Edwin mencoba untuk memecah keheningan dengan menyatakan perasaannya "Bila... kalau suatau saat aku salah melangkah tolong kamu tetap disisihku untuk menjadi penunjuk arah yang benar ya, jangan pernah kamu diemin aku" Edwin meraih tangan Bila dan menggenggamnya " Bila ada sesuatu yang ingin ku berikan ke kamu, tapi janji jangan menolaknya" Edwin meminta.
"Apa sih?"
"Janji dulu"
"Ya....aku janji"
Edwin mengambil kotak kalung yang ia beli dan memberikan pada Bila, Bila kaget melihat kotak tersebut ia memandang Edwin dengan penuh tanya " ini apa kak"
"Buka aja"
Bila membuka kotak itu dan mengambil secaril kertas yang terlipat, ia membuka kemudian membaca, setelah membacanya Bila tersrnyum " kak... hadiah ini terlalu berlebihan," Bila berusaha mengembaalikan kotak itu.
"Aku mohon, tolong kamu jawap permintaan maaf ku, kalau kamu menerima kalung ini, itu berarti kamu memaafkan aku"
"Tapi kak...ini terlalu berlebihan"
"Ga.... ada yang berlebihan" Edwin mengbil kalung itu dan menaruhnya ditangan Bila.
Bila terdiam tanpa bahasa, ia bingung harus bersikap bagaiman, ia merasa tidak pantas menerima pemberian Edwin "tapi kak"
"Udah pake atau ga" Edwin sama sekali tidak memperdulikan protesan Bila.
Setelah memandang kalung itu cukup lama akhirnya ia meggerakan bibirnya "kakak ga mau makein?"
Edwin tersenyum mendengar jawaban Bila, dan segera berdiri untuk memakaikan kalung itu, walau dengan berat hati Bila akhirnya menerima kalung yang Edwin pasangkan di lehernya.
"Bila ini berarti kamu maafin aku kan"
"Iya kakak... aku maafin kakak, asal jangan ulangi lagi ya"
"Ok..."
Mereka melanjutkan untuk menghabiskan makanan, lalu pergi dari kafe tersebut, Edwin mengantar Bila pulang.
Pukul 15.35 mereka sampai di rumah Bila, setelah menganyarnya masuk dan berpamitan pada ibu Bila, Edwin segera berlalu krmbali menjalankan mobilnya menuju ke kostan.
Tiga jam Edwin melakukan perjalanan, tangannya sudah terasa pegal, setelah lima menit ia sampai didepan kostan segera ia memarkirkan mobil dan bergegas menuju kamar untuk beristirahat.
Edwin sedang terlelap karena kelelahan setelah shalat Maghrib ia tertidur diatas kasur dengan posisi terlentang menyamping kakinya pun masih dilantai.
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka seorang teman memanggilnya karena ada dua orang gadis yang mencarinnya.
Edwin keluar dari kamarnya dan menemui tamunya, ia meluhat Caca dan Vita sedang menunghunya, ditemani seorang teman kostnya mereka sedang nerbicara dengan santai.
Vita menoleh pada Edwin dan tersenyum manis dan segera bertanya " Win...kamu hari ini ga masuk kuliah, ga ngasih kabar juga, dari mana kamu?"
"Aku kemarin pagi pulang ke Wonosobo, ga tahu tiba-tiba pingin pulang" Edwin menjawab dengan muka yang masih acak-acakan.
" Kamu baru sampai ya, masih capek?" Vita bertanya sembari mengelus pudak Edwin setelah duduk disampingnya dengan manja.
Caca yang melihat kedekatan.mereka hanya tersenyum sinis, ia merasa cemburu namun berusaha untuk menyembunyikannya didepan Vita " silahkan kalian mesra-mesraan sepuasnya sebelum hubungan kalian hancur sehancur-hancurnya" kata-katanya dalam hati.
"Kalian ngapain ke sini?" tanya Edwin datar.
"Vita tuh yang ngajak, kangen kali sehari ga ketemu kamu" jawab Caca.
Edwin tersenyum mendengar ucapan Caca ia memandang Vita yang tersipu malu "Baru juga dua hari ga ketemu Vit" ledek Edwin.
"Apaan sih Caca ngaco deh"
Caca tersenyum sinis " jujur deh Vit, kamu tentang perasaan kamu"
Vita menundukan wajahnya dan menjauh dari Edwin, pukul 20.00 Vita dan Caca keluar dari kost Edwin dan pulang.
Edwin meraih ponselnya yang tergeletak diatas meja, ia membuka aplikasi BBMnya dan mengirim pesan pada Bila, ia ingat betul janjinya pada Bila dan taakan mengulangi kesalahannya mengacuhkan Bila atau wajah jutek dan sikap dingin Bila akan ia hadapi lagi, ia memang sangat menyayangi bila dan takut akan kehilangannya namun disisi lain ia belum bisa menepis godaan mantan yang memberinya sinyal-sinyal cinta.
Ia berpikir sejenak merasa bersalah pada Bila namun juga sayang jika harus menolak Vita yang menggoda.
Salsabila sedang membaca buku tentang akuntansi ketika Khafiz mendekat dan duduk disampingnya, Khafiz memperhatikan Bila yang sedang serius membaca, saat itu suasana kelas sepi karena sedang jam istirahat.
Bila menyadari kedatangan Khafiz ia menaruh bukunya lalu menyapa Khafiz yg sedang menatapnya tanpa berkedip "Fiz kamu kenapa?"
" Ga Bil, aku cuma lagi lihat bidadari" Khafiz menjawab dengan kaget.
Bila tak menjawab, ia melihat sekeliling kelas dan hanya ada mereka ber dua lalu berkata "Fiz makasih atas pujiannya, tapi ga seharusnya lho kamu berkata seperti itu"
"Aku tahu, tapi aku ga bisa membohongi dirikukalau aku sayang sama kamu"
"Khafiz didunia ini banyak sekali gadis yang lebih baik dari aku, coba deh kamu buka mata dan pasti kamu akan menemukannya"
Khafiz terdiam mendengar perkataan Bila yang jelas menolaknya sebelum ia menyatakan perasaannya.
" Fiz...lagian kamu tahu kan kalau aku sudah ga sendiri, masa kamu mau jadi orang ke-3 diantara kami, sayang banget kan cowok sebaik kamu kalau sampai di cap sebagai perusak hubungn orang"
"Bil...., aku tahu kamu sudah punya Edwin tapi dia bukan cowok sebaik apa yang kamu pikir"
"Maksut kamu" Bila bertanya dengan heran
"Bil... aku tahu akhir-akhir ini kalian kurang komunikasi kan? aku tahu penyebapnya, sebulan lalu aku ketemu Caca dia bercerita kalau Edwin sedang dekat sama mantan pacar pertamanya yang kebetulan kuliah ditempat yang sama, sebenarnya aku ga maslah dengan itu, mungkin mereka hanya berteman tapi" Khafiz berhenti sejenak lalu melanjutkan ucapannya " tapi beberapa hari yang lalu Fani cerita kalau kamu dan Edwin ada masalah, jadi aku berfikir mungkin itu penyebapnya, aku ga mau kalau Edwin sampai menghianati kamu, kamu terlalu baik untuk diperlakukan seperti itu"
"Kak Caca? dia tahu aku dan kak Edwin pa caran?" Bila dengan seriyus bertanya.
" Jelas lah Bil...dia kan teman Edwin"
"Oh....." Bila mengangguk ia ingat pesan Edwin bahw Caca sering melakukan hal-hal buruk bila Edwin punya hubungan dengan gadis lain, Bila berfikir mungkin saja itu hanya trik dari Caca agar untuk merusak hubungan mereka "Fiz makasih ya..., atas perhatian kamu tapi kalau ga ada bukti atau aku melihat sendiri, aku akan tetap percaya pada kak Edwin".
" Bila...., kamu ga percaya sama aku".
"Aku percaya sama kamu, dan aku berterima kasih atas perhatian kamu, kamu baik Fiz dan kamu pantas mendapatkan gadis yang mencintai kamu bukan aku"
"Ok Bil...mungkin kali ini kamu belum mempercayai kata-kataku, tapi jika suatu saat nanti kamu tahu kenyataan yang sebenarnya ingat ada aku yang akan menjaga kamu"
"Ya....makasih, kalau kak Edwin memang mengkhianatiku" Bila menjawab sabil mencoba menenangkan diri.
Khafis menepuk punggung tangan Edwin lalu meninggalkan Bila yang entah sedang memikirkan apa.
Bila berfikir mungkinkah kata-kata Khafiz benar "jika memang benar kak Edwin mengkhianatiku....ah....,Bila tenang percaya kalau kak Edwin ga mungkin melakukan hal itu" Bila menenangkan diri ia berfikir semua yang terbaik dan mengingat hanya dengan mendiamkan diri dari Edwin, Edwin sudah kalang kabut, tidak mungkin ia akan menghianatinya karna pasti Edwin sudah tahu resikonya.
Bila mencoba tersenyum dan berfikir sepositif mungkin, lalu melanjutkan membaca dan tak ingin memikirkan kata-kata Khafiz.
Bila percaya banget kalau Edwin tidak akan mengkhianatinya, bahkan sampai menepis informasi dari Khafiz.
Tapi Edwin justru semakin dekat dengan Vita, bisakah Edwin menyembunyikan kenyataa pada Bila, atau ia akan menghindari Vita dan tetap setia pada Bila dan selalu menepati janjinya.
Ditunggu bintang dan votenya ya kak.
Biar tambah semangat lagi saiyanya.
Happy reading.