Berusaha keras selama berada di kampus Zaya menahan diri untuk tidak melampaui batas kemarahan dirinya, bertahan dalam kesabaran yang harus terus ditambah setiap saat ketika Zayn dan genknya mengikuti dan menganggunya di manapun dia berada.
Seperti saat ini, Zayn ada di dalam ruang kelasnya usai pemberitahuan bahwa dosen selanjutnya tidak masuk, bahkan anggota genk pria itu berkeliaran di ruang kelasnya untuk menggoda para mahasiswi di sana.
Zaya masih mengabaikan pria yang saat ini berada di kursi di depannya, sejak dia masuk sampai saat ini pria itu hanya terus berusaha mengajaknya berbicara dan terus menatapnya. Bahkan sahabat Zaya sendiri tidak berani duduk bersama dirinya, karena merasa takut dengan keberadaan Zayn di hadapannya.
"Hey, kenapa kamu suka sekali mengabaikanku?" bisik Zayn, sambil menendang pelan meja Zaya, membuat gadis itu menurunkan buku yang dibacanya lalu menatap pria itu dengan kening berkerut heran.
Zayn merasa sangat senang ketika Zaya menatap dirinya. Pria itu tidak bisa menyembunyikan senyum manisnya sangkin senangnya.
"Tidak ada yang mengabaikanmu. Aku hanya melakukan apa yang ingin aku lakukan." Zaya menjawab dengan tenang, membuat Zayn menyeringai diikuti senyum tampannya.
"Lebih baik jika menatapku begini, perhatikan baik-baik saja wajahku! Aku sangat tampan bukan?" katanya menaik turunkan alisnya menggoda Zaya.
Zayn terdiam sejenak, kemudian menatap Zaya dalam."Tawaranku masih berlaku untukmu. Jadilah Kekasihku Zayana," ucapnya dengan raut wajah yang begitu serius.
Zaya menundukan pandangan, gadis itu menggeleng pelan bersamaan dengan senyum tipis yang menghias dibibirnya membuat Zayn terpana sejenak, mata lelaki itu memandangnya dengan lembut, penuh penantian yang teramat sangat.
"Apa dia akan menjawab iya kali ini? ah,lihat senyum tipisnya saja terlihat sangat manis." Batinnya bergejolak.
"Sungguh, Zy--- ah, harus bagaimana aku memanggilmu? Sebagai senior haruskah memanggilmu dengan sebutan 'Kak Zayn?' atau ada panggilan lain?"tanya Zaya dengan sangat ramah. Membuat senyum Zayn semakin merekah karenanya.
Benarkah ini sebuah lampu hijau dari gadis pujaannya?
Zayn memalingkan wajahnya sejenak, dia terliat tersipu sebelum akhirnya dia kembali menatap Zaya dengan senyum yang sangat memukau, namun Zaya hanya menanggapinya dengan senyuman tipis.
"Zayn. Aku ingin kamu memanggilku begitu, menyenangkan sekali mendengarmu memangil namaku, atau jika kau bersedia memanggilku 'sayang', 'darling' apapun itu aku akan suka. Apa maksud pertanyaanmu ini adalah jawaban 'iya' dari mu?"
Gadis itu tidak langsung menjawab pertanyaan Zayn. Zaya menutup bukunya perlahan lalu dia menyusun bukunya dan menyimpannya di dalam tasnya. Semua gerakannya tak luput dari perhatian mata Zayn yang masih menunggu jawaban darinya.
Setelah membereskan barangnya, Zaya kembali menatap Zayn, dia berkata, "Baiklah, Zayn..." pada saat suara lembut Zaya menyebut namanya, mata Zayn tertutup merasakah getaran yang menyejukan hatinya.
Kemudian mata pria itu terbuka dan menatapnya dengan lembut. "Katakanlah,"bisiknya.
"Zayn, sungguh aku tidak tahu apa yang membuatmu melakukan ini padaku. Tapi aku benar-benar merasa tidak nyaman dengan tindakanmu ini Zayn," ucapnya dengan sangat hati-hati.
Raut wajah Zayn berubah menjadi datar, ada kerutan bingung di keningnya, namun pria itu tetap diam membiarkan Zaya melanjutkan kalimatnya, dan masih terus menatap gadis itu.
"Aku tidak pernah membuat masalah atau menganggu kamu dan genkmu. Tapi aku jelas tahu bahwa kamu adalah badboy ataupun playboy di kampus ini. Benar atau tidak, tapi itulah yang aku tahu. Perkataanmu padaku apakah salah satu permainanmu atau apapun itu aku juga tidak ingin tahu. Tapi, tolong jangan libatkan aku dalam lingkunganmu. We are diffrent Zayn, aku tidak ingin terlibat dalam duniamu." Zayn terpaku dengan semua ucapan Zaya.
Pria itu berubah menjadi kaku dengan semua perkatan gadis itu, seolah merasa syok yang luar biasa. Melihat pria itu menjadi diam membuat Zaya menghela nafas pelan. Kemudian dia bangkit dari kursinya.
"Zayn," panggilnya, membuat mata Zayn mengerjap lalu menatap Zaya yang kini sudah berdiri di hadapannya.
"Im sorry," ujar Zaya pelan. "aku tidak ingin melukai perasaanmu, tapi aku harap ini sudah cukup menjadi jawaban dan pengertian bagimu untuk tidak melakukan sesuatu yang merugikanmu. "
Zaya pergi dari sana meninggalkan Zayn yang merasa lemas di sekujur tubuhnya membuat dia terduduk bersandari di kursi itu. Pria itu tetunduk dalam, kemudian dia terkekeh pelan.
"Ah, ini lucu. Kenapa hatiku sangat sakit mendengarnya berkata begitu? Apakah aku benar-benar jatuh cinta padanya?"
***
Zayn saat ini sedang berada di gudang olahraga di halaman belakang kampus mereka. Pria itu tampak menyesap batang rokoknya. Davi, Riko, dan Brayn menatap bos mereka dengan bingung.
Ketiganya saling pandang seolah melontarkan pertanyaan yang sama 'kenapa dengan bos mereka?' tapi tak ada satupun dari mereka yang berani menanyakan hal itu kepada Zayn.
"Akhhh... Sial!" ketiganya kaget ketika Zayn berdesis sambil mengacak rambutnya dengan penuh frustrasi. Pria itu membuang puntung rokoknya asal, padahal masih tersisa setengahnya. "Pusing gue!" kata pria itu.
"Lo kenapa, Bos?" tanya Davi.
"Aneh banget lo hari ini." celetuk Riko pula. Bryan hanya mengangguk dengan kedua tangan terselip di saku celananya.
Zayn memutuar tubuhnya menghadap ketiga temannya. Pria itu bersandar di tembok dengan tangan yang bersedekap. "Zaya nolak gue!"
"What?!"
"SERIUS LOO?!"
"Gilak! Berani banget tuh cewek?!"
Ketiga temannya tampak sangat marah dan kesal mendengar perkataan Zayn. "Sialan! Mana tuh cewek! Berani banget dia nolak lo, bos!" Davi tampak begitu marah dan ingin melangkah pergi.
"Mau kemana lo?" tanya Zayn.
"Apa lagi, mau kasih pelajaran tuh cewek yang udah nolak lo!" tukas Davi dengan tangan terkepal.
Zayn menatapnya tajam. "Jangan berani-beraninya lo usik dia! Atau lo berurusan sama gue!" desis Zayn.
"Lo kenapa sih, bos! Aneh banget. Nggak biasanya lo kayak gini. Dan nggak pernah ada juga cewek yang bisa nolak lo!" seru Riko.
"Gak usah ikut campur!" Zayn mendelikan matanya.
Davi menatap Zayn dengan mata memicing. "Jangan bilang... lo beneran suka sama tuh cewek?" sontak Zayn menatap ke arahnya.
BRUKK...
Sebuah bogeman keras Zayn berikan pada Davi membuat pria itu tersungkur. Riko dan Bryan langsung membantunya berdiri. "Lo gila Zayn! Kenapa lo pukul Davi!" tegur Riko.
Zayn terdiam di tempatnya. Kemudian dia berkata. "Jangan ikut campur soal Zaya, dan jangan pernah ganggu dia! Cepat atau lambat dia akan tetep jadi milik gue?!"
Pria itu melangkah pergi dengan langkah lebar. Ketiga sahabatnya melihatnya dengan sendu. "Gue harap kejadian waktu itu nggak akan terulang lagi." Bisik Riko.
Davi mengusap sudut bibirnya yang terasa perih. Tidak berdarah memang, tapi cukup membuat pria itu meringis ketika menyentuh sudut bibirnya. "Kita nggak akan biarin kejadian waktu itu terulang lagi." Desis Davi.
"Kita harus ngejauhin cewek itu dari Zayn!" lanjut Davi.
"Gue harap kalian pikirin lagi. Kalian pada denger tadi kan? Zayn udah peringatin kita untuk jangan nganggu Zaya." Ingatkan Brayan.
Ketiganya tampak terdiam sejenak. Bayangan peristiwa masalalu tiba-tiba melintas dalam pikiran ketiganya. Dan tentu saja, itu hal yang sangat mengerikan. Dan mereka tidak ingin jika hal itu sampai terjadi.
***
#Bersambung...