Seorang wanita dengan kerudung panjang yang menjuntai menutup kepalanya dengan pakaian gamis berwarna hijau muda yang membalut tubuhnya.
Wanita itu sedang duduk dibawah pohon rindang, sambil membaca buku. Dengan angin sepoy-sepoy membuat kerudungnya berterbangan sehingga berhasil membuat bagian depan kerudungnya sedikit tersibak menutup wajahnya.
Tak ada kebisingan membuatnya merasa tenang dan damai menikmati jam istirahat kelasnya. Karena tepatnya dia berada di halaman belakang kampusnya.
Sayangnya, semua itu langsung sirna seketika saat wanita bernama Zayana Yustika Putri itu melihat segerombolan pria sedang berjalan menuju ke arahnya.
"Hai!" sapa salah satu dari para pria itu lantang, Zayana tak acuh dan kembali menutup wajahnya dengan buku yang dia pegang.
Sungguh dia malas menatap mata mereka ataupun bertegur sapa dengan segerombolan pria yang suka membuat keonaran di kampus.
Karena tidak mendapatkan jawaban dari Zayana pria itu pun berjongkok, kemudian mengambil bukunya dengan kasar tanpa permisi. Dengan senyum meyeringai ia bertanya kepada Zayana.
"Nama kamu Zayana, kan?" tanyanya dengan santai.
Mata Zayana membulat dengan sempurna, hanya untuk sebentar, karena dia terkejut. Dia memjamkan matanya membuat segerombolan pria itu menatapnya dengan dahi berkerut.
Saat membuka kembali matanya, Zayana langsung bertatap mata dengan Zayn. Seorang pria sangar yang ditakuti oleh seluruh kampus. Zayn Trivanza nama lengkapnya, mempunyai genk bernama VANZA.
Zayana sering mendengar namanya dan baru sekali ia melihatnya itu pun dalam bentuk photonya yang selalu terpampang di mading sekolah.
Namun Zayana tak begitu peduli dan dia sama sekali tak ingin tahu apapun tentang pria yang saat ini ada di hadapannya.
Dan sekarang, Zayana bertemu dengannya. Kenapa? Lalu sekarang apa yang harus ia lakukan?
"Kamu bukan wanita bisukan? Bisa ngomong? Aku sedang bicara dengamu, gadis cantik?" tanyanya lagi sambil terkekeh.
Bukan langsung menjawab. Zayana memundurkan tubuhnya sedikit menjauh. Lalu dia berdiri dari duduknya. Menepuk-nepuk belakang gamisnya yang sedikit kotor karena dia duduk di atas rumput kering.
"Ada apa?" tanya Zayana dengan santainya. Dia merampas kembali bukunya dari tangan pria itu.
Zayn kembali ikut berdiri kemudian ia ingin menarik tangan Zayana. Namun secara sponatan Zayana menepis tangan Zayn dengan bukunya.
"Wow! Gerakan yang gesit!" pujinya sambil terkekeh.
Zayana menatap pria itu dengan tenang saat Zayn menebar senyum di hadapanya. "Aku perlu kamu!" Zayn menyeringai melihat tatapan Zayana.
Dia berjalan mendekat sambil mendorong tangannya kedepan kemudian bertumpuh ke batang pohon ridang dibelakang Zayana. Menguncinya dalam kungkungan satu tangannya. "Buat jadi kekasihku. " sambungnya dengan membisik.
Zayana sedikit terperanjat namun kembali dia mengontrol dirinya. Buku yang ada ditangannya ia arahkan ke dada bidang Zayn. Tanpa mau melihat mata Zayn yang sedari tadi terus menatap wajahnya tanpa berkedip. Zayana mendorong tubuh Zayn dengan bukunya. Membuat Zayn menjauh dari hadapannya.
Ingin rasanya Zayana melemparkan bukunya pada pria yang ada di hadapannya ini. Namun, hati kecilnya mengingatkan agar dia tidak membuat masalah dengan anak pemilik kampusnya.
"Maaf, jangan ganggu aku!" pinta Zayana menahan kesal.
"Terlalu cepat ya? Ya sudah aku beri waktu 5 jam dari sekarang buat kamu berpikir. Tapi semua itu akan sia-sia karena aku tidak ingin mendengar kata tidak!" Zayn kembali mendekat kemudian ia berkata.
"Semoga kamu dapat berpikir dengan jernih!" Sambungnya.
Zayana mendengus kesal. Yang benar saja? Tidak ada pacaran dalam kamus hidupnya. Apa lagi memikirkan memiliki hubungan dengan Zayn Trivanza. Seorang bad boy yang kelakuannya seperti preman.
Setelah mengatakan itu Zayn dan Genknya langsung pergi meninggalkan Zayana yang masih mengerutu tak jelas dibawah pohon ridang seorang diri.
"Astagfirullah..."gumam Zayana sambil mengelus dada guna menenangkan rasa kesal dalam hatinya.
Dalam satu hari hidupnya telah di hadapkan dengan pria yang benar-benar menyebalkan. Dan yang menjadi pertanyaan Zayana sekarang adalah, kenapa harus dirinya yang tiba-tiba diganggu oleh pria itu?
Apa dia melakukan kesalahan? Tapi dia merasa tidak pernah memiliki masalah dengan siapapun di kampus.
Entahlah! Zayana sendiri harus mengacuhkannya.
***
Zayana berlalu pergi dan kembali ke kelasnya. Dia berjalan santai seolah tidak terjadi apapun hari itu.
"Ana!!" teriak Mira sahabat baik Zayana. Sambil berlari mengejar Ana yang sedang bengong sambil terus berjalan.
"Woi!!" teriak Mira tepat ditelinga Zayana. Membuatnya terkejut karena dia berjalan sedikit melamun. "Astagfirullah, Mira, ngagetin aja kamu!" sunggut Ana tidak suka seraya mengusap telinganya yang tertutup kerudung.
"Kamu sih di panggil dari tadi juga, gak respon." jelas Mira sambil mencebikan bibirnya.
Zayan menghela nafas kasar, tanpa menjawab perkataan sahabatnya itu ia terus berjalan. Melihat tingkah aneh Ana. Mira menjadi penasaran, apa yang terjadi dengan sahabatnya ini?
Sesampainya mereka berdua di dalam kelas. Wajah Ana kembali menjadi datar seolah malas untuk berekspresi. Saat melihat Zayn sudah duduk di atas mejanya sambil membawa coklat dan bunga di tangan.
"Apa lagi sekarang?"batin Zayana.
"Bisa tolong minggir?" tanya Zayana masih berusaha sopan.
Yang ditanya tersenyum lantas ia berdiri dan menghampiri Zayana yang masih berdiri di depan mejanya bersama dengan Mira di sampingnya.
"Tadi di meja aku tuh banyak bunga sama coklat. Awalnya tadi mau aku buang. Tapi karena aku ingat kamu," Zayn menyodorkan coklat dan bunga di tangannya ke arah Zayana. "Jadi bunga sama coklatnya untuk kamu saja. Mungkin kamu suka." ujar Zayn sambil tersenyum.
Sedangkan para mahasiswi yang berada dikelas maupun sedang diluar kelas langsung dibuat heboh sehingga mereka berteriak histeris.
Ana melihat coklat dan bunga, lalu wajah Zayn secara bergantian. "Terima kasih!" dia mengambil bunga dan coklat itu dari tangan Zayn membuat pria itu tersenyum lebar.
Zayana duduk di kursinya di ikuti Mira yang duduk di barisan sampingnya. Sedangkan Zayn masih berdiri menatap gadis itu. Ana meletakan bunga dan coklat itu di laci mejanya. Lalu, dia mengambil buku dan meletakannya di atas meja.
Zayn mengernyit heran. "Kenapa tidak di makan coklatnya? Kenapa hanya di simpan?"
"Aku tidak suka coklat." Jawabnya melirik Zayn sekilas dari ekor matanya.
"Kalau kamu tidak suka, kenapa di terima!" ucap Zayn mengeram kesal. Lalu tanpa permisi dia kembali mengambil coklat dan bunga itu dari laci Zayana dan melemparkan coklat dan bunga itu ke depan kelas.
Melihat itu para mahasiswi berebut untuk mendapatkan bunga dan coklat yang Zayn lempar. Ana terdiam sambil menatap pria di depannya heran.
"Kenapa kamu membuangnya?"
"Untuk apa di simpan jika kamu tidak menyukainya!"desis Zayn menahan kesalnya.
"Aku hanya mencoba menghargai pemberianmu. Walau aku tidak suka, tapi tetap aku simpan. Paling tidak bisa aku berikan kepada yang lebih membutuhkan!"
"...." ingin Rasanya Zayn mengumpati dirinya, Mengapa dia begitu bodoh, harusnya dia tahu bahwa Zayana bukan seperti wanita kebanyakan. Wanita yang tidak tahu berterima kasih. Zayana tidak seperti wantia yang banyak di kenalnya.
"Karena kamu sudah membuangnya. Itu bukan urusanku lagi."ucap Ana santai sambil mengedikan bahunya acuh. Zayn terdiam di buatnya.
"Mengagumkan!" puji Zayn takjub. Senyumnya semakin terbit cerah secerah mentari pagi..
Lain hal nya dengan Zayana, telinganya terasa panas saat Zayn mengatakan pujian itu. Tapi sungguh bibirnya malas untuk berkomentar apapun. Dia lebih memilih kembali membaca bukunya.
"Pulang nanti aku tunggu kamu di tempat itu untuk mendengar keputusan kamu!" jelas Zayn sambil memberi kode kepada genknya untuk segera pergi. "Dan kamu harus ingat ini! Aku tidak mau mendengar ada kata penolakan, hem!" Sambungnya kemudian melenggang pergi bersama genknya.
Zayana hanya menggelengkan kepala menghalau rasa bingung juga kesalnya..
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, akhirnya waktu 5 jam untuk Ana berpikir kini sudah selesai dan kini waktunya buat Ana memberikan jawaban.
Sebenarnya dia sudah malas untuk menanggapi permintaan Zayn dan genk nya. Karena jawabanya akan tetap sama, namun dia memilih untuk datang dan menjelaskanya sekali lagi kepada Zayn.
Melihat Zayana sudah datang, membuat Zayn lantas tersenyum dan segera berdiri dan menghampiri Ana. "Terimah kasih sudah membuat keputusan yang benar," ucap Zayn bahagia.
"Bukan itu yang ingin aku katakana." jelas Ana mencoba bersabar.
Zayn mengerutkan keningnya karena bingung."Lalu?" tanyanya.
"Jawabanku tetap sama. Aku tida -" ucapan Zayana terhenti ketika Zayn memotong perkataannya.
"Aku sudah bilang kalau aku tidak mau mendengar penolakan." tegas Zayn dengan tatapan tajam. Yang berhasil membuat Ana terdiam dengan kening berkerut bingung.
Teman-teman Zayn yang menyaksikan itu mengumpat pelan sambil memandang rendah Ana. Tentu saja mereka marah, siapapun tidak ada yang berani menolak seorang Zayn Trivanza ketua Genk Vanza. Tapi Zayana? Berani sekali dia!
"Lo jadi cewek jangan sok jual mahal! Seharusnya lo seneng karena bos kami suka sama lo!" sarkas Davi salah satu anggota Vanza geram.
"Dav!" tegurnya menoleh menatap Davi tajam membuat Davi menjadi takut kemudian terdiam. "Lo gak berhak berkata kasar sama pacar gue!" tegas Zayn ketus.
Pacar? Tanya Zayana dalam hati. "Apa pria ini juga tuli sampai tidak bisa mendengar bahwa tadi aku sudah menolaknya." Batin Zayana mengeram kesal.
"Maafkan teman ku ya." ujar Zayn dengan lembut.
"Aku sudah bilang kalau aku tidak mau, kan?"
Zayn kembali memandang Zayana dengan raut tidak suka. "Aku tidak menerima kata tidak!
Dengan santai Zayana berkata. "Itu masalahmu, kalau kamu tidak suka orang berkata tidak. Sama halnya denganku, aku tidak suka DIPAKSA! Permisi!" tukasnya penuh penekanan dan pergi meninggalkan Zayn yang menyerigai penuh misteri.
Sedang para anggota genknya mati-matian menahan kepalan tangan mereka untuk tidak menghajar Zayana yang sudah berani menghina ketua genk mereka.
Zayn memandang kepergiannya dengan sernyum seringai yang tersemat di bibirnya. "Kita lihat saja nanti, My Princess..." desis Zayn tajam.
***
#Bersambung...