Safira mengerjapkan matanya beberapa kali saat sinar mentari pagi menyapa pagi harinya yang suram anpa kehadiran Ryuji di sampingnya, berat itulah yang ia rasakan saat mencoba membuka matanya. Bagaimana tidak? Matanya bengkak karena tangis yang tak kunjung reda sepanjang malam, dia menatap bayangan dirinya sendiri dalam cermin besar di kamarnya.
Jelek, kaya ikan arwana. Gumamnya. Safira berjalan keluar kamar, ia menuruni anak tangga berharap akan menjumpai sang suami sedang memasakan sesuatu untuknya. Namun, harapan tetap hanya harapan karena ia tak kunjung menjumpai sosok yang ia cari meski sudah memeriksa keseluruh ruangan dirumah itu.
Seorang wanita paruh baya mengenakan daster bermotif bunga menghampiri Safira "selamat pagi nyonya, mau sarapan apa?" Tanya bik inem yang tak lain adalah ART di rumah Safira.