31. Larut
Cinta dan benci itu sifatnya mengubah. Mengubah menjadi kebalikannya. Bahkan mengubah sosok yang mengalaminya.
***
"Alta kecelakaan pas malem minggu kemarin. Dia ngehindar dari mobil tanki, kepleset, terus nyusruk di aspal."
Sepanjang menunggu jam istirahat berakhir Lamanda tidak bisa tenang setelah mendapat informasi tentang Alta dari Raskal. Ia jadi gusar. Jantungnya berpacu cepat membuat tangannya sedikit bergetar. Raskal yang melihat itu langsung meletakkan botol air minumnya lalu duduk menghadap Lamanda.
"Lo nggak papa?"
Mungkin karena rasa sakit di dadanya yang mulai menjalar ke punggung sehingga Lamanda hanya membalasnya dengan anggukan pelan. Raskal bisa saja percaya jika saja ia tidak melihat darah keluar dari hidung Lamanda.
"Kai.. Kai!! Kaila ini temen lo kenapa?" ujar Raskal kelimpungan sambil menarik-narik rambut Kaila yang fokus memperhatikan tim cheerleadrlers latihan di bawah. Kaila menoleh dan hendak protes. Namun kemudian ia membelalak, hampir saja ia menyemburkan pop icenya ke arah Raskal.
Secepat kilat Kaila meraih handuk kecil milik Arsya yang berada di kursi tribun dan mendekati Lamanda. Lalu mengusap darah di hidung temannya itu.
"Lo mikirin apaan sih, Lam? Udah gue bilang jangan terlalu banyak pikiran yang bikin lo stress sampe mimisan gini."
Yang Kaila tahu bahwa jika Lamanda begini pasti panic disordernya kambuh. Sejak sadar dari kecelakaan beberapa tahun lalu, Lamanda memang sering bolak-balik psikiater untuk menyembuhkan sakit psikisnya itu. Terlebih traumanya. Setelah itu... tidak banyak yang ia tahu karena setelah itu Lamanda pergi ke Amerika.
Lamanda menahan pergerakan tangan Kaila. Ia menggeleng lalu menjawab dengan putus-putus. "Nggak..gue..nng--ghak ppapa."
Ia mengambil alih handuk dan menyeka darah keluar. Lamanda melihat ke arah lapangan, mencoba mengalihkan rasa sakitnya dengan mengamati beberapa anggota cheers melakukan flyer.
"Lo kenapa sih? Masih masalah Alta? Akhir-akhir ini gue sering lihat lo sama dia. Beneran kalian pacaran? Lo baru kenal dia loh," cerocos Kaila.
Lamanda menggeleng.
Lalu Raskal menepuk bahunya pelan.
"Udah lah jangan mikirin Alta, sekali-kali mikirin gue kek. Lagian dia nggak parah-parah amat lukanya. Yang ada motor gue yang riksek. Kampret banget dah Alta pake jatuh segala!" dumel Raskal. Ia mengipas-ngipas wajahnya dengan handuk kecil karena gerah sehabis latihan basket. Pandangannya tidak lepas dari Lamanda.
Lamanda memejamkan matanya. Raskal bilang Alta nggak kenapa-napa setelah dia bilang motor yang dikendarai Alta ringsek. Gimana bisa Lamanda percaya?
"Kampret lo! Temen lagi opname, doinya mau lo tikung," seru Satya yang tiba-tiba saja datang dan menjitak kepala temannya itu. Lalu ia duduk disamping Raskal.
"Karena nggak selamanya hidup gue itu lurus-lurus aja. Suatu saat pasti bakal ada belokan yang mengharuskan gue buat nikung."
"Bahasa lo anj*r. Geli gue dengernya." Lalu Satya menenggak habis botol mineralnya. Setelah itu ia kembali bicara. "Lo tuh jadi temen baikan dikit kek. Temen lo itu kakinya patah. Lagi sakit. Lo malah main belakang."
"Lagian kesel banget gue sama Alta. Gara-gara dia motor gue patah sana-sini. Sekarang dia kudu operasi. Gue minta doa kalian aja semoga motor gue masih bisa selamat," kata Raskal.
"Semoga Alta sama motor lo selamat dan sebagai gantinya, lo yang nggak selamat," ucap Kaila sadis. Telinganya serasa panas mendengar celotehan Raskal dan Satya sejak tadi.
Raskal langsung mengelap keringatnya dan meraupkannnya ke wajah ke Kaila. "Biar nggak kebiasaan."
"Ewhhhh!! Asinnn, Raskal!!!!" teriak Kaila histeris. Ia mengusap wajahnya berkali-kali karena jijik. Melihat itu Raskal menjulurkan lidahnya.
"Rasain."
Di sisi lain, perasaan Lamanda jadi makin tidak tenang. Ketakutannya itu jadi kenyataan sekarang. Seharusnya, ia lebih berusaha keras mencegah Alta untuk pergi waktu itu.
Lamanda mencengkram kemejanya saat merasakan kesulitan bernapas. Ia memejamkan matanya sebentar. Setelah itu berusaha berdiri.
"Mau kemana?" tanya Arsya yang baru saja naik dengan Keral di belakangnya.
"Kelas." Kemudian Lamanda cepat-cepat melenggang pergi meninggalkan teman-temannya.
Ia butuh obat.