Tải xuống ứng dụng
76.19% Waktu Penantian / Chapter 16: Kisahnya Part 1

Chương 16: Kisahnya Part 1

"Masya Allah ...."

"Kirana, banyak kisah cinta yang berawal dari sesuatu hal yang menyakitkan namun akan indah pada akhirnya, yakin saja kalau kamu dan Keen akan menemukan jalan bahagiamu sendiri."

"Rasanya aku patah hati. Dulu sebelum aku masuk pesantren Mbak, aku merasa apapun yang dikatakannya, apapun yang dipuji-pujikanya kepada Kak Mawar. Aku biasa saja, tapi saat ini rasanya aku tidak akan terima kalau dia terus memuji kakakku sendiri."

"Rana, aku faham."

"Terima kasih Mbak," kata Rana.

"Mau dengar cerita tentang sahabatnya suamiku ini juga menarik loh, siapa tahu kamu bisa mengambil hikmahnya, bisa belajar lebih sabar lagi menghadapi suami yang belum mencintaimu."

"Ceritakan saja Mbak, rasanya aku masih syok dengan pernikahan yang terjadi," kata Kirana sambil menyandarkan kepalanya ke meja makan.

"KISAHNYA ...

Ada salah satu santri Putra mengambil jurusan psikolog ketika lulus dari pesantren. Karena dia merasakan kekwuatiran yang dialami oleh Kakaknya sendiri. Dia tidak ingin mengulang kejadian tahun lalu terulang kedepannya.

Namanya Saif. Pagi itu ada nomor yang menghubungi Saif. Nomor itu dari Adik kelasnya yang bernama Elvira.

Saif sangat kenal dengan Elvira Terlebih lagi dengan kejadian yang dialami Kakaknya Elvira, Anindita adalah gadis cantik Sholihah yang pernah berada di satu pesantren dengan Saif.

Namun sudah lama syair tidak berhubungan dengan Elvira maupun Anindita.

Sebenarnya Saif sangat kagum sama Elvira. Hanya saja Elvira tidak menutup auratnya. Dan membuat Saif tidak mau mengejarnya.

Setelah beberapa tahun tidak bertemu akhirnya Elvira menghubungi Saif. Karena minta bantuan dari Saif.

Karena trauma yang dialami oleh kakaknya Elvira. Cara ingin menghubungi Saif untuk membantu menyemangati kakaknya.

Elvira tersenyum bahagia ketika kakaknya setuju, ia pun tidak membuang waktu. Akhirnya ia menghubungi Saif.

Elvira pergi ke kamarnya untuk berdiskusi terlebih dahulu.

[Hai Mas ... Aku sudah berhasil membujuk Kak Dita. Aku sangat berharap, Mas akan membawa Kak Dita dalam hidup yang terang. Untuk saat ini aku sangat mempercayakan kepada Mas. Bagaimana cara mengaturnya agar kak Dita tidak kembali depresi.]

Chat itu dikirimkan, untuk beberapa saat, Elvira memainkan jari-jarinya sambil menunggu balasan dari Saif.

"Ya Allah ... harapan indah Kak Dita untuk menjalani hidupnya selama ini sudah terkubur. Semoga ada kemudahan," gumamnya penuh harap. Sesekali dia mengaktifkan ponselnya, menunggu Saif

tanjung membalas.

Namun penantian lain menghadiri dan membelenggu dirinya. "Apakah aku benar-benar merindukan dia? Dia yang jauh di sana? Apakah juga merindukanku? Ha ... a ... Vira ... stop." Dia menutup wajah dan merasa malu sendiri.

Perasaan aneh datang menyerbu hatinya. Menahan rindu kepada seseorang yang membuat pikirannya tak tenang. Dia pun teringat kenangan saat bertemu pemuda di Rumah Sakit.

"Dia Zuhri sangat keren ... jantungku ... serasa terlepas dan terhempas. Huh ...." Telapak tangan yang mendingin. "Ini mana sih, sudah contreng abu-abu tapi orangnya tidak menjawab. Vira ... Vira, pasti masih sibuklah," gumamnya yang resah tanpa alasan yang tak pasti.

Ponselnya berdering, rasa tidak sabar ingin segera melihat dari siapa chat. Dia tersenyum ketika tahu itu balasan dari Vira.

[Aku akan menghubungi dia lewat chat. Aku akan menjadikan dia temanku. Karena seseorang yang mengalami trauma akan mudah, jika dia mau membuka diri. Selama ini aku sudah mempelajari. Semoga saja ini bisa bermanfaat. Namun aku perlu berbincang dulu sama kamu. Faktor kan biasanya orang berbeda-beda. Kira-kira jika aku melakukan sesuatu atau omongan ke Kakakmu akan bagaimana? Jadi ini langkah-langkah yang akan aku terangkan sama kamu terlebih dahulu. Salah satu cara untuk mengatasi ke rumah karena pelecehan seksual berhenti menyangkal menerima kenyataan. Memang tidak mudah menerima kenyataan yang dialami korban. Bisa melampiaskan emosi dengan mencoba meditasi yoga ataupun aktivitas lainnya yang membuat hati tenang dan senang. Yang kedua bercerita kepada orang lain. Walaupun terkadang orang lain tidak bisa memberi solusi, namun akan mempermudah perasaan kita. Maka dari itu terlebih dahulu aku harus menjadi temannya Kakakmu. Memilih teman yang harus bisa dipercaya oleh kakakmu. Bisa juga bergabung dengan komunitas ya allah serupa dengan kakakmu, sebagai alternatif. Menulis buku harian penting itulah yang ke tiga. Yang ke empat yang aku pelajari ... Berhenti menyalahkan diri sendiri. Pembicaraan yang bagaimana yang bisa membuat kakakmu tenang?]

Vira segera mengetik. [Hiburan Kakak hanya membaca terjemah kitab. Aku yakin dan setuju kok. Pasti Mas bisa. Terima kasih sudah bersedia membantu dan maaf ya Mas, aku merepotkan.]

Chat terkirim, tidak lama ada chat masuk. Vira segera membuka.

[Aku menghargai seorang wanita. Sama halnya dengan menghargai diri sendiri. Jika seseorang akan melakukan hal keji setidaknya dia berfikir. Pikiranku bahwa aku punya saudara perempuan. Bahwa ibu ku juga perempuan. Jika kita Tega melakukan itu, itu adalah kelakuan hewan. Baiklah aku akan menghubungi Dita.]

Penjelasan dari chat Saif, membuat Vira sangat percaya jika Saif bisa diandalkan. Dia pun segera mengirimkan nomor Dita kepada Saif. Karena ada niatan untuk mendekatkan keduanya.

Vira bergegas ke kamar kakaknya dan membantingkan diri di ranjang itu. Dia tersenyum, Kakanya jelas merasa

aneh. Vira lalu mengambil buku dia tidak membaca malah sekedar membolak-balik kertas novel itu.

"Kak, Mas Saif itu sangat baik," puji Vira. Dita hanya senyum terpaksa. Selang beberapa detik suara dering dari ponsel Dita nyaring dan menjadi pusat perhatian Vira. Vira segera bangun dan mulai penasaran.

'Akhirnya ....' batinya sangat lega.

[Hai Assalamualaikum. Bagaimana kabarmu? Anin, maukah kau menjadi temanku?] Setelah membaca itu Anin melihat sang adik. Vira tersenyum sumringah. Ada perasaan ingin tidak mengecewakan sang adik Anin pun menyentuh pipinya.

"Kakak harus baik. Karena banyak orang yang peduli," kata Vira sambil menumpukkan tangannya ke tangan Vira. Anin mengangguk dengan mata berkaca-kaca. "Cepat di dibaca lagi ... aku kepo nih," bujuknya.

[Jangan berlarut dengan masalah yang seharusnya sudah kamu kubur. Aku yakin kamu bisa hidup maju ke depan. Bagaimana kalau kita berteman. Perlu teman untuk berbagi. Berbagi suka duka bersama. Aku adalah seorang laki-laki. Aku tidak ingin mengingatkan mu lagi ke padahal buruk itu. Kejadian itu memang seperti hantu. Hantu juga harus dilebur. Nisa ... hidup singkat. Dan aku ingin kamu tidak menyesali. Tuhan menciptakan banyak orang, setiap orang memiliki ya karakter masing-masing. Ada yang baik ada pula yang buruk. Aku ingin menjadi teman terbaikmu. Karena aku juga memiliki orang-orang tersayang sama perempuan. Anin aku percaya kamu pasti bisa bangkit. Jangan terlalu terpuruk, karena Tuhan mempunyai rencana lebih indah. Terkadang kita memang dibuat kecewa karena keadaan, karena masalah. Siapapun pasti memiliki masalah. Dan bagaimana kita bisa mengambil sikap itu. Sikap kitalah yang nantinya dinilai Allah. Mari maju bersama-sama. Apakah kamu setuju?]

Vira yang ikut membaca itu senyum-senyum sendiri. Anin terlihat masih berpikir.

[Baiklah, aku yang mungkin lebih dulu bercerita tentang hidupku. Ada pengalaman tersendiri dalam kisah SMP. Aku pernah dibully, dan rasanya itu sangat teramat menyakitkan. Aku sendirian, aku mengurung diri. Namun aku ingat kata-kata Ibuku. Kita tidak akan mulia dari penilaian orang lain. Setidaknya melakukan kehidupan agar Tuhan menilai kita baik. Kejadian kita memang tidak sama. Namun, setidaknya mari kita jalani jangan mengurung diri.]

Tangis Anin menjadi, Vira bingung. 'Kenapa jadi begini? Padahal Mas Saif sudah maksimal,' batin Vira yang lalu memeluk.

"Hiks hiks hiks, est ... sudah lama aku menyia-nyiakan hidupku. Walau masih syok dan trauma, hiks, est ... heh ... aku akan usaha. Karena banyak orang yang masih peduli dengan nasib wanita seperti aku," kata Anin tersedu-sedu. Sara lega mendengar itu, kecemasan yang tadi hadir kini sudah lenyap.

"Kakak akan usaha?" tanya Vira mengangkat wajah Aini. Anin mengangguk pela dengan mata yang masih basah. Vira segera menyeka.

'Ini adalah kebahagian yang tidak terkira,' batinya. Kembang kemping dirasanya. Tangis bahagia tidak termendung lagi. Vira menangis di atas punggung tangan Anin.

"Aku ... akan, berada dan terus mendukung Kakak. Kakak harus tunjukkan ke dunia, bahwa wanita tidak lemah. Kakak harus buktikan ke para lelaki itu. Ya?" tanya Vira menatap Anin. Anin mengangguk pelan setuju. Vira memeluk Kakaknya.

"Hiks, hiks, est ... semua masih membekas dan sangat tajam dalam ingatan. Namun aku harus usaha ada kamu ... kamulah kekuatan Kakak saat ini," kata Anin membelai rambut Vira. Vira tersenyum dalam pelukan itu.


next chapter
Load failed, please RETRY

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Rank -- Xếp hạng Quyền lực
Stone -- Đá Quyền lực

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C16
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
Stone -- Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập