Tải xuống ứng dụng
13.15% Twinkle Love / Chapter 25: Bab 25 Ada Apa Dengan Hari Ini?

Chương 25: Bab 25 Ada Apa Dengan Hari Ini?

"Karena Billa tidak bisa mengikuti kompetisi, dari sekolah menunjuk kamu untuk menggantikan Billa. Bimbingan akan dimulai besok di pagi dan setelah sekolah."

Pak Rudi selaku wakil kepala sekolah bagian kesiswaan baru saja memanggil Alira ke kantor dan menyampaikan satu informasi terkait kompetisi sains yang akan dilaksanakan semester depan.

"Kenapa harus saya, Pak? Bukannya, masih ada siswa lain yang lebih pintar dari pada saya," tanya Alira sesopan mungkin.

"Sekolah sudah mempercayakan kamu, Alira. Anak-anak lain juga merekomendasikan kamu untuk ikut serta dalam kompetisi," jawab Pak Rudi.

Benarkah? Siapa yang mencalonkan Alira untuk ikut kompetisi semacam ini? Benar-benar menyebalkan.

"Kamu tidak perlu menganggap kompetisi ini sebagai beban buat kamu. Dijalani saja. Sekolah tidak akan menuntut kamu untuk harus menang," ucap Pak Rudi berusaha membujuk Alira.

Meskipun tidak menuntut, tetap saja Alira merasa terbebani dengan amanah ini. Dan lagi, soal-soal yang akan keluar di perlombaan pasti jauh berbeda dengan soal ulangan harian. Alira pernah melihat soal-soal kompetisi sains dan membuatnya merasa mual dalam sekejap.

"Anak-anak yang ikut kompetisi, akan dibebaskan SPP selama tiga bulan," Pak Rudi kembali berucap.

Sepertinya ucapan Pak Rudi kali ini sedikit menarik perhatian Alira. Saat itu juga Alira membayangkan jika ia mendapat gratisan sekolah selama tiga bulan. Jumlah uang yang bisa Alira tabung tentu tidak sedikit.

"Jam sepuluh saya ada rapat. Besok pagi kamu bisa datang ke aula sekolah kalau sudah setuju mengikuti kompetisi," ujar Pak Rudi kemudian beranjak pergi dari hadapan Alira.

Tidak lama setelah itu Alira ikut beranjak dari duduknya. Sebentar lagi ada pelajaran ekonomi yang tidak bisa Alira tinggalkan.

"Alira," panggil Bu Ita.

"Iya, Bu" jawab Alira sopan.

"Boleh minta tolong sebentar?" tanya Bu Ita yang dibalas anggukan kepala oleh Alira.

"Tolong berikan tugas ini ke kelasnya Oscar. Saya ada rapat jadi tidak bisa mengajar di kelas tersebut," Bu Ita memberikan satu lembar kertas berisikan tugas.

"Baik, Bu. Akan saya serahkan ke Oscar," Alira menerima kertas dari Bu Ita dan bergegas keluar dari kantor guru.

Sepanjang melewati koridor sekolah, Alira terus berpikir dengan tawaran yang diberikan Pak Rudi. Membayangkan jika ia bisa bebas biaya sekolah selama tiga bulan. Jumlah uang yang Alira dapatkan dapat ia gunakan untuk membayar field study.

"Masih semester depan dapat duitnya," gumam Alira.

Memang urusan field study sudah dilunasi oleh Gea. Tapi tetap saja Alira merasa tidak nyaman dengan pemberian tersebut. Ia tidak bisa tinggal diam begitu saja.

Alira tetap harus mengumpulkan uang sejumlah biaya field study. Urusan nanti Gea akan menerima uang darinya atau tidak, bisa dipikir belakangan.

"Haish. Gajian gue kenapa belum turun coba?" heran Alira.

Padahal seharusnya di minggu pertama, ia sudah mendapatkan pembagiaan hasil untuk novel yang sudah ia tulis. Tapi beberapa kali juga, pendapatan Alira datang terlambat karena ada beberapa kendala. Selain itu, jatah novel yang Alira buat akan tamat bulan ini. Itu artinya bulan depan Alira sudah tidak menerima gajian lagi.

"Kurang lima bab lagi. Nggak cukup kalo buat dapat bonus bulanan," Alira kembali bermonolog.

Meskipun Alira masih memiliki beberapa projek novel baru, tapi untuk dapat memperoleh royalty masih harus melewati beberapa tahap. Paling tidak Alira harus menunggu sekitar satu sampai dua bulan sampai kontraknya turun. Baru setelah itu Alira bisa menerima pendapatan dari tulisannya.

"Oh ya! Gue masih ada tanggungan novel religi!" pekik Alira membuat beberapa siswa menoleh ke arahnya.

Alira segera menutup mulutnya dengan satu tangan. Berusaha bersikap bodo amat seolah tidak terjadi apa-apa. Alira kembali berjalan menuju gedung IPA.

"Kelas IPA 1 …" Alira melongok tulisan yang bertengger di atas pintu kelas.

Tidak lama setelah itu Alira melihat Oscar dan Denis yang sedang duduk di depan kelasnya. Membuat Alira mendekat ke arah mereka berdua.

"Oscar," panggil Alira saat ia sudah berada di depan Oscar.

"Eh, ada doi-nya Alingga. Mau ketemu mamas doi?" sapa Denis dengan candaan yang membuat Alira menggeleng.

"Mau ketemu Oscar," kata Alira.

"Jangan ketemu gue dong! Udah punya cewek gue, Al" ujar Oscar terlihat bersandiwara.

"Iya Al bener. Entar Alingga marah kalo yang lo cari bukan dia," sambung Denis.

"Kenapa jadi ngomongin Alingga sih? Orang gue nyarinya Oscar juga," ucap Alira lagi.

"Yakin nggak nyariin Alingga? Dia lagi nggak masuk sekolah loh, Al" Denis berusaha memancing Alira.

"Lo nggak penasaran Alingga lagi dimana?"

"Nggak," jawab Alira cepat. "Mau dia nggak masuk tiap hari juga gue nggak peduli."

Oscar dan Denis serempak bersorak kecewa. Sepertinya Alira sedang tidak bisa diajak kompromi untuk bercanda.

"Ini," Alira menyodorkan selembar kertas dari Bu Ita.

"Jamkos, Car?" tanya Denis ikut membaca kertas yang dipegang Oscar.

"Tugas. Biasa suruh ngerjain LKS," jawab Oscar.

"Dikumpulin sekarang, Al?"

Alira menggeleng. "Bu Ita nggak bilang apa-apa. Cuma disuruh ngerjain doang."

"Gue balik dulu. Jangan lupa kasih tau tugasnya ke yang lain," pamit Alira kemudian beranjak pergi dari kelas Oscar.

Wajah Alira kembali lesu. Mengingat beberapa masalah yang belum ia selesaikan. Pertama: Alira masih memikirkan perimintaan mamanya untuk bekerja menjadi guru. Kedua: Gea membayarkan field study untuk Alira dan membuatnya merasa tidak nyaman. Ketiga: Alira harus memutuskan apakah ia menerima permintaan sekolah untuk iku kompetisi atau tidak.

"Huuufff," Alira terlihat menghela napas panjang.

Memilih untuk duduk sejenak di bangku yang berada di depan UKS. Tidak banyak siswa yang berlalu lalang di tempat tersebut. Sehingga membuat Alira merasa sedikit nyaman dan bisa mendinginkan pikirannya.

"Alingga nggak masuk sekolah kenapa ya?"

Tiba-tiba Alira teringat dengan cowok tengil yang hobi mengganggunya. Pantas saja tadi hanya ada Oscar dan Denis. Biasanya mereka bertiga selalu bersama seperti tiga serangkai.

"Sepi juga kalo nggak ada yang gangguin," kata Alira lalu terkekeh pelan.

Aneh. Benar-benar aneh. Kenapa Alira tiba-tiba memikirkan Alingga? Harusnya Alira merasa senang karena hari ini ia bisa bebas dari gangguan Alingga.

"Diganggu sama Alingga … berasa kayak udah jadi makanan gue tiap hari," ujar Alira dengan tatapan kosong.

Lama mengenal Alingga membuat Alira belajar akan banyak hal. Sikap menjengkelkan Alingga, tidak selamanya membuat Alira merasa kesal. Kadang, dengan gombalan receh yang dilontarkan Alingga bisa membuat mood Alira membaik.

Terdengar aneh bukan?

Padahal setiap kali ada orang lain yang membicarakan Alingga di depannya, Alira selalu kesal. Seolah ia benar-benar membeci Alingga. Terlebih saat ada orang yang membanding-bandingkan dirinya dengan Alingga.

"Novel dia sukses bukan karena nyolong ide gue," kata Alira dalam hati.

Sudahlah. Alira tidak mau menambah masalah dalam hidupnya. Masih banyak hal penting lain yang harus Alira pikirkan saat ini. Oke! Semangat Alira semangat!

***

23102021 (10.34 WIB)


next chapter
Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C25
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập