"Yihan …." Su Qianci merasa tidak nyaman, tetapi dia berbalik dan menatap pria itu. Tepat ketika Su Qianci membalikkan badannya, Lu Yihan memandangi buket besar bunga lili dengan beraneka ragam bunga di lengan wanita itu. Kemudian, pria itu menatap lautan mawar yang rimbun. Mawar-mawar tersebut dibagi menjadi dua bagian dengan sebuah jalan kecil panjang di bagian tengahnya.
Tiba-tiba, gadis-gadis di sekitar mereka berteriak, "Apa itu?"
"Ah, model robot terbaru. Siapa ini? Sangat kaya!"
"Luar biasa!"
Sebuah robot bergerak menghampiri, bergerak secara mekanis dengan seutas tali yang terikat di pinggangnya. Ada sebuah gulungan yang menempel pada tali tersebut. Saat robot itu maju, gulungannya tertarik, membentangkan sebuah lapisan merah di permukaan tanah.
Su Qianci melihat robot itu dan menatap Lu Yihan. Lu Yihan tidak berbicara, tetapi juga melihat ke arah robot kecil tersebut. Robot kecil itu tidak berjalan cepat. Setelah sepuluh menit, robot itu berjalan ke arah Su Qianci. Karpet merah sudah terbentang di lantai, membuat sebuah jalan kecil berkarpet merah yang panjang.
Robot kecil itu bergerak mendekat dan menatap Su Qianci. Suara mekanisnya berbunyi, "Nyonya Li tersayang, semuanya sudah siap. Mohon terimalah permintaan maafku." Ketika suara robot terdengar, sebuah laci kecil muncul dari perutnya. Sebuah cakar kecil meraih sebuah kotak beledu berwarna merah dan menyerahkannya.
Sambil memegang bunga dengan satu tangan, Su Qianci menjulurkan tangannya yang lain dan mengambil kotak beledu merah itu. Di dalamnya terdapat sebuah liontin, platinum indah bertatahkan batu rubi yang berkilau. Ini adalah seekor … angsa.
Su Qianci melihat liontin tersebut, dan pupil matanya tiba-tiba mengecil. Dirinya secara tidak sadar memegang kalung angsa di lehernya, dan jantungnya berdetak kencang.
Robot kecil tersebut juga mengeluarkan selembar kertas besar dari laci itu, menyerahkannya kepada Su Qianci dan berkata, "Nyonya Li, mohon terimalah permintaan maafku."
Pada kertas itu, jenis tulisan yang tegas itu terlihat sangat mengesankan. Tidak ada apa pun selain dua patah kata: aku kembali. Air mata Su Qianci telah menggenang pada titik tertentu, dan tetesan-tetesan besar cairan itu menetes ke atas kertas dan menodai catatan yang ditulis tangan tersebut.
Orang-orang yang berada di sana berseru tanpa peringatan, "Ya Tuhan, siapakah itu!"
"Sangat familier! Aku pasti telah melihatnya di suatu tempat!"
"Bukankah dia …?"
Mendengar suara di sekelilingnya, Su Qianci mengangkat kepalanya dan melihat ke bagian ujung karpet merah itu. Saat itu tengah hari, ketika matahari sedang berada di puncaknya. Cahaya menyilaukan menyelubungi sebuah sosok jangkung yang berjalan selangkah demi selangkah menentang sinar matahari.
Pandangan mata Su Qianci semakin kabur karena cahaya yang menyilaukan. Pria itu mengenakan sebuah setelan jas, tinggi dan ramping. Di setiap langkahnya, pria itu terlihat bersinar. Tanpa banyak ekspresi, karakteristik wajahnya sangat indah dan tegas. Sepasang matanya yang dalam dan dingin membawa kelembutan yang tak dapat diucapkan, seraya dia berjalan perlahan maju ke depan. Pria itu memegang sebuah buket besar mawar merah laksana api di tangannya, yang mana membuat kulitnya yang pucat terlihat lebih segar.
Su Qianci menatap pria itu, dan air matanya menetes tak terkendali. Hampir tanpa sadar, Su Qianci berjalan ke arah pria tersebut.
"Bukankah dia adalah … Li Sicheng!" Di tengah kerumunan, sebuah suara yang nyaring menimbulkan suara-suara seruan.