Aleena yang menarik tangan Chelsea dengan sangat kuat membuat akhirnya Chelsea mau tidak mau untuk ikut dengannya. Entah apa yang akan dilakukan sahabatnya ini, setidaknya ia mengiyakan terlebih dahulu kemauan sahabatanya itu.
"Rexan, kenalin ini sahabat gue. Namanya—"
"Loh? Kamu?" Kata Rexan dan Chelsea secara bersama-sama.
Gerald memandangi Rexan dan juga Chelsea secara bergantian. "Kalian udah saling kenal?" tanyanya dengan penuh penasaran.
"Itu—"
"Iya waktu itu gak sengaja ketemu di bandara. Cuma sebatas itu aja," jelas Chelsea.
Aleena menggoda sahabatnya itu, "Lebih juga gapapa kok. Ga ada yang marah juga," katanya. "Gimana Rex? Cantik kan?" tanyanya.
Rexan mengangguk pelan, "Iya... cantik."
Mendengar jawaban dari Rexan seketika membuat Chelsea tersenyum kikuk.
"Yaudah, kalo gitu kalian ngobrol-ngobrol dulu deh. Inget ya, jangan macem-macem sama sahabat gue. Kalo enggak, gue tonjok," kata Aleena kemudian ia pun pergi dari hadapan mereka.
"Fix banget anaknya laki ini, udah kayak preman makin lama kelakuannya," ujar Jodie.
Chelsea pun bangkit dari duduknya setelah Aleena pergi dari hadapannya. "Maaf ya, mau ke toilet dulu."
"Mau dianter gak?" tanya Jodie.
Rexan menoyor kepala Jodie. "Lo mau ngapain? Jangan aneh-aneh." katanya. "Jangan didengerin Chels, emang rada-rada orangnya."
"Yaudah aku permisi dulu," kata Chelsea.
===
Tak lama setelah Chelsea sudah keluar dari toilet, ia tidak langsung kembali ke ballroom tempat acara ulang tahun sahabatnya itu. Gadis itu lebih memilih untuk mencari udara segar di roof top hotel itu.
Sesampainya gadis itu di roof top, angin segar langsung menyambutnya. Ia memejamkan matanya seketika, kemudian kembali membuka matanya lagi. Tiba-tiba saja perhatiannya terfokus pada seseorang yang sedang berdiri yang tidak jauh dari dirinya kala itu.
Ia mengenali orang itu dengan jelas, kemudian menghampiri orang itu. "Hei Rex," sapa Chelsea terlebih dahulu. "Kok kamu disini? Gak dibawah?" tanyanya lagi.
Orang yang bernama Rexan itu kemudian menoleh ke arah Chelsea, "Eh kamu?" katanya. "Iya, lagi pengen cari udara segar aja. Dibawah terlalu sumpek. Kamu sendiri kenapa ada disini?" tanyanya.
"Kurang lebih sama kayak kamu," balas Chelsea.
Chelsea pun duduk disebuah meja dekatnya, Rexan pun mengikuti Chelsea kemudian menuangi wine ke dalam gelas untuk diberikan pada Chelsea.
"Thanks." Chelsea menerimanya dengan senyuman.
Tiba-tiba saja gadis itu merogoh tasnya, kemudian mengambil sebuah kotak kecil dan memberikan kotak kecil itu pada Rexan. "Ini milikmu, kan?" tanyanya.
Rexan mengambil kotak itu dan membuka isinya, "Loh, ternyata cincin ini masih ada. Aku pikir udah hilang. Makasih ya," katanya.
"Iya sama-sama. Ngomong-ngomong, itu cincin untuk lamaran kamu?" tanya Chelsea.
"Well. Tadinya begitu, cuma batal," balas Rexan.
Chelsea yang menyadari adanya perbedaan pada raut wajah Rexan pun mengetahui bahwa ada yang tidak beres pada laki-laki itu, "Kalau kamu mau cerita, aku siap dengerin kok. Setidaknya beban-bebanmu gak kamu tanggung sendiri," katanya.
Rexan meneguk wine yang berada di gelasnya, kemudian menghela nafasnya panjang. "Aku diselingkuhin. Entah...," ia menggantungkan perkataannya. "Padahal aku kira she's the one tapi nyatanya gak gitu," katanya lagi.
"Percaya atau gak percaya, aku juga pernah ada di posisi kamu." Chelsea mulai bercerita, ia kembali mengingat kejadian yang membuatnya akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Indonesia untuk sementara waktu.
Rexan yang tertarik dengan cerita Chelsea kemudian fokus mendengarkan apa yang ingin Chelsea ceritakan.
"Kamu tau apa yang paling menyakitkan? Dia selingkuh dengan sahabatku sendiri. Dunia pada saat itu benar-benar rasanya berhenti begitu aja buatku, karena apa ya... cuma dia yang bisa menguatkan aku dari segala hal. Cuma dia yang mengerti aku, tapi ternyata begitu." Chelsea tertawa miris.
"Lalu gimana hubungan kamu sama mereka sampai sekarang?" tanya Rexan yang penasaran.
Chelsea menggedikkan bahunya, "Aku gatau, sejak aku pindah ke luar negeri, aku gatau kabar mereka lagi. Jadi yang tersisa cuma Aleena aja," katanya. "Eh ngomong-ngomong, maaf, malah jadi aku yang curhat bukan kamu."
"Gapapa kok," jawab Rexan.
"Tapi percaya deh, kamu pasti bisa menemukan perempuan yang jauh lebih baik daripada orang yang menyakiti kamu," kata Chelsea.
"Mendengar cerita kamu, rasanya kita punya banyak kesamaan dalam hidup ini. Entah kebetulan atau gimana," kata Rexan. "Udah udah, skip dulu cerita-cerita yang bikin sedih, sekarang kita seneng-seneng dulu. Cheers!" Rexan menyodorkan gelas wine nya ke hadapan Chelsea.
Chelsea tersenyum kecil, "Cheers."
Tak terasa malam itu mereka lewati bersama, mereka banyak bercerita satu sama lain hingga dua botol wine habis begitu saja. Mereka yang hampir tidak sadar pun akhirnya memutuskan untuk ke kamar hotel yang sebelumnya sudah dibooking oleh Jodie.
Sesampainya di kamar hotel itu, Rexan perlahan mendekati Chelsea hingga posisi wajah mereka hampir sejajar. Kedua tangannya memegang pipi Chelsea, "Kamu cantik dan kamu perempuan yang baik, Chels. Aku yakin, kamu pasti akan mendapatkan laki-laki yang baik juga. Aku yakin kamu akan bahagia," katanya.
Chelsea yang sudah hampir tak sadar hanya tersenyum kemudian menganggukan kepalanya. "Kamu juga."
Perlahan-lahan wajah Rexan mulai mendekati wajah Chelsea hingga kedua bibir mereka bertemu. Mereka berdua sama-sama memejamkan mata, menikmati cumbuan itu. Pakaian mereka perlahan-lahan ditanggalkan, hingga tubuh mereka tak ditutupi sehelai benang pun.
==Selanjutnya adegan 18++, jika belum cukup umur harap skip bagian ini, terima kasih==
Rexan menggendong Chelsea ala bridal style dan membawa gadis itu ke atas kasur berukuran king size di kamar hotel itu. Rexan menindihkan tubuh Chelsea dengan tubuhnya, kemudian ia mencium kedua kelopak mata gadis itu dan mencium kembali bibir Chelsea dengan lembut. Kemudian Rexan mulai mencium bagian telinga Chelsea dan leher Chelsea hingga memberikan tanda kemerahan disana.
Entah mengapa, jantung Chelsea rasanya ingin lepas dari tempatnya. Jantung Chelsea berdegup cukup cepat pada setiap yang dilakukan Rexan, namun gadis itu menyukainya.
===
Keesokan paginya Chelsea terbangun, namun nyawanya masih belum kembali pulih. Tangan Rexan masih melingkari di pinggang Chelsea. Rexan yang belum sepenuhnya bangun, merogoh kotak yang terdapat di meja nakas kamar hotel tersebut kemudian membuka isinya. Ia pun mengambil cincin itu dan mengenakan di jari manis Chelsea.
"Please don't go... and marry me. I love you so much," bisik Rexan tepat ditelinga Chelsea.
Chelsea tiba-tiba tersadar, kemudian menoleh ke arah Rexan. Seketika itu juga ia berteriak saat mendapati dirinya yang tidak berbusana sedikit pun dan langsung menutupi dirinya dengan selimut.
Rexan juga ikutan terbangun setelah mendengar teriakan Chelsea dan tersadar apa yang telah ia lakukan semalaman.
"Ki—kita semalam ngapain?" tanya Chelsea.
"Ak—aku juga gatau. Yang aku ingat kita di rooftop tapi kenapa..." Perkataan Rexan tergantung begitu saja.
Melihat Chelsea yang mulai mengeluarkan air mata, Rexan pun menghampiri Chelsea untuk berusaha menenangkan gadis itu. "Maaf... aku minta maaf. Ini semua salahku. Kamu jangan khawatir ya, apapun yang akan terjadi, aku janji aku pasti akan tanggung jawab."
Chelsea sama sekali tidak menjawab perkataan Rexan, ia pun bangkit dari kasurnya, mengambil pakaiannya yang berantakan di lantai kamar hotel itu dan langsung berlari menuju kamar mandi.
Dalam kamar mandi ia berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi kemarin malam, namun hasilnya nihil. Ia memandangi dirinya sendiri dalam cermin.
Hal bodoh apa yang sudah aku lakukan? batinnya.
Tiba-tiba fokusnya beralih ke cincin yang bertengger manis di jari kelingkingnya.
Dan kenapa cincin ini bisa ada di jariku? Chelsss lo udah gila! Batinnya.
Bersambung...
Happy reading guys! Jangan lupa untuk mendukung cerita ini dengan cara vote cerita ini ya, terima kasih!^^