Tải xuống ứng dụng
0.75% The Envoy of Darkness For The New Beginning / Chapter 3: Sebuah Perjanjian

Chương 3: Sebuah Perjanjian

Saat kembali ke kamarnya, Sakamoto termenung, dengan apa yang baru saja dia alami. Begitu banyak rasa sakit di bagian tubuhnya, serta kenangan pahit yang sulit untuk dihilangkan dari ingatan.

"Huh… rasanya aku ingin sekali mati!"

Sunyi senyap yang sangat mencengkam, menjadi teman untuk Sakamoto merenung, akan nasibnya yang begitu pilu.

Semua hal yang baru saja terjadi sangat sulit dia lupakan, hingga matanya menutup dan hanyut dalam buaian mimpi.

"Huah!" Sakamoto langsung bangun dengan wajah terkejut, dadanya berdetak dengan cepat. "Apa itu tadi?" Sebuah mimpi buruk bagaikan kenyataan yang sedang dia alami.

Sakamoto terdiam dengan mata yang melotot, mimpi itu seolah sangat nyata, dia melihat serangkaian peristiwa yang belum pernah dia alami.

Cahaya fajar menghangatkan tubuhnya, hingga meredam rasa gelisah dengan sangat cepat. Perlahan napas Sakamoto mulai bisa teratur kembali.

Sakamoto menatap mentari yang baru saja, terbit. Dirinya masih mengingat peristiwa aneh yang muncul di dalam mimpinya.

Setelah itu Sakamoto mulai kembali ke sekolah yang merupakan tempat neraka bagi dirinya. Dadanya tiba-tuba berdetak lebih cepat daripada biasanya saat berada di depan bangunan sekolah.

"Apa ini? Kenapa tubuhku seakan tidak mau masuk ke dalam bangunan sekolah! Bukankah selama ini aku sudah terbiasa akan menerima cacian dan hinaan dari setiap orang? Tapi… kenapa!"

Dia tidak bisa mengkontrol rasa gelisah yang terus bermekaran di dalam hatinya, kakinya mati rasa disertai getaran hebat yang menjalar ke seluruh tubuh.

"Tidak! Apapun yang terjadi aku harus maju, meski rasa sakit kembali harus aku rasakan." Dengan gagah berani Sakamoto mulai melangkah menuju kelasnya, setiap langkah tubuhnya semakin berat.

Saat hendak masuk ke dalam ruangan kelas, Sakamoto menundukkan pandangannya, dia tidak sanggup untuk melihat tatapan mata yang selalu saja merendahkan dirinya.

Ketika berjalan menuju mejanya, Sakamoto terdiam dengan pandangan mata menatap meja. Begitu banyak coretan yang terukir di atasnya. Kata-kata seperti lemah, cupu, cengeng, anak lugu, dan pecundang mewarnai meja yang awalnya bersih.

Seorang anak laki-laki dengan sengaja menyenggol tubuh Sakamoto. "Maaf!"

"Heahahahaha!"

Lalu semua anak di dalam kelas tertawa, setelah melihat Sakamoto terkena tumpahan air minum yang dijatuhkan oleh anak laki-laki tadi.

"Apa yang lucu?" Wajah itu membuat dirinya benar-benar muak. "Apa yang namanya sekolah unggulan? Kalau penghuninya hanya makhluk hina yang selalu saja, memberikan hal buruk kepada orang lain." Tangan mengepal dengan kuat, gigi merapat disertai alis yang meruncing.

Sakamoto sudah siap untuk melepaskan seluruh amarah yang selama ini bersarang dalam hatinya. "Apakah memang seperti ini hidup itu? Apakah keadilan hanya kata-kata manis?"

"Diam semuanya!"

Tidak berapa lama guru masuk ke dalam ruangan, seluruh anak murid di sana langsung terdiam.

Guru itu melihat Sakamoto yang masih berdiri dengan pandangan mata tertunduk.

"Sakamoto ada apa?" Guru itu berinisiatif untuk mendekati Sakamoto, anak itu seperti sebuah patung yang tidak bernyawa. "Huuuh?" Sungguh mengejutkan dirinya, melihat meja yang penuh dengan coretan dan pakaian Sakamoto yang berlumuran air. Air itu mengeluarkan bau yang tidak enak, guru tersebut langsung menutup hidup.

"Kenapa dengan dirimu Sakamoto? Kau jorok sekali!"

Tidak ada jawaban dari Sakamoto, hanya sebuah diam membisu.

"Iya dari tadi kami mencium bau yang tidak enak, sejak Sakamoto masuk. Mulut kami hampir muntah saat mencium baunya."

"Heahahaha."

Sebuah kebohongan yang sengaja dilontarkan untuk memojokkan Sakamoto.

"Tidak, itu bukan salahku. Bau ini dari orang tadi!" ucap Sakamoto dari dalam hatinya.

"Diam kalian!" bentak guru perempuan itu. Sikap anak-anak di kelasnya benar-benar tidak bermoral sama sekali. "Sakamoto! Ibu tidak mau tahu, sekarang kau pergi ke toilet dan ganti pakaian yang ada di dalam lokermu!"

Sakamoto lalu pergi tanpa menjawab, matanya masih tertunduk. Semua orang yang mencium bau busuk yang menyebar dari tubuhnya, langsung menghindar.

"Brack!"

Tinju merupakan wujud kesal dari perasaannya Sakamoto lakukan di depan loker.

"Kenapa aku selalu mendapatkan perlakuan tidak pantas!" Luapan emosi di dalam tubuh Sakamoto bagaikan air mendidih.

"Apakah kau menginginkan kekuatan?"

"UH?"

Suara aneh dan misterius tiba-tiba berdengung di telinganya.

"Siapa itu?"

"Hehehehe… apakah kau lupa? Dengan perjanjian kita kemarin?"

"Uh!"

Otak membawa Sakamoto ke ingatan kemarin.

***

"Apa yang kau lihat dari masa depanku?" Itu adalah pertanyaan dari Sakamoto kemarin, ketika momen dirinya menunggu sebuah jawaban takdir yang mungkin ada sebuah keajaiban di masa depannya.

"Kau akan mengalami serangkaian masalah, yang tidak akan kunjung selesai."

Mata Sakamoto langsung melotot, keringat mengucur deras. "Apakah tidak akan ada kebaikan di masa depan yang bisa aku temui."

"Sayangnya, tidak ada! Kau memiliki kegelapan takdir yang luar biasa. Bahkan aku sendiri saja merinding ketika melihat masa depanmu. Gelap dan sanga pekat, sebuah gambaran dari apa yang aku lihat di dalam dirimu."

"Jadi begitu ya!" Mata Sakamoto menjadi layu. "Tapi aku percaya kalau takdir itu akan memberikan keajaiban, dan hanya waktu yang akan memberikan jawaban!" Raut wajahnya dipaksa untuk tersenyum, namun sorotan matanya menandakan kesedihan yang mendalam.

Orang berjubah itu sedikit terkejut melihat sikap Sakamoto yang masih tegar meski sudah mengetahui nasib di masa depan.

"Apakah kau yakin kalau sebuah kebaikan akan datang?"

"Entahlah, tapi kata kakek. Sebuah keajaiban akan datang dan menyelamatkanmu. Tetaplah menjadi orang yang bisa tersenyum saat melihat masa depan." Ungkapan yang begitu indah, dari ingatan masa lalu, kenyataannya Sakamoto sudah kehilangan senyum di wajahnya.

"Dengar, berhentilah untuk hidup di dalam sebuah khayalan semata. Semua yang kau bayangkan itu tidak akan pernah terjadi, meski kau berusaha keras untuk menggapainya."

Lontaran kata-kata pesimis yang semakin menjatuhkan mental Sakamoto, telah terdengar. Sakamoto tidak bisa menyangkal ucapan orang itu, karena memang dirinya sanga bimbang. Dia tidak pernah memikirkan masa depan yang lebih baik, baginya hari-hari yang telah dilewati terasa seperti neraka.

"Tapi apa yang bisa aku lakukan untuk mengubah nasib ini? Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi. Di sekolah aku selalu mendapatkan hinaan dan cacian. Aku tidak memiliki kekuatan untuk melawannya."

"Apakah kau mau mengubah nasibmu?"

Tawaran dengan nada berat, suasana menjadi sunyi senyap yang mencengkam. Tubuh Sakamoto langsung merinding.

"Aku masih bisa mengubah nasib yang bagaikan neraka ini?" Sebuah tatapan harapan terpancar jelas di mata Sakamoto.

"Ya!" jawab orang berjubah itu dengan senyuman dingin di wajahnya. "Tapi bukan kebahagiaan yang bisa aku berikan, melainkan sebuah kekuatan yang bisa menghancurkan semua orang yang telah membuat dirimu menjadi pilu menjalani hidup ini."

Sakamoto terdiam, lalu dia merenung. Semua ingatan itu kembali terputar di dalam kepalanya.

"Jikalau kau memang menginginkan hal tersebut, aku akan membantu dirimu!" lanjut orang berjubah itu.

__To Be Continued__


next chapter

Chương 4: Waktunya Membalas Dendam Yang Membara

"Kau seperti malaikat yang diutus oleh tuhan untuk memberikan diriku keselamatan!"

"Aku bukanlah, seorang penyelamat atau malaikat, aku hanya seorang makhluk yang akan memberikan semua harapan yang berdasarkan kebencian sejati yang bersarang di dalam hatimu."

Suasana menjadi hening, Sakamoto terpaku menatap satu mata orang berjubah itu. Sorotan mata kuat, hingga mampu menggetarkan hati Sakamoto.

"Jika aku menerima tawaranmu itu, apa yang harus aku berikan?" Sakamoto tidak memiliki apa-apa, dia hanya manusia yang tidak berguna.

"Aku akan mengambil semuanya! Dari dirimu!"

Mata Sakamoto langsung melotot.

"Harta, kehidupan, bahkan kebencian dari dalam dirimu akan aku ambil. Sebagai gantinya, kau akan mendapatkan kekuatan untuk membalas semua hal yang telah dilakukan oleh orang-orang yang kau benci. Sakit bukan? Aku bisa melihat jelas kebencian yang kuat dari dalam hatimu. Kebencian yang mampu menghancurkan segalanya, dengan kekuatan sebesar itu kau akan bisa membalas perbuatan mereka."

Suasana menjadi hening kembali. Tangan Sakamoto mengepal dengan kuat.

"Aku bisa membalas perbuatan mereka!"

"Ya, itu terserah dirimu. Mau menerima tawaran ini atau tidak. Hidup di dunia yang penuh kepalsuan serta kepiluan, bukanlah hal yang diinginkan oleh jiwamu. Aku bisa mendengar teriakan jiwamu yang selalu mencari kebebasan, mungkin ini adalah satu cara untuk melepaskan belenggu yang mengikat kebebasanmu."

Orang itu terus menghasut Sakamoto untuk menerima tawarannya, setiap kata manis terlontar dengan begitu rapi hingga mengguncang jiwa Sakamoto.

"Apakah memang benar harus seperti ini?" Perasaan Sakamoto seperti tidak ingin dirinya menerima tawaran itu, namun bayangan pilu itu terus tergambar di matanya.

"Sudah kau jangan lawan, saat ini kau hanya perlu menerima tawaran ini, dengan begitu kau bisa bebas dari dunia yang kejam ini."

"Bebas dari dunia yang kejam!" Mata Sakamoto meruncing, bola matanya menjadi sangat serius. "Baiklah!" Tangan kanan Sakamoto angkat. "Jikalau aku bisa melihat mereka merasakan penderitaan yang aku rasakan, maka aku tidak peduli jika itu memang harus ditukar dengan nyawaku!" Lalu tangan itu dia cengkeram layaknya sebuah jebakan maut.

"Hehehe!" Orang berjubah itu tertawa kecil. "Bagus, jikalau kau memang ingin menerimanya. Sekarang kau sentuh bola kristal ini, setelah kau menyentuhnya kau tidak akan ingat apa-apa, sampai nanti waktunya tiba!"

Tanpa banyak pikir Sakamoto segera menyentuh bola kristal itu. Lalu tubuh Sakamoto seperti dilempar dari lantai 10 sebuah gedung, jantungnya berdetak dengan cepat hingga dia tidak sadarkan diri.

***

Setelah mengingat semua itu, Sakamoto meneguk air ludahnya.

"Begitu rupanya!" Alis meruncing tajam. "Lalu apa yang harus aku lakukan?" Tekadnya sudah bulan, hari itu dia putuskan untuk menyelesaikan apa yang selalu saja membuat dirinya merasa sedih dan menghapus lingkaran takdir yang begitu menyedihkan.

"Hehehehehe… kau tidak perlu melakukan apa-apa. Yang harus kau lakukan, biarkan kebencian itu menyebar."

Suara bisikan halus masuk begitu lembut ke dalam otak Sakamoto, perlahan cahaya kesadaran mulai menghilang. Tatapan matanya berubah menjadi merah, bagaikan seekor monster buas yang siap untuk menerkam mangsanya.

"Biarkan kebencian itu, menyebar," ucap Sakamoto setelah itu senyuman menyeringai terukir dari wajahnya.

"Tap!"

Seluruh mata langsung tertuju ke arah suara langkah kaki, yang di sana sudah ada seorang anak laki-laki berdiri.

"Sakamoto? Ada apa?" tanya guru dengan nada ramah.

Tidak ada jawaban dari Sakamoto, hanya kepala yang menunduk. Lalu perlahan bahunya bergerak ke atas dan ke bawah.

"Heahahahaha!"

Sakamoto di depan semua orang tertawa lepas, orang-orang menjadi terdiam. Mereka tidak percaya kalau anak cupu seperti Sakamoto akan tertawa seperti orang gila yang kehilangan obat penenang.

"Oi apa yang ka…!"

"Crash!"

Salah satu murid mencoba untuk menegur Sakamoto, yang sikapnya terasa sudah tidak pantas, tapi sebelum murid itu menyelesaikan kalimat, ucapannya terpotong oleh pena yang menusuk lehernya.

"Heaaaha!"

Suara teriakan histeris langsung terdengar dari suara murid lainnya, terutama anak perempuan yang begitu melengking, ketika darah mengucur deras di lantai.

"Sakamoto!"

"Diam!"

Bahkan guru yang hendak membentak Sakamoto, langsung terdiam saat mendengar ucapan Sakamoto yang tidak lagi terdengar seperti manusia sewajarnya.

"Tap! Tap!"

Sakamoto mulai menghampiri anak laki-laki yang selama ini selalu memberikan dirinya pengalaman pahit selama sekolah. Senyuman lebar, mengiringi langkah kakinya.

"Sakamoto!"

Suasana menjadi semakin ricuh setelah, seorang guru tiba-tiba masuk ke dalam ruangan saat mendengar suara ribut dari kelas.

Sakamoto menoleh ke arah belakang, di depan pintu sudah berdiri seorang guru yang sebelumnya memberikan ocehan yang sengaja merendahkan mentalnya.

"Kau!" Sakamoto menunjuk wajah guru itu dengan tatapan marah. "Akan aku bunuh kau sekarang juga!"

Sakamoto bergegas untuk mendekati guru itu, ketika melewati satu meja dia melihat satu pulpen. Dengan cepat Sakamoto mengambilnya, dan kembali dia lempar pulpen tersebut.

"Crash!"

Pulpen itu dalam hitungan detik sudah menancap di kening Akechi. Lalu dia tumbang bagaikan pohon.

"Heahahahaha!"

Di tengah tawa menyeramkan yang dilakukan Sakamoto, satu pisau tiba-tiba menusuk belakang tubuhnya. Sakamoto segera menoleh ke arah belakang ternyata itu adalah anak yang paling dia benci.

"Kau!" Sakamoto mengambil pisau yang menusuk tubuhnya. "Kau pikir dengan pisau seperti ini, sudah bisa menghentikan diriku?" Senyuman lebar yang begitu mengerikan sangat jelas terukir.

Anak itu mundur ketakutan. Di saat yang sama, Sakamoto mulai berjalan mendekat ke arahnya.

"Akan aku buat kau mendapatkan semua hal yang telah kau lakukan kepadaku!"

"Arrgh!"

Sakamoto lalu mencekik leher anak itu hingga tinggi. Anak tersebut sangat tersiksa, mulut yang menganga dengan mata melotot sebagai bentuk rasa sakit yang sedang dialaminya.

"Hehehe… bagaimana apakah kau merasakan apa yang aku rasakan selama ini?"

Semakin kuat cengkeraman tangan Sakamoto hingga menghimpit pernapasan dari anak laki-laki itu. Melihat wajahnya yang menderita, begitu menyenangkan bagi Sakamoto.

"Wajahmu itu selalu ingin aku lihat. Selama ini kau saja yang selalu melihat wajah menyedihkan diriku. Bagaimana rasanya?"

"S-Sakit!" Anak laki-laki itu menjawab di tengah rasa sakit yang dideritanya.

"Heahaha… benar sekali, itulah rasa yang selalu kau berikan kepadaku! Sakit…." Setelah merasa cukup Sakamoto mengangkat pisau di tangan kanannya.

Seluruh orang menjadi tegang, mereka tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Sakamoto dengan pisau itu.

"Crash!"

Tentu saja, Sakamoto menggunakannya untuk menusuk tubuh anak yang masih tercekik oleh tangan kirinya.

"Arrgh!"

Darah menciprat keluar, hingga membasahi wajah Sakamoto. "Heahaha bagaimana rasanya! Sakit bukan!" Beberapa tusukan Sakamoto lakukan. Robekan kulit bagaikan irama musik yang menyejukkan hatinya. Anak yang merasakan tusukan itu, tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan untuk berteriak saja, suaranya tertahan oleh tangan yang masih mencekik lehernya.

Semuanya usai, saat anak laki-laki itu kehilangan napasnya. Sakamoto lalu melepaskan cengkeraman tangannya.

__To Be Continued__


Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C3
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank 200+ Bảng xếp hạng PS
    Stone 0 Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập

    tip bình luận đoạn văn

    Tính năng bình luận đoạn văn hiện đã có trên Web! Di chuyển chuột qua bất kỳ đoạn nào và nhấp vào biểu tượng để thêm nhận xét của bạn.

    Ngoài ra, bạn luôn có thể tắt / bật nó trong Cài đặt.

    ĐÃ NHẬN ĐƯỢC