Haya berjalan keluar dari bar seorang diri. Dia sedang menunggu Ethan di pinggir jalan. Pria itu sedang membeli teh jahe hangat untuk Haya. Setelah minum, Haya merasa perutnya agak sedikit mual.
Tak lama Haya mendengar suara langkah kaki pria mendekat ke arahnya. Gadis itu menoleh.
"Ethan, kok kamu belinya cepet banget…" Haya menghentikan kata-katanya.
Pria yang berjalan ke arah Haya bukanlah Ethan melainkan Aaron. Pria itu datang bak kematian lengkap dengan jaket panjang hitam dan celana senada. Yang paling mengejutkan Haya, Aaron mengenakan kaos putih transparan yang menunjukan lekuk otot dan siluet tato hitam di sisi kiri perut pria itu.
"Ka-kamu?" Haya kaget. Dia mundur beberapa langkah karena terlalu terkejut. "Mau apa kamu di sini?"
"Aku mau bicara denganmu," jawab Aaron sambil tersenyum sinis.
Haya membuang muka. "Aku gak mau bicara denganmu, Aaron."
Saat Haya berniat pergi meninggalkan Aaron, pria itu menarik tangan Haya. Tanpa menunggu persetujuan Haya, Aaron membawa gadis itu menyusuri trotoar. Haya berusaha meronta tapi kepalanya agak pusing dan perutnya agak mual karena minum bir.
Setelah berjalan beberapa menit, Aaron berhenti di sebuah taman kota yang sepi. Di sana tidak ada orang. Hanya ada tanaman, pepohonan dan lampu taman yang menyala.
"Apa sih maumu membawaku ke sini?" Haya melotot pada Aaron.
"Kan aku udah bilang mau bicara denganmu, Haya," Aaron mengingatkan.
"Tapi aku gak mau."
"Kenapa kamu gak mau bicara padaku?"
"Ka-karena… kamu pembunuh!"
Alis Aaron terangkat. "Pembunuh?"
Haya melipat tangannya. "Jangan pura-pura bodoh. Aku tahu kamu membunuh Ibas. Kamu menyingkirkannya!"
Aaron memiringkan kepalanya. Dia tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan Haya. Dengan cepat Aaron mendekatkan tubuhnya ke Haya. Pria itu menunduk menatap mata Haya.
"Aku gak membunuh Ibas."
"Kamu pikir aku akan percaya?!" Haya tidak lupa dengan peringatan Ibas tempo hari. Aaron pria yang berbahaya. Meskipun pria itu selalu memperlakukan Haya dengan baik, itu tidak merubah fakta kalau dia pemimpin gangster yang kejam.
"Beri aku alasan, kenapa kamu memilih gak percaya dengan kata-kataku?" Aaron terus menatap mata Haya. "Padahal aku akan selalu percaya apapun yang kamu katakan."
Mendengar kalimat terakhir 'padahal aku akan selalu percaya apapun yang kamu katakan' membuat jantung Haya berdebar. Kini Haya bingung. Apakah Aaron pria kejam yang diceritakan Ibas atau malah orang baik yang menaruh kepercayaan padanya?
"Pertama, kamu bukan anggota gangster biasa. Kamu adalah pemimpim kelompok gangster berbahaya. Kedua, kamu punya banyak musuh. Aku berani bertaruh kamu pernah membunuh orang sebelumnya," ucap Haya.
"Dari mana kamu tahu semua itu?"
Glek! Haya tidak mampu menjawab.
"Ibas?" senyum sinis Aaron mengembang.
"Emangnya kenapa?" Haya kesal melihat senyum sinis Aaron.
Tangan Aaron langsung menyentuh pipi gadis itu. "Kalau kamu mau tahu siapa diriku dan latar belakangku, harusnya kamu bertanya padaku dan bukan pada orang lain."
Aaron benar. Harusnya Haya bertanya pada pria itu langsung.
"Ada berapa pertanyaan yang ingin kamu ajukan padaku?" mata Aaron belum lepas dari Haya.
"Hmmm… 10 mungkin."
Aaron tertawa. "Baik. Kamu bisa tanyakan 10 pertanyaan tentang diriku dan latar belakangku. Tapi kita gak akan bicara di sini."
"Kemana?"
"Ke kediamanku."
Astaga aku akan ke kastil Aaron lagi, batin Haya.
….
"Oh ya Bos mana?" tanya Mike saat ia berjalan ke dapur. Di dapur hanya ada Riko yang sedang menyiapkan makan malam.
Di antara anak buah Aaron, hanya Riko lah yang pandai memasak. Riko bertugas memasak makanan untuk Aaron selain menjalankan misi yang diberikan bosnya.
"Tadi Bos pergi ke luar," jawab Riko sambil memanggang daging.
"Kemana?"
Riko menggeleng. "Entahlah. Akhir-akhir ini Bos suka pergi seorang diri tanpa ditemani siapapun."
Kemanapun Aaron pergi, pria itu biasa diikuti oleh beberapa anak buah dan supir. Maklum sebagai ketua gangster besar, nyawa Aaron kerap dalam bahaya. Pria itu punya banyak musuh yang bersiap membunuhnya.
"Apa Bos sedang menjalankan misi rahasia?"
Sebagai orang yang bekerja di bawah Aaron sejak kecil, Mike cukup tahu jalan pikir bosnya itu. Ketika Aaron menghadapi hal yang sangat berbahaya, ia lebih memilih mengurusnya sendiri.
"Kayaknya bukan deh. Bos sekarang tertarik dengan seorang wanita," jawab Riko sambil memindahkan daging panggang ke piring. Lalu ia membuat saus pedas manis untuk dituangkan ke atas daging.
"Bos suka sama seorang wanita?"
Setahu Mike, Aaron tidak pernah dekat dengan wanita manapun seumur hidupnya. Mike mengira Aaron tertarik dengan pria daripada wanita selama ini.
Riko. "…."
"Aku beneran gak tahu kalau Bos suka sama wanita."
"Bos kita itu heteroseksual, Mike. Tentu saja dia suka dengan lawan jenisnya. Kamu pikir Bos itu gay seperti Arif?" omel Riko.
Riko meletakan piring berisi daging panggang saus pedas manis ke atas meja makan. Ia menyusun piring dan sendok. Riko mengajak Mike makan berdua.
"Aku jadi penasaran siapa wanita yang membuat hati dingin Bos kita luluh," celetuk Mike.
"Dia seorang polisi."
Mata Mike membelalak. "APA?! Kamu pasti bercanda!"
"Aku berani bersumpah kalau Bos tertarik dengan seorang polisi," Riko sangat yakin dengan kata-katanya.
….
Erika datang ke bar tempat Ethan dan Haya minum. Gadis itu datang karena menerima telpon dari Ethan.
"Haya beneran hilang?" tanya Erika saat ia sampai di depan bar.
Ethan nampak kelelahan. Sudah satu jam ia mencari Haya di dalam bar dan di lingkungan sekitar bar.
"Aku rasa begitu. Aku udah mencoba menghubungi ponselnya, tapi sama sekali gak aktif," jawab Ethan. Kini ia merasa bersalah telah meninggalkan Haya seorang diri untuk membeli teh jahe.
Erika menggigit bibirnya. "Apa mungkin Haya udah pulang duluan ke rumahnya?"
"Mungkin aja. Aku pengen ngecek keberadaan Haya sayang aku gak tahu alamat rumahnya," Ethan memberi tahu. "Rika, kamu kan temannya. Pasti kamu tahu dimana Haya tinggal kan."
"I-iya."
Erika mulai gugup. Tentu dia tahu tempat tinggal Haya. Masalahnya Erika sudah bersumpah tidak akan memberi tahu polisi manapun tentang tempat tinggal sahabatnya. Mengapa? Karena Haya tinggal di kompleks perumahan yang biasa dihuni oleh pejabat polisi.
Sejak masuk akademi, Haya tidak pernah memberi tahu siapapun tentang identitasnya sebagai anak seorang Inspektur Jendral Ardi yang terkenal. Haya tidak ingin menumpang dibalik nama besar ayahnya.
"Kalau gitu kita ke sana aja untuk mengecek apakah Haya sudah pulang," usul Ethan.
"Sebaiknya jangan deh, Ethan."
Alis Ethan naik. "Kenapa?"
"Karena orang tua Haya gak suka kalau ada cowok ke rumah mereka." Hanya alasan itu yang terpikir di kepala Erika saat ini.
Ethan. "…."
"Kamu tenang aja, Ethan. Aku bakal menghubungi orang tua Haya. Aku yakin gadis itu sudah ada di rumah," Erika memberikan solusi.
Ethan hanya mengangguk. "Baiklah kalau begitu."
Halo kakak2
Per hari ini Tale of Hades Bride sudah ganti cover novel lho. Semoga kalian suka dengan cover baru dan terus mendukung novel ini ya :)