Mimpi buruk sebenarnya dari mana mereka berasal?
Apakah mereka sebuah pemberian yang diberikan oleh Tuhan?
Bagaimana jika sebuah mimpi buruk tanpa henti merupakan sisa-sisa dari luka di masa lalu. Luka yang mencabik jiwa serta batin seseorang tidak akan sembuh dengan mudah, terkadang menciptakan potongan demi potongan bayangan yang tak berhasil dihapus sehingga mereka turut bergelayut di benak mengingatkan kembali setiap rasa sakit dari luka itu. Alangkah lebih mudah jika luka tersebut hanya sebuah sayatan atau memar yang akan sembuh dengan obat, namun bagaimana dengan luka pada jiwa?
Bahkan jiwa tak memiliki wujud atau bentuk apapun, ia hanya ada dan mengisi raga makhluk yang diciptakan Tuhan untuk menghuni dunia. Karena itu luka dari sebuah jiwa yang sakit bahkan rusak tidak semudah menyembuhkannya.
Seorang pria bersurai sekelam malam dan iris obsidian yang tengah sibuk menghujami tubuh makhluk bertubuh burung berkepala wanita. Harpies adalah monster wanita yang mirip dengan burung namun dengan wajah manusia, makhluk ini cukup sering terlihat pada daerah wilayah dimana kekuasaan Agate. Agate sendiri ialah salah satu dari beberapa kerajaan yang terletak di wilayah barat melewati pegunungan Melikon, sarang dari para Harpies. Posisi yang cukup menguntungkan bagi Agate karena dapat memanfaatkan monster ganas itu untuk menghalau musuh-musuhnya, meskipun keberadaan gunung Melikon bagaikan pedang bermata dua yang dapat membahayakan mereka jika mereka tidak berhati-hati.
"Lindungi pedati kita, jangan biarkan satu ekorpun mendekat!" titah sang Kapten yang tampak tenang menebas satu demi satu kepala para Harpies. Pria itu melirik ke arah Duke Vladmire yang tampak melakukan hal yang sama, menebas setiap Harpies yang mengganas kala mereka baru saja tiba di pertengahan jalan di gunung Melikon.
"KAPTEN!"
Merasa terpanggil karena mendengar suara jeritan salah seorang ksatrianya, sang Kapten segera berdiri di atas kuda hitamnya yang masih tetap berlari. Dalam sekali pijakan pria itu berhasil melompat menuju dahan dan berpijak pada tubuh Harpies lain, barulah bilah pedang miliknya berhasil memenggal kepala sang monster sehingga cakar monster tersebut langsung menjatuhkan tawanannya.
"Philipe, fokus dan jangan lengah. Jika kau tertangkap kedua kalinya, belum tentu aku atau siapapun bisa menyelamatkanmu," tegur sang Kapten yang saat ini berdiri pada salah satu dahan pohon.
"S-siap Kapten, terimakasih," jawab sang ksatria yang masih berbaring karena menahan beban tubuh monster yang berlumuran cairan kental merah.
Iris obsidian sang Kapten kembali memindai cepat sekelilingnya, memperhatikan pergerakan para monster yang tampaknya telah mengetahui kemungkinan mereka mendapat mangsa adalah nol besar, sehingga mereka memilih terbang menjauh. Pria yang masih berdiri di atas dahan itu melompat turun setelah bersiul memanggil kuda hitam miliknya yang telah menanti tepat di bawah.
"Mereka sudah mundur, segera percepat laju kalian! Kerajaan Agate tepat berada di depan kita," titah sang Kapten yang telah berteriak memberikan komando pada pasukan miliknya.
"Kelompok Ksatria Jade bawa dan lindungi kereta dan para pelayan. Jangan sampai musuh menghabisi mereka, kalian mengerti?!"
"Baik, Kapten."
Tepat setelah perintah terakhir sang pria bersurai legam itu, Kapten Lorcan memberikan kode saat beradu pandang dengan sosok pria berzirah perak yang berada di barisan paling depan mengangguk. Dan begitulah pasukan kelompok Vladmire memecah menjadi dua kelompok, satu kelompok di bawah kepemimpinan sang Kapten dan kelompok lain bersama wakilnya Jade Burton yang akan membawa kereta bersama pelayan menuju tempat aman.
Barulah, ekspedisi pasukan elit Vladmire kerajaan Tourmaline pun dimulai.
******
Ekspedisi bukan seperti kunjungan seeorang tamu untuk minum teh bersama kemudian tertawa karena perbincangan mereka. Kata 'ekspedisi' yang ditunjukkan Duke Vladmire untuk menaklukan wilayah musuh agar wilayah kekuasaan kerajaan Tourmaline semakin luas.
Namun itu semua hanya sebuah alasan palsu dari sang Raja dengan mengatasnamakan kerajaan Tourmaline, padahal sejatinya pria itu memendam dendam teramat dalam kepada Raja Agate yang telah menolak menandatangani perjanjian kerja sama dengannya. Tidak, sebenarnya hal yang sangat wajar Raja Agate menolak karena perjanjian yang diajukan pada Agate berat sebelah. Selain itu Kallisto, sang Raja Tourmaline juga khawatir karena kemampuan rakyat Agate yang ahli dalam melakukan manipulasi, tidak hanya benda saja bahkan makhluk hidup setiap inci tubuh mereka dapat mereka manipulasi sesuka hati.
Tetap saja Tourmaline jauh lebih unggul karena ras para Iblis yang tinggal di sana. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa ras ini jauh lebih unggul dalam berbagai hal tak hanya sihir, regenerasi, namun juga mampu melakukan pemanggilan.
Agate adalah sebuah kerajaan dengan nuansa misterius karena terletak tepat di bawah gunung Melikon, sebuah bukit landai yang dikelilingi kabut menjadikan aura mistis sangat kental karena letaknya yang tersembunyi dibalik tebalnya kabut. Namun jangan salah, seolah sebuah layar yang menyembunyikan harta berharga begitulah penampakan yang pantas digambarkan pada kerajaan Agate. Setiap rumahnya berwarna-warni dan dibangun berundak-undak karena geografis tanah yang berbukit. Jalanan setapak dengan lampu-lampu jalan disetiap sisinya serta permadani berwarna hijau dari ladang mengelilingi layaknya sebuah pagar.
Dan yang menjadi lambang kerajaan tersebut ialah Istana Quirinal yang juga dikenal karena keindahan bangunannya yang terletak tepat di tengah-tengah kota, sehingga bangunan yang berdominan berwarna putih gading ini tampak menyatu dengan kabut. Dan ketika cahaya sore dari sang surya hendak kembali ke peraduannya, istana itu akan tampak berkilauan seolah ribuan bintang tengah dituang oleh Tuhan di sana.
Hanya saja itu semua tinggal puing-puing bangunan yang penuh dengan genangan darah di sana sini, sejak pasukan Vladmire menyerang. Jerit serta tangis para warga yang berusaha menyelamatkan diri memekakan telinga, jalanan setapak berbatu licin akibat cairan kental merah dari tubuh-tubuh para ksatria Agate yang telah tumbang.
Sebuah pemandangan yang sebenarnya sangat tidak ingin dilihat oleh Lorcan, meskipun seharusnya ia telah terbiasa sejak dirinya bergabung dalam pasukan 7 tahun yang lalu. Hanya saja bayangan itu kerap menyergap masuk tanpa aba-aba, sehingga nyeri mendera dada, tempat dimana luka itu masih tersisa.
Pria bersurai legam itu sedikit terlonjak kala sebuah pedang hampir menyentuh ujung lehernya jika ia tak memiliki respon yang kelewat bagus. Sang Kapten mendecih karena kehilangan fokus akibat bayang-bayang sialan itu, padahal ia masih berhadapan dengan musuh.
"Lorcan, tetap fokus!" seru Duke Vladmire yang berdiri tak jauh dari Lorcan, pria berzirah itu baru saja menebas kepala salah seorang ksatria Agate.
Tak memerlukan waktu lama tepat menuju tengah malam pasukan Duke Vladmire berhasil masuk ke dalam istana dan kini sang Duke bersama Kapten pasukannya telah mencapai ruang tahta, di sana seorang pria dengan surai pirang keemasan tengah duduk di kursi singgasananya. Raja Agate tampak tenang meskipun ia mengetahui kerajaannya telah berada dalam ambang kehancuran, namun pria itu masih bisa menyunggingkan senyum miring kala iris emasnya beradu dengan iris sang Duke.
"Sepertinya anda sudah siap mati, Yang Mulia Raja Anastacius," ujar Duke Vladmire yang telah melangkah mendekat menuju tempat sang Raja. Anastacius hanya terkekeh perlahan, meskipun pria itu tak lagi semuda dahulu namun aura kebijaksanaan terpancar dari guratan parasnya. Iris emasnya jatuh pada sosok lain yang masih terdiam berdiri di tengah-tengah ruangan.
Berbeda dengan senyum miring sebelumnya, pria itu kini mengulas senyum tipis yang tulus bagi sosok di tengah ruangan.
"Anda benar-benar gila ya sepertinya, menjadikan dirimu sendiri umpan agar anak-anak serta istrimu bisa lari," seloroh Duke Vladmire yang telah menodongkan bilah pisau pada leher sang Raja Agate. Bukannya gemetar ketakutan Anastacius justru terkekeh keras membuat rahang Vladmire mengeras karena kesal, " Yang benar saja, saya bukanlah seorang pengecut seperti Kallisto yang ketakutan dengan kami para Agate."
"Mungkin kali ini kami kalah, tapi esok kalian akan hancur berkeping-keping di tangannya," tandas Anastacius lagi sembari meringis karena merasakan ujung pedang baru saja menyayat lehernya.
"Apa maksudmu? Dia siapa? Jawab cepat!" Duke Vladmire sedikit merasa gemetar tanpa sebab kala pria tua di hadapannya menyebutkan sosok yang ambigu. Bukannya menjawab Anastacius justru tertawa terbahak bahkan Raja Agate itu harus menyeka air mata di sudut matanya.
"Siapa lagi, tentu sang Raja yang sejati dan agung. Sosok adidaya yang tak dapat ditandingi siapapun."
Kali ini pria berzirah perak itulah yang terbahak karena mendengar sosok yang seharusnya telah tewas sepuluh tahun lalu itu masih hidup, dan apa akan menghancurkannya bersama Rajanya? Sunggu gurauan yang sangat lucu.
"Yang Mulia bukan seorang pengecut yang ketakutan seperti Kallisto. Kalian selama ini yang tak pernah sadar bahwa kalian tengah diperhatikan olehnya, setiap pergerakan kalian," tambah Anastacius yang mulai terbatuk kala bilah pedang Vladmire mulai menembus masuk ke dalam perutnya.
"Anda gila, dia sudah berada di neraka karena pedang Yang Mulia Kallisto sendiri yang menebasnya," timpal Vladmire tak terima, namun lagi-lagi Anastacius hanya tekekeh sebelum akhirnya iris emasnya kembali menatap lurus tepat dimana sosok di tengah ruangan yang berdiri di belakang Vladmire.
Pria bersurai legam itu menggenggam erat pedang hitam di tangannya, iris obsidian miliknya berkilauan berganti dengan sepasang ruby yang berhasil menciptakan senyum Anastacius semakin lebar. Senyum yang masih terasa hangat sekalipun mereka cukup lama tak bersua, sosok pria yang menggantikan sosok sang Ayah bagi pria bermanik ruby itu. Senyum yang sama menenangkan dan seolah berkata semua akan baik-baik saja.
"Salvatore akan kembali dan menghancurkanmu, Yang Mulia Salvatore akan mencabik-cabik kalian."
Tepat setelah itu masih dengan senyum penuh kemenangan tersungging dan tatapan yang masih menatap lurus ke arah pria di tengah ruangan, Anastacius ambruk. Tubuh tuanya berlumuran darah dan kepala sang Raja Agate itu menggelinding bahkan menyentuh ujung sepatu pria yang masih saja membeku.
"Kapten Lorcan, semuanya sudah selesai bukan? mari segera kembali," perintah sang Duke yang telah berjalan menuruni tangga ruang tahta. Senyum puas dan tawa membahana menjadi tanda bahwa pria berzirah perak itu merasa lega dan puas karena berhasil membawa kepala sang Raja Agate. Sementara sang Kapten menunduk memberikan hormat sembari menyunggingkan senyum kepada sang Tuan.
Lebih tepatnya senyum penuh kepalsuan seorang iblis yang dapat menjerat setiap mangsanya, bahkan termasuk Vladmire. Tangan Lorcan yang membawa bagian tubuh sang Raja Agate, tepatnya kepala Anastacius. Sang Kapten membelai surai panjang sang Raja.
Tanpa diketahui siapapun kilatan merah saga terpantul di kedua irisnya.
'Akan kupastikan kalian akan hancur, tak hanya terluka dan mati. Aku akan mengabulkan tantanganmu untuk mencabik-cabik kalian.'