***
Penurunan suhu tubuh Devan dan sesak nafas yang dimiliki Devan. Devan merasa penglihatannya remang remang. ia melihat ke arah obat itu dengan susah payah menyeret tubuh lemahnya untuk tetap bergerak ke arah Axel. rintik hujan perlahan jatuh membasahi tanah dan rintik itu serasa menghancurkan tubuh Devan dengan tetesan tajamnya.
***
Deg
***
Sesak nafasnya semakin terasa parah ditambah dengan rasa dingin yang membuat tubuhnya susah bergerak. dengan susah payah Devan mengulurkan tangannya yang terasa sangatlah berat. Devan membulatkan matanya saat dirasakan jantungnya seperti sedang di remas. Devan segera mengubah posisi tangannya meremas kedua sisi dadanya yang tersiksa.
"h...s.. serahkan...ssh" Devan melihat lagi ke arah Axel. ia hanya tetap berada disana tanpa belas kasihan. Devan bisa melihat obat asma yang ada di tangannya itu. ia butuh itu sekarang. dengan susah payah Devan berusaha terus bergerak. dengan menyeret kakinya di tengah hujan deras yang terasa mematikan ini.
***
Deg
***
Devan terjatuh saat merasakan jantungnya terasa diremas kencang. dan ia merasa kalau kepalanya mulai pusing. dilihatnya tangannya yang menyentuh tanah guna menahan berat tubuhnya ditanah. tangannya yang kini memucat pasi dan gemetaran. Devan melihat ke arah depan. ia harus bisa. Devan dengan susah payah bangkit lagi dan kini berjalan bertatih tatih.
***
Deg
***
dadanya terasa begitu sakit. kedua matanya mulai terasa berputar dan semuanya terasa aneh. Devan berjalan menaiki jembatan itu yang beberapa kali ia terpeleset karena air. Devan melihat dengan sangat susah payah dan satu tangannya memegang pinggiran jembatan guna menahan tubuhnya dan satunya lagi terulur secara gemetaran ke arah Axel yang hanya berdiri disana. tinggal sedikit lagi. kumohon.
***
Deg!
***
Axel dengan begitu saja menaikkan obat itu sehingga Devan tidak dapat menjangkaunya. Devan linglung dan ia hampir saja terjatuh dari tempatnya. Devan melihat lagi ke arah depan dengan susah payah. nafasnya terasa begitu sesak. ia butuh oksigen. ia melangkah susah payah ke arah Axel dan lagi dan lagi...Axel terus saja berusaha untuk mempermainkannya.
"kau mau?" tanya Axel meletakkan obat itu di ujung jarinya di tepi jembatan yang mengarah ke jembatan.
"h..." Devan tidak bisa berbicara ia hanya mengangguk lemah. dan tatapannya tidak henti terpaut pada obat itu yang kini seperti hendak di jatuhkan oleh Axel dari genggaman tangannya.
"nah ambil sono!" seru Axel dan ia benar benar melepaskannya obat itu. Devan melihat saat obat itu dijatuhkan ke arah kolam besar dibawah sana.
***
Obat.
***
Devan berdiri dengan susah payah di atas jembatan melihat ke arah bawah. dan pikirannya hanya di penuhi dengan obat. nafasnya begitu sesak. semua orang tampak terkejut dan berteriak. tapi Devan tidak bisa berpikir apapun. pandangannya begitu ruwet dan pikirannya kosong hanya ada kata 'obat' untuk kebutuhan oksigennya. dan semuanya terjadi begitu cepat saat Devan tanpa pikir panjang segera melompat dari sana. tanpa dihentikan oleh siapapun. angin menerpa tubuh rapuh Devan dan seketika semuanya terasa lenyap saat ia memasuki air yang begitu banyak berada di sekelilingnya dan pandangannya untuk sejenak menghilang saat tubuhnya dirasakan menyentuh benda dingin itu.
***
Devan membuka matanya perlahan saat dirasakan tidak ada suara apapun. ia melihat dengan samar pemandangan bawah laut yang begitu tenang. air berwarna biru yang cantik dan tetesan air hujan yang perlahan jatuh diatas permukaannya. Devan bisa merasakan kalau dirinya tidak bisa bergerak. ia berada di kedalaman air. Devan melihat ke arah bawah yang kelam. ah tidak ada ujungnya rupanya. ia tidak bisa melihat bagaimana dasar kolam itu.
"..blub.." Devan bisa merasakan gelembung oksigen perlahan keluar dari mulutnya. ia melihat rambutnya yang perlahan berterbangan lambat dan tubuhnya yang perlahan tenggelam. Devan melihat dengan kedua matanya ke arah atas. hanya ada pemandangan cantik yang begitu mempesona. tidak ada suara ejekan ataupun suara apapun hanya ada suara air yang meredam semuanya. dan hanya dirinya yang ada disini. tidak ada siapapun.
***
"Kalau ada disini tidak akan ada yang membencinya kan?"
***
Ah sangat tenang...ia ingin berada disini selamanya...Devan perlahan merasakan nafasnya terasa semakin sesak. tapi ia tidak membutuhkannya lagi. Devan dengan perlahan menutup kedua matanya perlahan menikmati nikmatnya air yang terasa menggelitik tubuhnya. membiarkan air itu perlahan mematikan nya secara perlahan. mematikan segalanya dari setiap segi kehidupan yang tersisa pada tubuh Devan.
pendengarannya..
penglihatannya...
dan... terakhir nafasnya..
***
Sudah beberapa hari sejak kejadian itu. dan sekarang Devan sedang menempati salah satu kamar di rumah sakit. Devan melihat ke arah jendela luar dengan kedua mata kosong dan kepala yang di perban karena terkena batu keras yang terdapat dibawah air. Devan kini menderita penyakit asma dan anemia stadium akhir karena kondisinya. dan sekarang Devan mengalami hilang ingatan selamanya. itu di sebabkan karena mengalami benturan.
Dan adanya trauma atas suatu hal yang menyebabkan ia tidak bisa mengingat kejadian masa lalunya. jika diingat ia akan mengalami sesak nafas yang berkepanjangan dan terpaksa harus mengonsumsi pil penenang. biaya rumah sakit seumur hidup ditanggung oleh sekolah yang dianggap memiliki peranan tanggungjawab terhadap kondisi psikologis anak muridnya itu yang ikut ambil alih karena sama sekali tidak ikut campur dalamnya.
Kadang kala anak pendiam itu. ia mengambil buku kecil yang diberikan dokter kepadanya dan ia akan mulai menggambar disana. gambar apa saja akan dia lukis disana tanpa berkata sepatah katapun. setiap ia mengambar di kamar putih itu. ia akan mulai tersenyum tipis . dan itu adalah ekspresi pertama yang ada di wajahnya yang selalu tampak kosong dan datar.
Devan berhenti melihat ke jendela saat mendengar suara kursi roda yang masuk ke dalam ruangannya. Devan melihat ke arah wanita paruh baya yang tampak duduk di atas kursi rodanya. wanita itu tampak kaget melihat Devan dan ia mulai menangis di depan pintu yang menghubungkan antara ruangan itu dengan wanita paruh baya itu. Devan, pria tampan itu hanya diam menatap kosong wanita itu dengan kedua mata dan tanpa ekspresi apapun.
"Devan, nak!" serunya histeris saat melihat anaknya yang selamat. ia kesini karena mendengar kabar kalau anaknya mengalami kecelakaan. ia bersyukur ia tampak baik baik saja. meksipun ia tampak sangat ...ber-be-da...ibunya itu terdiam saat melihat Devan yang tanpa reaksi apapun. tatapan yang sama saat ia pertama kali bertemu dengannya. dan bibir nya yang mulai bergerak.
"Siapa..'Kau'?"
Dan sekali lagi....ingatannya hilang untuk selamanya. Keseluruhannya.
***
— 結束 — 寫檢討