Matahari sudah terbenam, jadi kami kembali ke penginapan dan berfokus pada pengobatan luka Raphtalia.
Aku menuangkan air suci ke botol yang berbeda agar aku bisa menggunakannya untuk membasahi perbannya. Dan kemudian aku melilitkannya pada tubuhnya.
Ada desiran halus, dan asap hitam perlahan-lahan keluar dari perban itu. Kulitnya kelihatan jauh lebih baik, tapi sepertinya akar dari kutukan itu masih ada di suatu tempat. Kalau kami terus melakukan pengobatan, lukanya pasti akan sembuh.
"Apa kamu baik-baik saja?"
"Oh, ya. Itu seperti... Itu agak... gatal, dan otot-ototku lemas. Rasanya aneh."
"Oh...."
Aku ingin dia baikan sesegera mungkin. Terutama mengingat bahwa akulah yang melukai dia.
"Tempat-tempat yang kamu obati terasa jauh lebih baik daripada yang mereka obati, Tuan Naofumi."
"Senang mendengarnya."
Aku ingin dia sembuh total. Berapa lama yang dibutuhkan?
"Itu nggak adil! Mbakyu bermanja-manja dengan Master sendirian!"
Filo tau bahwa kami berusaha menyembuhkan kutukan yang diderita Raphtalia, tapi dia nggak pernah melewatkan kesempatan untuk meneriakkan sesuatu yang menjengkelkan.
"Kami nggak bermanja-manja!"
"Dia benar. Kami berusaha menyembuhkan luka Raphtalia."
Bermanja-manja? Apa yang dia pikirkan? Oh yah. Dimana dia mempelajari kata semacam itu? Selain itu, kami nggak bermanja-manja. Aku dan Raphtalia nggak punya hubungan semacam itu.
"Oh.... karena Raphtalia hitam?"
"Aku nggak bilang begitu."
Mereka menjadi teman baik.
"Yah, gelombang berikutnya akan segera terjadi. Gimana kalau kita kembali ke Kastil Kota, mengambil barang-barang baru dari pria pemilik toko senjata, dan kemudian memakainya?"
"Baiiiiiiiiik!"
"Ide bagus. Kita sangat sibuk belakangan. Istirahat sebentar rasanya akan bagus."
"Ya, itulah yang aku pikirkan."
"Master, apa kau akan membuat makanan untuk kami?"
"Tentu. Mungkin kita bisa meminjam lempengan logam dari toko senjata lagi."
"Yay!"
Kami menghabiskan malam dengan berusaha menyembuhkan luka Raphtalia, dan kemudian tidur.
Setelah beberapa hari pemakaian air suci secara rutin, Raphtalia telah sepenuhnya sembuh. Aku lega bahwa air suci itu bekerja dengan cepat.
Kamu memutuskan untuk menghentikan kegiatan perdagangan keliling untuk sementara dan kembali ke Kastil Kota untuk melihat barang seperti apa yang dipersiapkan pemilik toko senjata untuk kami.
Gelombangnya nggak lama lagi akan datang, jadi ini adalah saat-saat terakhir yang kami miliki untuk melakukan persiapan secara sungguh-sungguh.
* * * * *
Kami sampai di toko senjata tepat saat dia membuka tokonya.
"Bocah, kau datang pagi sekali."
"Kurasa. Gimana hasilnya?"
"Lihatlah."
Pria tua itu berjalan ke belakang toko dan kembali sambil tangannya penuh dengan equipment baruku.
Itu terbuat dari beberapa tulang naga dan chimera: Bone Mail... Terlaualii bahwa itu terlihat hampir sama persis dengan equipment yang sudah memiliki.
Itu kelihatan seperti sesuatu yang dipakai anggota geng.
Sejujurnya, dari kejauhan itu terlihat sama persis seperti armorku saat ini. Selain armor itu memiliki beberapa bagian yang mengkilap, dan beberapa warna disana sini.
"Pak tua, apa kau mencoba mengubahku menjadi bos dari sebuah tim bandit?"
Kurasa itu karena dia membuathya dari bagian-bagian armor bandit, tapi itu akan bagus kalau dia membuatnya agak berbeda.
"Huh? Apa yang kau katakan, bocah?"
Apa aku harus memakainya? Aku tau ini adalah sebuah dunia fantasi, tapi ini mulai terasa seperti semua pakaianku memiliki penampilan penjahat.
"Kau sebut aka armor itu?"
"Yah, ini semua buatan khusus, jadi aku bahkan nggak tau. Gimana kalau Barbarian Armor +1?"
"Kurasa +1 itu nggak betul-betul cocok dengan semua yang telah kau lakukan."
Armor yang sebelumnya berbahan kain seperti jean, telah digantikan dengan kulit naga, yang mana terlihat seperti karet hitam mengkilap.
Di sekitar dada ada lempengan logam. Itu nggak betul-betul kelihatan berbeda.
Barbarian Armor +1</br> Defense up
Ketahanan serangan (medium)
Resistensi api (kuat)
Resistensi kegelapan (kuat)
Pemulihan HP (lemah)
Magic up (medium)
Pemrosesan pertahanan sihir: pemulihan fungsi secara otomatis
Armor itu disertai banyak resistensi.
Pemulihan otomatis, kurasa itu sudah jelas. Mungkin skill itu akan memperbaiki diri jika rusak.
Kalau armornya disertai dengan begitu banyak fungsi, aku mungkin nggak akan melepasnya.
"Ada apa, bocah?"
"Kurasa mungkin kau mengharapkan sesuatu dariku."
Pasti ada suatu alasan kenapa dia membuatkan pakaian seperti ini. Apa dia mau orang berpikir aku adalah seorang kriminal?
"Master, apa kau akan menunggangi aku dengan berpakaian kayak gitu? Kuharap begitu! Coba tebak? Aku menemukan beberapa kaca mata hitam. Kurasa akan menyenangkan untuk bepergian kalau kita memakai ini."
Filo menatapku, matanya berkilauan. Ada apa dengan dia?
"Bocah. Saat gadis burung itu dalam wujud manusianya dan dia bilang 'tunggangi aku', akan ada salah pengertian."
"Diam! Kau tau kami nggak bermaksud kayak gitu!"
Aku penasaran, apa yang dia pikirkan saat membuat armor adalah suatu cara untuk membuatku jengkel? Apa ini semacam lelucon bagi dia?
"Ada apa, bocah?"
Kurasa bukan. Kayaknya dia cuma bermaksud baik saja.
"Oh, um... Nggak ada. Aku akan menerimanya."
Raphtalia berdiri disamping, mengatakan seberapa kerennya penampilanku. Terserahlah.
Kalau aku berjalan di kota berpakaian kayak gini, aku akan sangat mencolok.
* * * * *
"Baiklah, apa yang harus kita lakukan?"
Kalau kami ingin menjadi lebih kuat, kami harus mencari cara untuk mengubah kelas untuk Raphtalia dan Filo.
Saat gelombang tiba, kami secara otomatis akan dipindahkan. Meski begitu, kenapa nggak gunakan saja waktu kami untuk melakukan perjalanan ke negeri sebelah dimana kami bisa menghasilkan uang dan naik level sedikit?
"Kita masih punya waktu sebelum gelombang datang. Raphtalia, Filo, apa kalian ingin aksesoris?"
"Aksesoris?"
"Ya, untuk melengkapi equipment kalian. Kurasa kita bisa mendapatkannya cukup mudah."
Aku membulatkan pikiranku untuk memberi mereka hadiah untuk upaya mereka. Ini adalah saat yang tepat untuk melakukannya.
"Raphtalia, kamu sudah diusia dimana kamu mungkin mulai peduli dengan hal semacam itu, kan?"
"Aku.... Uh...."
"Aku jugaaaaaaaa!"
"Aku tau. Itu sebabnya aku bertanya pada kalian berdua apakah kalian ingin sesuatu."
Raphtalia kelihatan seperti dia agak tertegun. Apa yang kukatakan betul-betul mengejutkan?
"Apa kau tau apa yang kuinginkan? Sebuah jepit rambut!"
Jadi Filo ingin jepit rambut? Itu mengejutkan... kupikir dia akan meminta pelana atau semacamnya.
"Jepit rambut? Kenapa?"
"Itu nggak akan menjepitku saat aku berubah wujud!"
Kurasa dia masih kuatir mengenai itu. Terserahlah, kalau dia memakainya di kepalanya, dia akan baik-baik saja.
Dan mempertimbangkan seberapa mudanya dua saat dia dalam wujud manusia, itu tidaklah aneh.
"Raphtalia, kamu mau apa?"
"Aku? Hmm....."
Dia memikirkannya sebentar sebelum menatapku dan menjawab.
"Aku ingin sebuah gelang. Tapi aku mau gelang itu diimbuhi dengan efek pemakaian."
"Apa?"
"Aku ingin sesuatu yang akan mendukung kemampuanku, Tuan Naofumi."
Apa yang dia isyaratkan? Dia menanggapi secara berbeda dari yang kami duga, dan aku nggak betul-betul paham.
Kupikir dia akan meminta cincin, atau anting-anting, atau kalung, tapi dia minta sebuah gelang—dan gelang itu harus punya efek pemakaian. Aku yakin ini adalah salahku karena membesarkan dia dengan cara ini.
"Oh, um. Baiklah kalau begitu. Coba kulihat apa yang bisa kulakukan."
"Aku jugaaaaaaa!"
"Oke, oke."
***
"Oh! Itu dia!"
Kami meninggalkan toko senjata, dan karena suatu alasan, Itsuki, Ren, dan party mereka berjalan kearah kami.
Ren seperti aku. Tidak, sebenarnya dia datang dari Jepang versi sci-fi dimana orang-orang bisa betul-betul memasuki dunia virtual online.
Dan dia dipanggil ke dunia ini sebagai Pahlawan Pedang. Seperti Motoyasu, dia punya wajah tampan dan menarik. Ada sesuatu yang hampir seperti wanita tentang dia. Rambutnya hitam berkilauan, dan dia pendiam—keren.
Apa-apaan maksudnya? Mereka semua disini dikota disaat yang bersamaan?
Itsuki, nggak seperti terakhir kali aku melihat dia dalam pakaian lusuh, dia mengenakan equipment yang bagus.
Mereka pasti telah menyadari penampilan melas di wajahku. Itsuki melangkah maju dan berteriak keras:
"Kau lah orangnya. Aku menyelesaikan sebuah permintaan resmi, dan kau nyelonong mencuri hadiahku!"
"Apa?!"
Kenapa juga aku harus mencuri hadiah punya dia?
"Aku juga. Kau juga mencuri hadiahku."
Ren terlihat seperti dia bisa membunuhku dengan matanya.
Sepertinya aku tau apa yang dia maksudkan. Siapa yang menyebabkan semua masalah di kota pengunungan? Siapa yang membiarkan semua orang terjangkit penyakit yang mengerikan?
"Ren, oke, kau betul soal itu. Tapi aku gak tau apa yang dibicarakan Itsuki."
"Apa kau pura-pura bodoh?!"
"Aku betul-betul gak tau."
"Ok, tahan dulu. Kita harus membicarakannya terlebih dahulu, kalau tidak, Naofumi gak akan tau apa yang harus diakui."
"kau akan nganggep aku bersalah bahkan sebelum kita bicara?"
"Apa Master melakukan sesuatu?"
"Seingatku nggak ada."
Aku mencoba menenangkan Filo dan Raphtalia sambil melotot pada Ren dan Itsuki.
"Seenggaknya kenapa nggak kalian beritahu aku apa yang kau bedua bicarakan?"
Itsuki mulai menjelaskan apa tepatnya yang dia sesalkan padaku.
"Itu terjadi di wilayah utara. Aku bertugas menginvestigasi tindakan dari pemimpin lokal, dan kemudian aku bertugas mengeluarkan dia dari kantornya—itulah yang kulakukan."
Setelah itu, dia rupanya melakukan apa yang biasa dia lakukan, yang mana mengirim salah satu dari anggota partynya (yang selalu mengenakan armor yang terlalu mencolok) untuk menerima hadiahnya dari guild yang memberikan permintaan ini. Tapi saat dia pergi untuk mengambil upahnya, dia diberitahu bahwa upahnya sudah diambil, dan satu-satunya orang yang bisa dipikirkan Itsuki yang akan melakukan hal semacam itu adalah aku.
"Um, maaf karena menyelamu, Jenderal, tapi apa kau pernah mempertimbangkan bahwa kalau seorang pahlawan menyembunyikan identitas aslinya, dia mungkin nggak akan diakui atas tindakannya?"
"Jenderal?! Apa maksudnya itu?"
"Kau berjalan-jalan sambil membawa sebuah pedang di pinggangmu, berpura-pura menjadi seorang petualang biasa. Begitukan, Jenderal?"
Itsuki, mungkin mengabaikan kewaspadaannya, mulai berteriak padaku. Kelakuannya yang sembunyi-sembunyi terhadap questnya jelas-jelas menjadi suatu masalah.
Nggak satupun orang yang mengetahui seperti apa Pahlawan Busur, ataupun apa yang dia lakukan.
Jadi rakyat Melromarc jelas-jelas akan menganggap bahwa semua perbuatan baik di sini adalah tindakan Pahlawan Pedang dan Pahlawan Tombak.
Dia bisa saja bersumpah bahwa dia betul-betul mengerjakan banyak hal bagus, tapi itu nggak akan mempengaruhi reputasinya.
Tentu, itu memang ide yang keren untuk secara sembunyi-sembunyi menyelamatkan orang, menjadi pahlawan dibalik bayangan, tapi itu nggak akan memberi dia pengakuan apapun.
Aku memang masih mahasiswa, tapi aku cukup paham tentang dunia untuk mengetahui itu saat aku berada diluar aku akan mempertanggungjawabkan reputasiku sendiri.
Adapun untuk Itsuki, kalau dia masih bertindak sebagai Pahlawan Busur dan orang lain berteriak untuk mempertanggungjawabkan atas tindakannya, maka dia nggak akan bisa membuat siapapun mempercayai dia dengan sikap pendiamnya yang biasanya.
Tapi itu nggak seperti seorang pahlawan yang berperilaku seperti itu juga merupakan seseorang yang mengejar uang dan ketenaran dengan melakukan hal-hal jahat secara sembunyi-sembunyi.
Aku merasa sedikit sadar diri mendengarkan dia berbicara, mengingat bahwa orang-orang memanggilku orang suci bersama dewa burung.
"Saat kau menyelesaikan sebuah quest, apa itu dihitung diselesaikan oleh Pahlawan Busur? Sejauh yang kutau, satu-satunya quest yang bisa kami pastikan yang kau kerjain adalah apa yang kau lakukan di kota yang mengalami masalah pajak. Dan itu karena aku melihatmu disana."
"Tapi itu karena aku bertindak secara rahasia."
"Kalau begitu biarkan aku mengkonfirmasi. Ada seorang petualang membawa busur yang membantu suatu upaya perlawanan di negeri di utara. Apa itu kau?"
"Y...Ya! Aku bertarung bersama pasukan pemberontak untuk menggulingkan raja jahat yang memerintah sebagai seorang raja lalim. Kami menggulingkan dia."
"Dan apa kau tau apa yang ujung-ujungnya terjadi pada negeri itu setelah kau pergi?"
"Yah raja jahat itu menghilang, jadi aku yakin mereka makmur."
"Makmur ndasmu. Mereka kelaparan, dan segalanya begitu buruk sampai-sampai mereka menyelinap melintasi perbatasan untuk barter makanan."
"Tidak! Itu nggak mungkin benar! Kenapa?"
"Yah, coba pikirkan. Rajanya mungkin memang orang yang buruk, tapi seluruh negeri itu juga sedang dilanda kelaparan. Cuma mengganti rajanya nggak akan mengubah keadaan."
"Itu nggak ada hubungannya denganku. Berhentilah mengubah topik."
Ugh.... Dasar bocah nggak bertanggung jawab.... Apa dia nggak peduli meski cuma sedikit?
"Oke, balik ke topik. Kau mengirim seorang anggota party untuk menerima upahmu? Nggak bisakah anggota partymu itu menjelaskan semua ini?"
"Y...Ya! Tentu saja! Tentu saja!"
"Di guild kan? Dan temanmu ini punya cara untuk membuktikan bahwa dia adalah anggota partymu kepada siapapun yang bertugas memberikan upahnya?"
"Ya. Ada sebuah sertifikat! Sebuah sertifikat yang disertai segel kerajaan!"
Wajah Itsuki menunjukkan kepercayaan dirinya. Apa yang sebenarnya dia katakan?
"Itu adalah sertifikat khusus, dibuat dengan teknologi khusus! Akan sangat sulit untuk dipalsukan!"
"Baiklah kalau begitu, tapi karena aku nggak punya sertifikat semacam itu, terus gimana caranya aku mengambil upahmu?"
"Sialan...."
Itsuki mengutuk dengan jengkel. Dia tau kalau aku benar.
"Lalu... Gimana dengan senjata ini?"
Sekarang dia betul-betul mencari alasan. Kurasa dia mati-matian untuk membuat ini menjadi salahku.
"Kau bisa mengubah bentuk perisaimu, jadi kau bisa membuatnya kelihatan seperti Busur Legendarisku dan mengambil upahku tanpa menggunakan sertifikat!"
"Menurutmu begitu? Lihatlah sekitarmu, pasti ada banyak orang yang bisa mengunakan tuduhan semacam itu."
"Bisakah kau membuktikannya?"
"Filo."
"Apa?"
"Kembalilah ke wujud aslimu."
"Oke."
Filo berubah kembali ke wujud aslinya. Saat dia melakukannya, pakaiannya menghilang dan membentuk pita di lehernya. Aku menunjuk pada pita itu.
"Apa?!"
"Paham sekarang? Perubahan bentuk equipment ada di dunia ini. Mungkin ada banyak sekali jenis equipment berbeda yang bisa berubah seperti sebuah busur. Dan selain itu, kalau menyangkut masalah para pahlawan, aku bukan satu-satunya yang bisa mengubah bentuk senjata. Aku yakin kau paham yang kumaksudkan...."
"Tapi..."
"Itsuki, menyerah saja. Kau nggak punya cukup bukti untuk menuduh Naofumi."
Itsuki mati-matian menyalahkan masalahnya padaku, tapi Ren melangkah maju dan menyuruh dia mundur.
"Selain itu, apa kau bahkan bertanya seperti apa mereka? Orang yang berpura-pura menjadi kau?"
"Um... Tidak... Tapi..."
Pertanyaan Ren cukup menunjukkan bahwa Itsuki kehilangan kepercayaan diri.
"Sudah menyerah saja. Kalau kau mau pengakuan atas tindakanmu, kau harus lebih terbuka atas tindakanmu. Oke, berikutnya aku...."
"Aku mengasumsikan kau berbicara tentang epidemik di wilayah timur?"
"Setidaknya kita berada di topik yang sama. Kau mencuri hadiahku."
"Cuma karena aku ada disana. Apa kau tau? Kau membunuh seekor naga, tapi mayatnya mulai membusuk dan itu menyebarkan penyakit ke seluruh wilayah itu."
"Apa?!"
Ren tiba-tiba nggak bisa berkata apa-apa. Dia berdiri diam.
Apa yang dia pikirkan? Kurasa dia lebih kejam dari ini.
"Banyak orang berakhir tewas. Mereka harus membuat kuburan baru di belakang aula utama mereka. Kalau aku nggak lewat sana, mereka pasti sudah meninggal semua sekarang."
"Itu nggak mungkin...."
Dia berputar sambil terhuyung-huyung dan menatap ke arah timur.
"Tunggu, tunggu! Kau nggak punya waktu yang cukup untuk kesana. Gimana dengan gelombangnya?"
"Tapi... Kalau ini adalah kesalahanku...."
"Aku sudah mengurus bangkai naga itu. Orang-orang yang sakit semuanya sudah mendapatkan perawatan dari seorang dokter lokal. Kalau kau mau menyebutnya 'mencuri hadiahmu' silahkan saja."
Wajahnya Ren pucat pasi.
"Apa kau percaya dia?"
Itsuki berbalik dan berteriak pada Ren.
"Dia nggak punya alasan untuk berbohong. Questnya selesai, dan hadiahnya dibatalkan. Itu tidaklah salah."
"Saat bangkai naga itu hidup kembali dan menjadi seekor Zombie Dragon, aku harus mengatakan—aku sangat terkejut. Raphtalia sampai berakhir menerima kutukan setelah pertempuran itu. Kami bisa menyembuhkan dia, tapi itu adalah saat-saat yang sulit yang harus kami lalui."
Aku nggak bohong. Tapi aku nggak menyebutkan bahwa kutukan itu adalah salahku.
"Jadi itu yang terjadi. Aku minta maaf."
Ren berbalik menghadap Raphtalia dan menundukkan kepalanya pada dia.
Aku nggak bisa mempercayai mataku. Kupikir Ren itu dingin dan nggak punya hati. Sepertinya dia lemah saat dia berpikir tentang masalah-masalag yang dia sebabkan secara langsung. Sejujurnya, kupikir dia akan mengatakan sesuatu seperti "Itu salah mereka karena lemah."
"Kenapa kau membiarkan bangkai naga itu disana sampai membusuk?"
"Salah satu anggota partyku menyarankan meninggalkannya disana agar para petualang yang lain bisa menggunakannya untuk material. Kupikir itu kedengaran seperti sebuah ide yang bagus."
Itu mengingatkan aku, aku mendengar bahwa desa itu mengalami kemakmuran dalam waktu yang singkat.
"Kami memutuskan untuk menyerahkan pada warga desa dan para petualang yang lewat, tapi...."
"Yah, lain kali lebih baik kau bersihkan sendiri. Bangkai yang membusuk. Bangkai yang membusuk menyebabkan penyakit. Setidaknya kau harus melakukan sesuatu pada organ dalam dan dagingnya."
"Ya...."
Tanggapannya penuh kekecewaan. Meskipun dia marah, dia masih nggak mengatakan apapun tentang desanya atau apa yang terjadi disana. Kurasa mereka nggak mau mengakui bahwa ada suatu sisi gelap pada aktifitas mereka. Yah, kurasa kau memanen apa yang kau tanam.
"Yah, aku masih nggak percaya padamu."
Itsuki lebih keras kepala daripada Ren.
"Aku akan mencari cara untuk membuktikan apa yang kau lakukan."
"Silahkan saja, aku nantikan itu. Tapi jangan berani-beraninya kau memalsukannya. Kalau kau mengetahui siapa yang melakukannya, jangan menanyai mereka apakah Pahlawan Perisai telah ikut campur. Dengan reputasinya yang kayak gini, siapapun akan menuduhkan kejahatan mereka padaku."
"Apa maksudnya itu?"
"Kami pernah diserang oleh gerombolan bandit, tapi kami mengalahkan mereka. Sepertinya mereka berencana pergi ke kota dan memberitahu semua orang bahwa mereka telah diserang oleh Pahlawan Perisai."
"Tapi itu...."
"Sama persis dengan yang kau lakukan, Jenderal. Kau pasti paham—belajarlah mengetahui apa yang ada dibalik kebohongan."
Aku nggak tau apakah Itsuki tiba-tiba merasakan simpati padaku atas reputasiku yang hancur, tapi dia menatapku dengan tatapan simpati yang aneh. Itu membuatku jengkel.
Kenapa juga aku harus jadi korban dari simpatinya?
"Aku akan menangguhkan masalah ini untuk sementara waktu..."
"Aku tidak."
Beneran deh, berapa banyak kejahatan yang harus dilimpahkan padaku? Apa aku harus jadi penjahat diseluruh dunia?
"Tapi aku akan menangkapmu, dan aku akan membuktikannya juga."
Penuh dengan arogansi yang angkuh, Itsuki berbalik dan pergi. Ren mengikuti dia.
"Ayo pergi."
Aku harusnya tau kalau nggak ada hal bagus yang menungguku di kota ini, mengingat seberapa dekatnya dengan Sampah itu. Kami memutuskan untuk kembali ke penginapan malam ini.
"Selamat sore, Pahlawan Perisai."
Aku sedang bersantai di kamarku saat lima prajurit yang sebelumnya mampir untuk menyapa. Dua orang yang sudah berbicara langsung denganku mewakili kelompok mereka dan berbicara.
"Ada apa?"
"Kami menganggap itu adalah ide yang bagus untuk melakukan pertemuan mengenai gelombang berikutnya yang akan segera datang."
Mereka memang kelompok yang serius. Terserahlah— kurasa itu bagus buatku.
"Raphtalia punya pengalaman menghadapi gelombang. Filo, kau juga akan bergabung."
"Hmmmmm?"
"Semuanya tolong diingat bahwa aku bukanlah seorang ahli dalam hal semacam ini. Tapi aku betul-betul gak punya pilihan, jadi saat gelombang tiba, kalian akan dipindahkan ke lokasinya bersamaku. Jadi aku akan mencoba menjelaskan apa yang kurencanakan dalam pertempuran dan apa yang bisa kalian lakukan untuk membantu, mengerti?"
"Ya! Demi melindungi rakyat tak berdosa, kami ingin bekerja bersama anda."
Aku punya keraguan tentang apakah aku harus menganggap apa yang mereka katakan itu berbobot atau tidak, tapi aku memutuskan untuk mengikuti arus untuk saat ini.
"Mari kita bahas apa yang terjadi pada pertempuran sebelumnya. Terakhir kali gelombang datang, para monster keluar dari retakan untuk menyerang desa terdekat. Jadi aku harus berdiri di barisan depan untuk melindungi warga yang ada disana."
Ya, itu adalah sebuah pertempuran yang sengit. Ada retakan raksasa di langit, dan kawanan monster keluar dari retakan itu. Para monster dengan nama-nama yang hampir selalu diawali dengan "inter-dimensional".
Ada beberapa monster raksasa yang berbaur dalam kawanan itu, dan mereka semua menargetkan Riyute. Semua orang kebingungan dan panik. Ada kelompok-kelompok orang yang berada dalam ancaman para monster, tapi aku bisa menyelamatkan mereka dengan skill Air Strike Shield dan Shield Prison punyaku.
Raphtalia membantuku mengevakuasi warga, dan kemudian kami menghadapi raksasa terdekat. Kami mengalahkannya.
Sejujurnya, itu mirip dengan sebuah perang player vs monster.
"Prioritas tertinggi adalah keamanan warga. Apa kalian semua bisa memastikan evakuasi mereka dengan aman dari wilayah terjadinya gelombang."
"Ya, pak."
"Yah, mempertimbangkan semua hal yang akan mereka sesali, aku yakin bahwa para pahlawan yang lain akan mendaftarkan beberapa knight untuk membantu."
Pasti ada para prajurit selain orang-orang yang berbicara langsung denganku yang mementingkan kehidupan dari penduduk negeri ini.
"Mengenai itu...."
"Apa?"
"Kami berpikir bahwa para prajurit yang lain akan datang dan ingin bergabung dengan pasukanmu, tapi itu belum terjadi."
Apa maksudnya itu?
Satu-satunya pemikiran yang kumiliki adalah bahwa mungkin para prajurit ini berlevel rendah, dan ada poin pembatas untuk berpartisipasi dalam pertempuran melawan gelombang, bisa begitu atau orang-orang dengan posisi peringkat lebih tinggi mementingkan diri sendiri dan lapar akan kekuasaan. Mungkin begitulah. Para perwira berperingkat lebih tinggi mungkin memiliki pengelolaan yang parah. Aku penasaran apakah para pahlawan yang lain peduli terhadap hal semacam ini?
"Apa yang harus ku lakukan?"
"Kita akan mengevakuasi warga, jadi setiap kali seekor monster mendekat padamu, kau harus menghabisi mereka. Raphtalia, kamu bantulah evakuasi, dan bantu para prajurit ini."
"Baiiiiiiik!"
"Dimengerti."
"Sejujurnya, nggak seperti para pahlawan yang lain. Aku nggak tau banyak soal gelombang itu. Jadi sejujurnya aku agak kuatir dengan semua ini. Aku membutuhkan bantuan kalian."
"Baik, pak!"
Semua orang mengangguk. Kurasa aku bisa mengandalkan mereka.
***