Buta Mata, Tak Nampak Jalan di dunia, Karena Tidak Nampak Cahaya. Tidak tahu, ke hilir atau ke hulu. Ambyar sekali perasaanku saat ini. Tidak bisa melakukan aktivitas apapun kecuali bekerja dan berbisnis. Hatiku beku , stagnan untuk cinta. Aku kehilangan cahaya. Aku harus mencari lagi cahaya itu. Cinta sejati seharusnya sudah ada di sampingku, namun aku membiarkan sang Dewi pergi.
Andai saja aku tidak egois, tidak gengsi, mungkin aku sudah melamar wanita pujaan hatiku karena dia sudah hidup seorang diri tanpa suami. Jika dahulu , dua tahun yang lalu, aku mengenal wanita ini, masih punya status istri orang lain, maka hari ini, aku seharusnya bisa berbahagia bersama dengan nya karena dia sudah bisa aku lamar. Namun entah mengapa tawaran yang datang di depan mata terkait calon istri, terlalu banyak. Hatiku menjadi mendua. Aku sempat terfikir untuk berpoligami. Namun, entahlah. Apakah mungkin aku bisa menikah jika hatiku selalu bercabang cabang.
Nuraniku selalu berontak , jika aku melupakan Rania. Aku harus mengakui bahwa aku pernah mengabaikan Rania dan sekarang ternyata dia lebih cantik dari semua wanita yang aku kenal. Dia lebih menggoda karena dia janda. Sedangkan wanita yang lain, karena masih gadis, justru aku tidak terlalu tergoda. Hidup bisa naik dan turun sedemikian cepat. Dahulu kala, ketika aku masih belum bertemu dengan ibu Rania, aku merasa bisa menjadi raja atas berbagai jenis wanita. Namun, tiba-tiba saat ini, aku selalu memikirkan ibu Rania setiap waktu. Bahkan, hampir 24 jam, aku selalu tidak bisa melupakan dia.