16 September 1274 AG - 10:00 Am
Kota Tigris — Mansion Grall del Stauven
—————
"Kalian adalah generasi penting bagi Kota Maylon. Kalian sudah paham kenapa Maylon membeli kalian?"
Mascara merasa ragu untuk mengangguk. Dia belum paham kenapa dirinya dibutuhkan. Dia berbeda dengan Simian yang mengangguk tegas karena pria itu memang punya latar belakang.
Siapakah sebenarnya Simian?
Pria itu memang terkesan seperti pria tak berguna yang suka merayu gadis-gadis. Namun Simian bukanlah orang sembarangan di dunia militer. Percaya tidak percaya, Simian adalah seorang earl, atau bangsawan militer yang hanya satu tingkat di bawah marquis⁴.
Fraksi militer memiliki jenjang karir berbeda dibanding faksi sipil meski sama-sama berangkat dari seorang knight. Berhubung faksi militer punya aturan yang ketat, maka gelar kebangsawanan hanya bisa mereka dapatkan setelah menjadi letnan jenderal.
Di bawah ini adalah jenjang karirnya.
1. Prajurit biasa.
2. Knight - memimpin unit (5 prajurit termasuk knight itu sendiri)
3. Knight Elite - Pasukan khusus
4. Knight Banneret - memimpin peleton (25 prajurit termasuk banneret sendiri)
5. Knight Captain - memimpin battalion (200 prajurit)
6. Earl (Letnan Jenderal) - memimpin resimen (1.000 prajurit)
7. Marquis (Jenderal - Admiral) - memimpin pasukan propinsi (10.000 - 30.000 prajurit)
8. Constable (Panglima tertinggi kerajaan) - Memimpin seluruh pasukan kerajaan.
Dari daftar itu sudah sangat kelihatan bahwa Simian bukan orang sebarangan. Gelar itu Simian dapatkan bukan dari warisan melainkan karena keahliannya menggerakkan pasukan. Karena gelar itu biasanya diraih seseorang di atas usia 40 tahun, Simian terkenal di seluruh benua sebagai earl paling muda.
"Simian del Stauven, Militer Maylon membutuhkanmu," kata pria itu persis seperti yang Mascara pikirkan. "Kamu siap, Nak?"
"Apa penawaranmu?" balas Simian, berlagak penting. "Selama ini Kota Maylon hanya bertransaksi dengan ayahku, bukan denganku. Beri aku penawaran bagus atau urusan kita selesai sampai di sini."
Mascara tercengang. Mendadak dia terpesona karena si idiot itu ternyata bisa juga bersikap realistis. Dia tersenyum puas ketika menanti jawaban yang akan tamu itu ucapkan.
"Gadis-gadis Maylon cantik-cantik."
"Deal!"
Hampir saja Mascara menggebrak meja andaikata tidak ada orang asing di hadapannya.
"Sudahlah, tidak perlu bertingkah. Aku tahu kalian anak-anak penurut." Tonos bicara saat menghampiri meja Simian. Dia duduk di atas meja itu dan tiba-tiba membelai rambut sang earl termuda.
"Ehem ... Tuan Tonos, kita sedang diskusi." Simian cepat-cepat menegurnya karena risih.
Tonos sedikit kaget.
"Maaf, hahaha. Aku hanya penasaran dengan warna rambutmu, unik sekali," jawab pria tua itu sebisanya
Simian mungkin tertipu. Tapi mata tajam Mascara sempat melihat ekspresi teduh di wajah pria tua itu. Dia mulai menerka-nerka ada hubungan apa antara pria asing itu dengan adiknya. Mascara menghentikan lamunan ketika Tonos menolehnya dan bertanya kepada sang marquis.
"Apa gadis cantik ini si tomboy itu Grall?"
Sang ayah mengangguk malu.
"Iya, aku juga masih belum percaya anak sulungku tumbuh jadi gadis secantik ini."
Sekilas, Mascara tersipu saat mendengar pujian yang dia dapatkan untuk pertama kalinya dari sang ayah. Tanpa sadar dia melirik Simian yang semoga mau memberinya pujian yang sama.
Tapi ternyata tidak. Mood Mascara langsung berantakan sehingga memilih berlagak serius saat Tonos menghampirinya.
"Kamu pemanah spesialis pathfinder sekaligus fast shooter, bukan?"
Mascara mengangguk. Dia tidak menyangka pria tua itu menanyakan sesuatu yang banyak orang menganggapnya tak penting.
Di dunia ini seorang pemanah tidak memiliki tempat istimewa meskipun peran mereka strategis. Para pemanah dianggap tidak memiliki kehormatan karena bertarung jarak jauh. Mau sebaik apapun kemampuan mereka, karir seorang pemanah tidak akan semulus para petarung jarak pendek.
Mascara ingin membongkar itu semua. Selama sembilan tahun ini dia berlatih keras agar menjadi pemanah yang tidak biasa. Jerih payah itu pun membuat Mascara berhasil menjadi seorang pathfinder dan fast shooter sekaligus.
Sehebati apakah dirinya?
Seorang pathfinder harus mampu menyatu dengan alam. Mascara harus pandai berkamulflase, membaca peta, mengetahui karakteristik lingkungan, mengetahui cuaca, serta sanggup bertahan hidup di alam liar. Seorang pathfinder akan menjadi sosok paling menakutkan ketika mereka ditugaskan memburu seseorang.
Sebaliknya, seorang fast shooter memiliki karakteristik berlawanan. Jika pathfinder hanya bisa menembakkan satu dua anak panah demi keakuratan, seorang fast shooter harus bisa menembakkan banyak anak panah secepat mungkin. Keakuratan mereka menyedihkan karena tidak memiliki banyak waktu untuk membidik.
Mascara mampu menjadi keduanya. Dia mampu menembakkan bertubi-tubi anak panah dengan sangat akurat dari tempat paling tersembunyi. Tidak heran jika tamu itu menganggap Mascara aneh karena memiliki kemampuan yang berlawanan.
"Kota Maylon memiliki doktrin³ militer berbeda" kata pria tua itu, menyebutkan istilah yang hanya dipahami oleh para perwira tinggi. "Militer Maylon tidak mengenal pertarungan jarak dekat yang penuh kehormatan. Kami tidak selalu mengutamakan pertempuran di tempat terbuka. Kami juga membutuhkan prajurit yang mampu bergerak secara sembunyi-sembunyi seperti dirimu, Nona."
Mascara mengernyitkan dahinya. Penjelasan itu terlalu asing untuk bisa dia pahami.
"Peranmu dan adikmu tidak akan jauh berbeda dari cara kalian berpetualang. Jika Simian berperan mengambil keputusan, maka tugasmu mencari informasi di belakang garis lawan. Sudah paham?"
Mascara mengangguk. Dia tahu betul bahwa informasi sangat vital untuk menjamin keselamatan anggota party-nya. Sudah tidak terhitung jumlah petualang yang tewas karena sembarangan melangkah. Gadis itu pun mulai memiliki bayangan kenapa dirinya dibutuhkan.
"Aku tidak menyangka Maylon akan punya kandidat sniper sesempurna ini."
"Sniper?" Mascara bertanya heran.
"Sudahlah, Nona akan tahu sendiri sepenting apa posisimu nanti." Tonos bicara sambil berjalan kembali menuju kursinya sendiri. "Kalian pasti sudah penasaran dengan rahasia yang selama ini ayah kalian simpan, bukan?"
Mascara dan Simian mengangguk bersamaan.
Mascara sebenarnya sudah merasa bahwa ayahnya selama ini merahasiakan sesuatu dari anak-anaknya. Namun marquis itu selalu berkata, "Semua akan tiba pada waktunya." Penjelasan Tonos pun Mascara dengarkan dengan seksama, sambil sesekali saling memandang dengan Simian.
"Kalian harus tahu bahwa kalian adalah bagian dari rencana kami. Kalian harus paham bahwa peran kalian tidak sesederhana yang kalian pikirkan. Kalian sudah menangkap gambarannya?"
"Iya," jawab Mascara tegas. Dia pun melontarkan pertanyaan yang sejak tadi dia simpan tentang misteri si pria. "Siapa anda, apa hubungannya dengan Tigris, dan kenapa saya merasa pernah bertemu anda?"
Sekilas, Tonos saling melempar senyum dengan Grall. Pria tua itu menoleh lagi ke arah Mascara setelah Grall menganggukkan kepala.
"Kamu mau tahu? Semua di mulai 15 tahun lalu ketika Tigris masih propinsi miskin."
Hmmm ... Tigris 15 tahun lalu?