Malam hari, langit terlihat cerah dengan banyak bintang yang bertaburan di atas sana. Indah. Mungkin akan lebih indah jika dinikmati bersama.
"Gimana rasanya kencan pas malam hari ya?" gumam Alira sambil menatap langit.
Saat ini ia sedang duduk di depan rumah sambil mengerjakan tugas sekolah yang belum selesai. Sesekali Alira selingi belajarnya dengan melanjutkan naskah novel yang baru-baru ini ia buat.
"Kalo di film-film yang gue tonton, orang yang pacaran itu kelihatan mesra banget. Boncengan sambil pelukan, jalan-jalan sambil gandengan tangan, mau makan pun dapat traktiran. Berasa kayak nggak ada beban hidup," ujar Alira kembali bermonolog.
Katanya orang-orang yang sudah pernah berpacaran, mereka bilang kalau 'nggak usah pacaran, pacaran itu ribet'. Atau mungkin 'mending sendiri daripada pacaran terus ujung-ujungnya sakit hati'. Alira tidak jarang mendengar hal semacam itu dari teman-teman di sekolah.
Karena mereka sudah pernah merasakannya, jadi mereka bisa berkomentar. Sedangkan Alira? Ia masih sangat awam jika harus membahas soal percintaan semacam itu. Karena Alira sendiri belum pernah berpacaran.
Kadang, Alira berpikir kalau ia ingin memiliki seseorang yang dekat dengannya. Anggaplah kalau Alira ingin memiliki pacar. Alira juga manusia biasa. Tidak jarang merasa iri dengan kemesraan teman-temannya yang sudah memiliki pasangan.
"Kalo dilihat sekilas, pacaran itu emang enak. Berasa punya temen deket yang mau dengerin semua keluh kesah kita."
Sebenarnya tidak harus pacar. Teman pun bisa memerankan hal tadi, semisal mendengarkan curhatan kita, menemani jalan-jalan, atau sekedar pergi ke kantin bareng dan makan berhadapan. Tapi, status 'pacar' dan 'teman' itu beda. Dan tidak akan pernah bisa disamakan.
"Katanya kalau punya temen cowok itu enak. Tapi, gue sendiri belum pernah punya temen deket cowok," kata Alira sambil menyenderkan tubuhnya ke belakang.
"Ada sih temen cowok, tapi ya enggak deket-deket banget."
Gea pernah bilang kalau Alira bisa memperlakukan Leo sedikit lebih halus, besar kemungkinannya kalau Leo akan jadi teman dekat Alira.
Halus bagaimana maksudnya?
Alira adalah tipe cewek yang menyamaratakan perlakuannya pada semua orang. Tidak peduli orang itu memiliki perasaan lebih padanya atau tidak. Alira cukup tegas ketika harus menolak cowok yang menyatakan perasaan untuknya.
Ketika Alira merasa ada cowok yang mendekatinya karena ada perasaan suka, maka dengan segera Alira akan menjauh. Karena apa? Alira tidak mau memberikan harapan pada cowok itu, sedangkan Alira sendiri tidak dapat membalas perasaannya.
"Alah ribet! Mikirin cowok nggak bakal ada selesai-selesainya," Alira membenarkan posisi duduknya, kemudian kembali mengerjakan tugas sekolah yang harus ia kumpulkan esok hari.
***
Ulangan!
Alira tersenyum senang setelah ia berhasil menyelesaikan ulangan lebih dulu daripada teman-temannya. Dengan begitu, Alira dipersilakan untuk istirahat lebih awal.
"Alira tunggu!"
Suara cempreng Gea membuat Alira menoleh. Melihat Gea yang sedang berlari kecil ke arahnya.
"Tumben ngerjainnya cepet," heran Alira.
"Udah gatel gue lihat lo keluar duluan," jawab Gea seadanya.
"Kerjain yang bener kali, Ge. Emang lo mau kalo besok ikut remidi?"
Gea menggeleng cepat. "Jangan gitu dong ngomongnya. Gue udah optimis bakal dapat nilai bagus, malah lo jatuhin."
"Iya iya maaf," kekeh Alira. "Yaudah, kantin yuk!" ajak Alira yang diangguki oleh Gea.
Sampai di dalam kantin, kondisi masih sepi. Jelaslah sepi, orang yang lainnya belum pada keluar kelas. Jadi kali ini Alira tidak perlu repot-repot berdesakan mengantri makanan.
"Mau makan apa, Al?" tanya Gea.
"Samain kayak lo aja," jawab Alira.
Gea kemudian berjalan ke arah kedai yang menjual bakwan kawi. Ia memesan dua porsi beserta es tehnya juga. Tidak perlu waktu lama untuk menunggu makanannya jadi, karena hanya ada Gea dan Alira yang saat ini membeli makanan tersebut.
"Duduk bareng mereka yuk," ajak Gea menunjuk ke arah tiga cowok yang sedang mengobrol.
"Kok sama mereka sih? Gue nggak mau," tolak Alira mentah-mentah.
"Kenapa sih? Nggak suka kalo duduk barengan sama Alingga?" tanya Gea dengan kedua tangan memegang nampan berisi makanan.
"Harus banget gue jawab?" Alira tampak memberenggut kesal.
"Nggak papa si duduk bareng. Sekali-kali lo akur sama Alingga dong, Al. Ayokk!" tanpa menunggu persetujuan Alira, Gea sudah lebih dulu berjalan mendekati meja Alingga.
"Hai pacar!" sapa Oscar saat melihat Gea datang. Ia segera memberikan tempat duduk di sampingnya untuk Gea.
"Tadi pagi nggak sarapan?" tanya Oscar.
"Sarapan. Emangnya kenapa?" Gea balik bertanya.
Oscar melirik makanan yang dibawa Gea. "Udah laper lagi?"
"Iya," jawab Gea menunjukkan cengirannya. "Kamu nggak marah, kan, kalo aku tiba-tiba jadi gemuk?"
"Enggak dong. Aku tetep bakal cinta sama kamu apapun kondisi kamu," Oscar memeluk mesra Gea di depan kedua temannya.
"Hoeekkk!" Denis berlagak seolah akan muntah.
"Apa sih, Den. Dengki banget lo jadi jomblo," ujar Oscar menatap tajam ke arah Denis.
"Lagian lo alay banget kalo pacaran. Eneg tau gue dengernya," sahut Denis.
"Gausah didengerin. Pergi sana lo," usir Oscar.
Denis berdecak kesal di tempatnya. Heran sendiri dengan sikap Oscar yang berubah drastis ketika sedang bersama Gea.
"Lo laper apa laper banget, Ge?" tanya Denis sambil menatap dua mangkuk berisi bakwan kawi.
"Punya gue cuma satu."
"Terus yang satunya punya siapa?"
Belum sempat Gea menjawab, Alira sudah lebih dulu datang dan duduk di samping Alingga.
"Waduhh. Ibu negara sudah datang, Bung!" ucap Denis saat melihat kedatangan Alira.
"Gue nggak ikut-ikut kalo habis ini ada KDRT," Oscar ikut menanggapi.
Alira menatap tajam dua laki-laki yang duduk di hadapannya. Membuat Denis dan Oscar segera memalingkan muka. Saat Alira beralih menoleh ke samping, ia disambut dengan senyum menjengkelkan milik Alingga.
"Kangen sama gue?" tanya Alingga dengan suara serak.
Buru-buru Alira mendorong wajah Alingga. "Najis banget! Siapa juga yang kangen sama lo."
Alingga sama sekali tidak marah dengan tindakan Alira. Mungkin karena sudah terbiasa, jadi Alingga tidak lagi mempermasalahkan hal tersebut.
"Kasar banget. Pantesan masih jomblo," sindir Alingga.
"Nggak ngaca? Situ juga jomblo ya," timpal Alira tak terima.
"Eh iya! Gue baru sadar kalo kita itu banyak kesamaan tau, Al" Alingga justru menyahut dengan membuka topik lain.
"Sama-sama suka nulis, hobi ngehalu, hobi ngegantung pembaca, terus satu lagi nih," Alingga menjeda ucapannya.
"Kita berdua sama-sama jomblo. Wah. Gimana kalo kita pacaran aja, Al? Pasti seru tuh!" ujar Alingga bersemangat.
"Pacar pacar pala lo peang! Ogah banget gue pacaran sama cowok nyebelin kayak lo," tolak Alira mentah-mentah.
"Lagian, lo itu musuh gue Alingga. Jangan ngarep deh kalo gue ada rasa sama lo."
"Kalo gue yang ada rasa lebih sama lo, gimana?" tanya Alingga pada Alira.
Pertanyaan tersebut sempat membuat kedua teman Alingga dan Gea melongo. Merasa tidak percaya dengan ucapan Alingga.
"Ya nggak gimana-gimana. Kan, guenya tetep nggak suka sama lo," sahut Alira tegas.
Alingga tampak mengangguk-anggukkan kepalanya. Kali ini Alingga sudah beralih menatap ponsel dan tidak lagi menatap Alira.
"Lo beneran butuh pacar, Al" kata Alingga membuat Alira terbatuk saat barusaja mencicipi kuah bakwan kawi.
"Pelan-pelan makannya. Nggak bakal gue rebut kok," Alingga memberikan sapu tangan miliknya pada Alira.
Dengan perasaan kesal, Alira menerima sapu tangan tersebut untuk mengelap bibirnya. Tanpa Alira sadari jika itu sapu tangan kepunyaan Alingga.
"Emang dasar perusak suasana banget. Ganggu gue mau makan," kesal Alira pada Alingga.
"Ganggu apanya coba? Gue cuma ngomong kalo lo itu butuh pacar. Biar bisa ilang kegalakannya lo," sahut Alingga membela dirinya.
Alira tersenyum sinis. "Gausah sok-sokan nyuruh orang lain pacaran. Kalo lo-nya sendiri enggak pacaran."
"Kan gue maunya pacaran sama lo. Tinggal nunggu lo siapnya kapan," kata Alingga terlampau santai.
Lelah sendiri Alira mendengar ocehan Alingga yang semakin tidak jelas. Bagaimana bisa Alingga mengajaknya berpacaran. Sudah jelas jika Alira dan Alingga saling bermusuhan. Benar-benar tidak masuk akal.
***
09102021 (10.45 WIB)