Bagaimana rasanya mendapati bahwa dirimu tengah hamil? Bahagia atau sedih? Dan juga, bagaimana kamu memberitahukan keluargamu bahwa kamu sedang hamil?
Pertanyaan itu bergelayut di dalam pikiran Fenita. Entah dia harus merasa bahagia karena pada akhirnya dia akan mengabulkan salah satu permintaan mertuanya, Madam Vanesa. Atau dia harus bersedih karena sudah melanggar kontrak perjanjian nikahnya dengan Troy?
Dalam kebimbangannya itu, Fenita memutuskan untuk menyembunyikan kehamilannya. Dia tidak mau Troy mengetahui kalau dirinya hamil. Karena konsekuensinya akan sangat berat kalau dia sampai melanggar kontrak pernikahannya.
Tapi bagaimana dia akan menyembunyikan kehamilannya ini? Cepat atau lambat keluarganya akan mengetahui kalau dirinya hamil. Perutnya akan membuncit dan beberapa hal akan berubah. Fakta itu tidak bisa dihindarkan.
Seperti biasa, Fenita hanya bisa menangis dalam diamnya. Seharusnya dia bisa melewatkan satu tahun terakhir pernikahannya dengan tenang. Apalagi yang dia inginkan sekarang? Ibu sudah sembuh dan kembali sehat seperti sedia kala, panti juga sudah diperbaiki. Kehidupan keluarganya di panti asuhan pun sudah terjamin dengan sisa uang dimiliki oleh Fenita.
Tok tok tok.
"Fe, Mama nyariin tuh." suara Troy menyadarkan Fenita yang tenggelam dalam berbagai pemikirannya.
"Bentar." sahut Fenita dari dalam kamar mandi.
Setelah merapikan diri, Fenita berjalan menuju ruang makan, dimana mama mertuanya sedang menantinya.
"Kamu baik-baik aja, Sayang? Kok kayanya pucat gitu?" Madam Vanesa meyadari ada yang aneh dengan menantunya itu.
Dengan semangat Fenita menggelengkan kepala. "Im fine, Ma. Mama mau minum apa?"
"Kopi aja please." jawab Madam Vanesa yang telah berhasil dialihkan perhatiannya oleh Fenita.
Ketiganya lalu menikmati sarapan bersama.
"Kita harus menghadiri acara perayaan tahun baru sebentar lagi. Jadi pastikan kalian berdua datang. Oke?" Madam Vanesa mengingatkan akan agenda tahunan perusahaan.
Setiap tahun perusahaan mengadakan perayaan pergantian tahun bersama dengan seluruh staff perusahaan. Dan biasanya akan menjadi perayaan yang meriah. Fenita sedikit gugup menyam but perayaan itu karena ini kali pertama dia akan menghadirinya. Tahun lalu dia belum menjadi bagian dari keluarga Darren, jadi dia tidak menghadiri perayaannya.
"Harus, Ma?" tanya Troy sambil menyesap kopinya.
"Oh jelas. Disana kamu juga harus memperkenalkan istri kamu kepada semua orang."
Uhuk uhuk uhuk.
Entah apa yang dipikirkan Fenita, bisa-bisanya dia tersedak minumannya sendiri. Tampak sangat memalukan, untungnya kedua anggota keluarganya itu tidak terlalu mempermasalahkan.
"Kamu baik-baik aja, Sayang?" Madam Vanesa terlihat sedikit khawatir.
Fenita hanya bisa menganggukkan kepalanya. Perut dan tenggorokannya terasa sangat sakit karena tersedak.
Dengan penuh perhatian, Troy menepuk punggung Fenita agar batuknya segera mereda. Sayangnya itu membuat keadaan semakin memburuk. Fenita langsung berlari ke kamar mandi terdekat dan memuntahkan semua sarapannya.
Tak disangka, Madam Vanesa dan Troy mengikutinya ke toilet. Mereka terlihat sangat terkejut dengan apa yang terjadi.
"Fenita sayang, apa Troy melakukan sesuatu yang menyakitimu?" tiba-tiba saja pertanyaan itu terlontar. Membuat Troy dan Fenita sedikit salah tingkah.
"Ma, jangan berpikiran yang nggak-nggak deh. Emangnya aku bisa ngapain Fenita? Dia istriku, Ma."
"Aku baik-baik aja, Ma. Cuma kaget karena kesedak tadi. Maaf membuat Mama khawatir."
Sebenarnya Fenita ingin melontarkan pembelaan lebih banyak lagi, akan tetapi dia merasa itu belum saatnya. Salah-salah, nanti dia malah keceplosan dan membuat suasana kacau dipagi hari.
...
Malam tahun baru.
Fenita sudah beberapa kali ke kantor mengunjungi Troy sendiri. Apa lagi tujuannya kalau bukan mengantarkan baju ganti ataupun berkas yang ketinggalan. Beberapa staff yang satu lantai dengan Troy tentu akan hapal dengan wajahnya. Dan tak sedikit pula yang mengenali Fenita. Bukan, bukan sebagain istri bos mereka, melainkan sebagai asisten sang bos.
Malam yang spesial ini, Fenita mengenakan baju yang belum pernah dia pakai sama sekali. Gaun itu adalah pemberian mama mertuanya yang sudah lama bertengger di dalam lemari pakaiannya tanpa pernah disentuh. Hal itu dikarenakan Fenita bingung kapan saat yang tepat untuk mengenakan gaun panjang itu. Dan menurut Fenita, malam ini adalah acara yang cocok untuk mengenakan gaun tersebut.
Gaun berwarna hitam polos yang memeluk tubuhnya dengan pas terlihat memukau. Belum lagi belahan yang memanjang hingga atas lututnya, memberikan kesan seksi. Oh, ditambah bagian atas yang dibuat asimetris, menampakkan bahu Fenita. Benar-benar menggoda.
Tidak hanya Fenita saja yang menyukai dirinya sendiri dalam balutan gaun itu, tetapi juga Troy. Lelaki itu tak bisa menjauhkan pandangannya dari sang istri. Beberapa kali Fenita mendapati Troy tengah menatap dirinya dengan pandangan yang tak biasa. Atau itu hanya perasaan Fenita yang terlalu kegeeran?
Damn, upik abu jadi cantik banget kalo didandani. Bahkan bisa disandingkan dengan Belle. Suara hati Troy tak dapat dibendung lagi.
Karena merasa gugup, Fenita beberapa kali hampir terjatuh saat berjalan menuju main hall hotel Harison. Beruntungnya Troy dengan sigap menutupi kesalahan isteinya dengan memeluk pinggang Fenita dengan erat. Troy juga tidak mau Fenita mengalami masalah ataupun melakukan kesalahan dihadapan banyak orang. Reputasinya banyak dipertaruhkan malam ini.
Bisik-bisik para tamu undangan langsung terdengar riuh begitu melihat bos mereka menggandeng perempuan untuk menghadiri pesta yang diadakan perusahaan. Sebelumnya, Troy memang pernah membawa perempuan ke pesta, tapi itu beberapa tahun yang lalu. Dan gadis yang ada disamping bos mereka bukanlah gadis yang dulu pernah diperkenalkannya. Jelas perbedaan antara kedua gadis bos mereka sangat mencolok.
"Gandengan bos Darren cantik. Apa dia pacar beliau yang sekarang?"
"Cantik, tapi kok kaku ya?"
"Kayanya dia bukan dari kalangan elit yang selevel dengan bos."
"Omaigat, dimana bos memungut perempuan itu? Meski cantik tapi rasanya nggak sepadan."
"Money can't buy class."
Komentar pedas terus saja berdatangan. Kemanapun Fenita melangkah, sepertinya mereka akan selalu menemukan kekurangan Fenita. Ini benar-benar membuat frustasi. Pada akhirnya Fenita meminta ijin untuk ke toilet dengan alasan membenahi dandanannya.
Tapi ternyata, toilet adalah surganya para penggosip. Begitu Fenita masuk ke toilet, seluruh tatapan orang tertuju kepadanya. Setelah mendapat tatapan yang mengerikan itu, tatapan yang memindai setiap bagian tubuh Fenita, kini dia harus mendengar bisik-bisik yang lebih jelas lagi mengenai dirinya.
Tak ingin membuat curiga, Fenita segera keluar dari bilik toilet. Anehnya, disana hanya tertinggal seorang perempuan cantik yang sedang hamil. Tanpa sadar Fenita mengelus perutnya sendiri.
Suatu saat nanti, dia juga akan memiliki perut buncit itu. Meski bentuknya sedikit aneh, tapi Fenita tidak sabar untuk memiliki tubuh seperti itu. Sungguh indah ciptaan Tuhan yang sedang berjuang untuk mengantarkan anak manusia mencicipi keindahan dunia.
"Maaf, aku pikir tadi nggak ada orang." kata perempuan itu sopan.
Fenita hanya membalas dengan senyuman.
"Jadi, kamu istri Troy Darren?" perempuan itu berkata lagi.
"Iya. Dan anda adalah?"
"Belle Wijaya." tangan rampingnya terulur.
Belle? Apa dia Belle yang selalu diimpikan oleh Troy? Tapi dia terlihat seperti orang yang ada di dalam foto.
Sedikit canggung, Fenita membalas uluran tangan Belle. "Fenita Miracle."
Fenita tidak pernah membayangkan akan bertemu mantan kekasih suaminya. Mantan kekasih yang masih saja dipikirkan oleh suaminya. Bahkan masih dirindukan walaupun faktanya perempuan itu sudah memiliki laki-laki lain. Bahkan keduanya akan segera memiliki buah cinta bersama.
Dan kenapa dia bisa bertemu dengan Belle diacara perusahaan Troy? Apa dia secara khusus diundang atau dia menjadi bagian dari perusahaan ini? Atau pasangan Belle menjadi bagian dari perusahaan ini?
"Aku sudah menikah, dan seperti yang kamu lihat, aku mengandung anak suamiku." entah mengapa, perkataan Belle seolah mengandung makna lain. "Beberapa waktu lalu, aku bertemu Troy di Inggris, aku dan suamiku memang menetap disana."
Tak tahu harus membalas apa, Fenita hanya bisa tersenyum menanggapi.
Entah bagaimana ceritanya, keduanya lalu berjalan beriringan keluar dari toilet. Bagaimana cara Belle bercerita, membuat Fenita merasa bahwa perempuan itu bukanlah orang yang jahat. Bahkan Belle kini menggandeng tangan Fenita. Anehnya, Fenita tidak merasa keberatan tangannya digandeng oleh mantan kekasih suaminya itu. Mungkin karena Fenita merasa bahwa Belle sedikit mengalami kesulitan saat berjalan. Ditambah lagi dengan perutnya yang membuncit, tentu perlu usaha ekstra untuk sekedar berjalan.