas. Dan kau masih saja ingin mengeluh?" protes Martha tak percaya.
Monica benar-benar geli melihat tingkah Martha yang sangat tidak benar.
"Apa kau perlu bersikap berlebihan seperti ini? Dia bukan tambang emas. Tapi tambang lumpur bagiku. Licin dan kotor. Sesuatu yang sanggup menarikku jatuh jika aku tidak hati-hati," seru Monica asal karena mulai kesal.
Tapi ucapannya itu jelas tidak mematahkan anggapan Martha mengenai apa yang ia pikirkan. Sesuai dengan perkiraannya sejak awal, Direktur Hendra tidak mungkin sembarangan dalam memilih pasangan untuk cucunya. Beliau benar-benar menyeleksi calonnya itu dengan sangat ketat. Mendetail dan menyeluruh. Martha berhasil dibuatnya takjub.
"Jadi karena Kakekmu sudah menjodohkanmu dengan anak dari pemilik perusahaan itu, kau tidak mungkin akan menolaknya 'kan?" Martha sangat yakin ini adalah pilihan terbaik untuk Monica.
Tapi Monica membantahnya.
"Tentu saja aku menolaknya. Kau tidak suka dengan sikap, ucapan dan bahkan tingkah lakunya itu. Dia adalah pria dingin yang menyebalkan," seru Monica sambil mengingat-ingat kembali pertemuannya dengan Bryan.
Martha tak habis pikir. Bagaimana mungkin ada seorang wanita yang bisa begitu mudah menolak laki-laki sehebat itu, padahal ia yakin sekali pasti banyak wanita yang akan bersorak kegirangan jika ia mendapat kesempatan yang langka itu.
Jika itu dirinya. Jika ia berada di posisi Monica sekarang, ia pasti akan menerima perjodohan itu dengan tangan terbuka selebar-lebarnya. Tapi berhubung ia bukan Monica, dan dirinya saat ini sudah menikah dan sangat mencintai suaminya dan juga anaknya itu sekarang, maka tentu saja ia tidak akan mengutarakan pikirannya itu melalui ucapan..
Martha menyayangkan sikap anti-pati Monica yang menurutnya tidak seharusnya terjadi.
"Bukankah seharusnya jika temanmu menghadapi situasi dimana ia diharuskan melakukan hal yang tidak diinginkannya. Dipaksa melakukan sesuatu dan membuat penolakan, kau seharusnya mendukungnya? Aku tidak mengerti kau sebenarnya berada dipihak siapa. Kenapa aku merasa kau memojokkanku dan tidak sepaham denganku?" Monica menatap Martha dengan sikap superiornya. Ia menuntut pembenaran atas ucapannya.
Martha terkekeh.
"Aku hanya mencoba menyuarakan pendapat. Dan karena saat ini kita berada di negara demokratif, aku rasa ini legal untuk dilakukan." Martha mulai mengeluarkan taktik pembelaan dirinya. Monica memilih untuk menyerah. Ia sama sekali tidak berniat untuk beradu agumen dengan Si Pakar.
Martha langsung menyunggingkan bibirnya penuh rasa kemenangan dan menyudahi makanannya.
"Tapi apa benar dia semenyebalkan itu?" tanya Martha mulai penasaran dengan seberapa menyebalkan sikap pria yang sejak tadi mereka bicarakan.
Ia memang sedikit tidaknya tahu mengenai perusahaan keluarga calon tunangan Monica. Tapi ia sama sekali belum pernah bertemu dengan calon Monica itu. Berdasarkan desas-desus yang ia dengar, anak dari keluarga Lemus itu adalah pria yang cukup berpendidikan dan sopan. Jarang terdengar gosip yang buruk tentang pria itu mengingat keluarga Lemus hanya memiliki satu orang anak laki-laki yang sangat mereka banggakan.
Dan hal itu jelas terbukti dengan ucapan Monica yang mengatakan bahwa laki-laki itu telah lulus dengan nilai terbaik di salah satu universitas terbaik yang ada di Negara Hitam sana. Pria itu tidak hanya cukup berpendidikan, tapi sangat. Martha sungguh tidak menyangka ada orang yang sepintar itu di sekitarnya. Ya, walaupun tentunya mereka tidak saling mengenal.
Martha beranggapan bahwa Monica berpikiran buruk tentang calonnya seperti itu karena ia memang tidak pernah suka dijodohkan. Sehingga wanita ini cenderung menjudge buruk soal calon itu sesuai dengan suasana hatinya yang buruk tanpa diimbangi dengan fakta yang sebenarnya.
"Apa dia mengatakan atau melakukan sesuatu yang buruk?" tanya Martha kembali mencoba mencari letak permasalahan bosnya itu.
"Tidak. Tidak sampai seperti itu. Hanya saja, aku tidak suka dengan sikap arogannya itu. Pria itu bersikap dingin dan... entahlah. Aku tidak bisa melukiskannya. Yang bisa kukatakan hanya satu. Kami tidaklah cocok," jawab Monica to the point.
Ia tidak tahu apakah hal ini akan membuat Martha mengerti. Tapi yang pasti ia memang tidak pernah merasa cocok dengan Bryan. Laki-laki itu... terlalu tidak satu suara dengannya. Dan itu jelas membuatnya semakin tidak menyukai Bryan.
"Lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanya Martha yang memilih menyerah untuk mencari tahu tentang alasan ketidaksukaan Monica pada calonnya.
Sepertinya saat ini, ia harusnya lebih penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Monica untuk melawan Kakeknya itu. Martha yakin ini akan menjadi tontonan yang sangat menarik untuknya. Dua orang paling keras kepala di dunia akan saling beradu. Bukankah ini pastinya akan sangat menarik? Martha yakin ini akan menjadi hal yang sangat menyenangkan jika saja ia tidak mendengar ucapan Monica setelah ini.
Monica menatap Martha dengan senyum yang sangat lebar. Martha seolah mendapat firasat buruk.
"Tentu saja ini akan menjadi tugasmu. Pikirkan cara untuk menggagalkan perjodohan itu, segera. Aku tidak peduli dengan cara apapun. Selama itu bisa membebaskanku dari kungkungan pernikahan ini dengan cepat, maka aku akan melakukannya. Ingat! Untuk memikirkan ini baik-baik!"
Seperti seorang komandan yang mengembankan tugas darurat dan penting kepada jendralnya. Monica menepuk pundak Martha dengan sangat kuat beberapa kali. Martha langsung speachless dibuatnya.
Ia akhirnya menyadari bahwa sangat salah jika ia menanyakan pertanyaan itu tadi. Seharusnya ia tidak menanyakan pertanyaan bodohnya itu barusan. Lihat akibatnya sekarang. Pekerjaannya kini bertambah. Dan ini jelas bukan pekerjaan yang mudah. Ini menyangkut hidup dan juga matinya.
Ada tanda warning yang mendadak muncul dalam otak Martha.
Jelas bukan hal yang mudah jika ia harus berhadapan dengan Direktur Hendra.
Ia terkurai lemas.
Sementara Monica menahan tawanya di dalam hati.
"Kau tahu aku tidak akan sanggup bila harus melawan Kakekmu. Dia lebih mengerikan dari pada singa yang ada di hutan belantara. Apa kau sungguh akan melakukan semua ini padaku?" tanya Martha yang frustasi begitu mereka telah kembali ke kantor.
Dirinya telah bersikap baik dengan menghibur atasannya itu tadi. Tapi apa yang didapatkannya dari sikap baiknya itu? Sebuah musibah?
***