Namara menggertakkan giginya. "Lepaskan dia!"
"Tidak akan, kecuali kau mau memberikan darahmu. Awalnya aku menginginkan setetes saja. Namun, karena kau begitu pembangkang, aku akan meminta lebih banyak dari itu," ucap penyihir itu dengan dingin.
Namara semakin tidak senang. Dengan cepat dia berlari ke depan. Namun, baru saja beberapa langkah dia sudah mendengar Eros mendesis. Pria itu akhirnya benar-benar dicekik oleh wanita tua itu.
Wajah Namara menjadi pucat. "Hentikan itu!" teriaknya dengan keras. Dia bisa melihat wajah Eros yang berubah menjadi merah karena tidak bisa bernapas.
"Kenapa? Apa kau mengubah pemikiranmu?" tanya wanita itu.
Eros segera menatap Namara dengan tajam. Dia tidak ingin Namara melakukan apa-apa. Setidaknya dia tidak ingin Namara tetap berada di sini. Dia tidak ingin Namara menyerahkan darahnya pada penyihir itu.