Malam itu Syabilla langsung menghubungi Niken untuk membantunya mengurus Ayya di rumah sakit, inilah kebiasaan sahabatnya itu selalu memporsir pekerjaan hingga kelelahan, dia. sudah berapa kali menasehati perempuan itu tapi selalu di jawab dengan berbagai macam alasan yang kalau di fikirkan sangat masuk akal.
Syabil menunggu dengan gelisah di ruang tunggu UGD, pingsan mendadak yang di alami sahabatnya itu cukup membuatnya panik setengah mati.
Sementara Niken sedang engurus administrasi di rumah sakit tersebut agar Ayya dapat di tangani dengan baik. Ketika keadaan mulai tenang seorang dokter wanita keluar dari UGD tersebut dan memberitahukan keadaan Ayya yang sudah sadar tapi masih terlihat lemah.
"bagaimana Dokter? " sahut Syabil yang saat itu melihat dokter keluar dari ruangan.
"dia sudah jauh lebih baik, hanya kelelahan dan sangat kurang tidur. apakah dalam beberapa hari ini dia selalu melewatkan tidur malamnya? " tanya Dikter itu dengan serius.
"iya, dia selalu bergadang" jawab syabil agak takut.
"mohon untuk di jaga pola tidurnya mba ya" sahut dokter itu lagi dan Syabil mengangguk patuh dengan info yang baru saja dia dapatkan.
"apakah sudah bisa saya temui? " tanya Syabil
"sudah bisa"
Setelah mengatakan itu dokter wanita itupun pergi. Syabil membuka pintu UGD itu dia menyembulkan kepalanya sebentar lalu akhirnya masuk sepenuhnya. Ayya masih terbaring lemah di atas ranjangnya tapi terlihat perempuan itu baru saja memejamkan matanya. Insting Ayya lebih peka sekarang, buktinya ketika Syabil mendekat mata perempuan itu bergerak dan membuka dengan sempurna.
"kamu sudah lebih baik? " tanya Syabil, Ayya mengangguk lemah.
"sudah ku bilang kemaren untuk jangan potong jatah tidurmu, jadi beginikan " kata syabil mengerutu.
"jangan marah-marah! kepalaku lagi sakit" keluh Ayya sambil memijit pelipisnya.
"aku telpon Pak Adam saja ya! " usul Syabil dan hal itu mendapatkan sergahan dari Ayya yang merasa tidak ingin merepotkan calon suaminya itu.
"jangan, dia sibuk" sergah Ayya
"setidaknya dia bisa meluangkan waktu untukmu" Syabil tetap dengan pendiriannya untuk menghubungi pak Adam tapi Ayya tetap keras kepala dan tidak mau pak Adam tahu yang menjadi permasalahan sekarang adalah Ayya tidak ingin bertemu dengan Pak Adam entah kenapa dia tidak ingin bertemu.
Syabilla geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabtnya itu, apa salahnya menghubungi pak Adam mereka akan menikah dan hari itu tingga menunggu beberapa hari lagi dan Syabilla lihat tidak ada rona bahagia di wajah sahabtnya itu tapi Ayya selalu bungkam dengan sikapnya ini.
"baiklah" Syabilla putus asa dengan usulnya sendiri jika besok dia masuk kerja apa yang akan di beritahukan dengan Pak Adam.
Syabilla duduk di kursi tunggu, menjaga Ayya yang mulai tertidur hingga datanglah Niken yang baru saja mengurus administrasi.
"kamu kenapa bill? " tanya Niken yang sudah duduk di samping Syabil.
"hanya sedikit bingung dengan Ayya, aku sudah menawarkan untuk menghubungi pak Adam tapi dia malah menolaknya"
"sudahlah biarkan saja"
"seperti ada yang tidak beres dengan situasi ini, pernikahan mereka itu tinggal seminggu lagi dan undangan sudah di sebar tapi kulihat tidak ada rona bahagia di wajah Ayya, ada apa sebenarnya " Syabilla bingung sendiri dengan situasi aneh ini.
"itu perasaan kamu saja kali, ayo pergi cari makan! " ajak Niken sambil menarik tangan perempuan itu.
"kemana? "
"kemana saja, supaya kamu itu tidak bengong saja"
Akhirnya Syabilla mengikuti ajakan Niken untuk makan, sebenarnya perutnya dari tadi sangat keroncongan karena belum di isi sama sekali.
***
Kebiasaan Adam adalah membuat kamarnya terlihat gelap dan dia akan duduk di tepian ranjang dengan memangku dagunya sendiri dan pikirannya akan berkelana kemana-mana. Apalagi sejak dua hari ini dia kesulitan untuk bertemu dengan Ayya padahal pernikahan mereka sudah sangat dekat dan tidak mungkin bisa mundur lagi.
"kemana dia" Adam terlihat prustasi apakah ini akan gagal lagi, tidak ini tidak boleh gagal dulu dia pernah gagal untuk menikahi perempuan itu karena keduluan kakanya tapi sekarang apa lagi. Fikiran aneh mulai menghantui Adam.
"apa aku telpon Syabil saja" Adam dengan cepat mencari hp miliknya dia akan menelpon Syabilla perempuan yang paling dekat dengan Ayya.
Cukup lama tak ada sambutan dari sebrang sana tapi Adam tidak putus asa, dan akhirnya Adam harus kecewa karena Syabilla juga seolah tak bisa di telpon,dia sudah dua hari tidak melihat Ayya maupun Syabilla datang kesekolah ketika dia menanyakan kebagian perizinan guru Adam cukup kaget dengan izin mereka berdua yaitu pulang kampung.
"papa... apa papa sudah tidur! " ketokan di pintu membuyarkan rasa frustrasi yang di rasakan Adam. Dia berjalan dengan gontai menuju arah pintu dan membukanya. Seperti biasa Ronna akan mengetok pintunya jika tiba saatnya makan malam.
"om baik-baik saja?" Tanya Ronna yang menemukan kekacauan di wajah om sekaligus papa angkatnya itu. Terkadang gadis kecil ini memanggil Adam dengan sebutan papa agar dia tidak lupa bahwa dia masih meliki papa yang entah kabarnya saja tidak di ketahuinya.
"om baik-baik saja, tumben memanggilnya om ada apa? " selidik Adam dan dia berjongkok di dekat kursi roda gadis itu.
"lagi pengen panggil om aja, lagian nanti aku lupa kalau aku masih punya om" kata Ronna.
"oh.. begitu ya, ayo kita makan!" ajak Adam
***
Siang itu rada gerimis di kampung Mega memang sekarang musim penghujan dan saat itulah musim padi akan tiba, sebagian orang akan bercocok tanam untuk melanjutkan penghidupan di desa dengan peneranagn listrik yang ikut dengan tetangga serta sinyal hp yang selalu kadang hilang kada muncul. terhitung besok hari Ayya akan menikah dan saat itu di kampung telah mempersiapkan pernikahan yang mewah karena Adam termasuk orang yang berada dan hal itu menjadi penyemangat dua orang yang selama ini merawat Ayya, paman dan bibinya.
Paman Ayya yang bernama Uttah itu sudah lama menikah tapi tidak memiliki anak hingga nasib membawa Ayya pada paman Uttah saudara dari Ayahnya Ayya yang sudah meninggal tapi sayang paman Uttah tidak mencurahkan kasih sayang untuk keponakannya itu dia malah sering memukul dan mendera gadis itu hingga bilur-bilur biru membekas pada punggungnya, sementara bibinya yang benama Suci hanya ongkang-ongkang kaki menikmati hidupnya karena semua pekerjaan Ayya yang menanggung, bahkan seluruh gajih yang di terima Ayya selalu di transfer ke rekening bibinya itu. Berkali-kali Syabilla mengomelinya untuk tidak mengirim uang lagi tapi tetap saja gadis polos itu mengirim uang hasil lelahnya.
Saat ini hiruk pikut menyambut pernikahan sudah sangat terasa, tapi yang jadi persoalan sekarang Syabilla tidak bisa bertemu dengan Ayya karena gadis itu mematikan telponnya dan ketika Syabilla datang kerumahnya dia tidak berjumpa dengan sahabatnya itu.
Syabilla sedang asik menikmati angin sepoy yang menerpa kerudungnya, memang saat di desa adalah yang oaling nyaman. Di sini tidak ada polusi udara dan kita masih bisa merasakan suara angin yang merdu.
"Syabilla... " Seseorang berlari dan semakin lama semakin dekat. Perempuan yang terlihat seumuran dengan Syabilla itu berheti tepat di samping Syabil yang sedang duduk di bawah pohon. Terlihat nafas gadis itu putus-putus.
"ada apa? " tanya Syabilla bingung
"ini, ada surat untuk mu! " gadis itu menyerahkan surat itu.
"dari siapa? " tanyanya
"dari Ayya"
mendengar nama sahabatnya di sebutkan Syabilla langsung menyambar kertas putih itu dan dia membaca dengan hati-hati dan tanpa terlewat sedikitpun. Syabilla merasa bingung dengan isi surat itu dia mengulang lagi membaca surat itu dan isinya tetap sama.
"dimana kamu melihat Ayya? " Tanya Syabilla
"tadi ku lihat dia naik angkotan menuju kota"
"apa! kenapa kamu tidak mencegahnya, besok dia akan menikah" Syabilla panik mendengar itu.
"aku sudah mencegahnya tapi dia tidak perduli"
"kita harus laporkan kepada paman Uttah, dia harus tau Ayya kabur"
"ka... kabur, kok bisa"
"sudah jangan banyak tanya, kita kesana sekarang"
Syabilla berlari lebih dulu menuju rumah Ayya dan di sana sudah banyak orang berdatangan dan tentunya keluarga dari Adam juga datang.
"kenapa berhenti Bill? " tanya temannya yang melihat Syabil berhenti.
"kapan akad nikahnya? " tanya Syabil pada temannya.
"hari ini, satu jam lagi"
Syabilla bingung setengah mati, apa penyebab Ayya pergi mendadak seperti ini dan meninggalkan kekacauan ini.
"ya Allah, apa yang harus ku lakukan? " Syabilla bingung dan dia tidak tau kalau akad nikah itu di laksanakan hari ini, dia mengira besok sekalian dengan resepsi.
"bagaimana ini Syabil? " Temannya juga takut
"kita kesana! " Syabil dan temannya itu berjalan mendekati rumah Ayya, ketika mereka masuk semua orang sudah duduk dengan rapi dan penghulu juga sudah siap, tinggal menunggu mempelai wanitanya tapi mempelai wanitanya tak kunjung datang.
"mana mempelai wanitanya? " tanya penghulu paruh baya itu, semua orang sibuk berbisik karena mereka dari tadi tidak melihat mempelai wanita, sementara Syabilla sibuk menelpon Hp Ayya tapi nihil nomor itu sepertinya sudah tidak di pakai lagi oleh pemiliknya.
Syabilla bingung harus mengatakan apa, akhirnya dia mendekati Mirra sepupu Ayya dan dia menyerahkan surat yang di berikan Ayya tadi kepada Mira, perempuan itu kaget luar biasa. Sementara orang-orang sudah berbisik-bisik tidak jelas.
"mana mempelai wanitanya? " tanya penghulu itu lagi, sementara Adam diam membisu dan apa yang dia takutkan sepertinya akan terjadi dan ini akan lebih sakit lagi.. Adam melirikke arah Syabilla yang dari tadi panik. Dia berdiri dan berjalan mendekati Mirra yang dari tadi selalu memegang kepalanya karena terasa sakit dan juga prustasi.
tanpa kata Adam mengambil kertas yang ada di tangan Mirra dan membacanya.
"" Syabilla mungkin ini akan menjadi penyesalan ku yang paling dalam karena meninggalkan Adam dengan ketidak tahuannya, aku tidak memiliki pilihan Syabil. Aku kalut dan frustasi dan aku tidak berani bicara denganmu. aku sangat mencintai pak Adam tapi aku tidak ingin egois dan menutupi ini selamanya. Aku pergi Syabilla... aku pergi... maaf telah membaca tiap bait buku Diary mu... maaf telah mengetahui semuanya...
menikahlah kamu dengan pak Adam, agar aku ikut bahagia.. aku mohon bujuklah pak Adam agar mau menikah denganmu. menikahlah dan bangun kehidupanmu dengan pak Adam""
Surat itu di remas Adam, dia marah dan emosi, dia kalut apa yang dia takutkan terjadi hari ini. Adam diam kaku mencerna setiap bait tulisan dari surat itu dan hasilnya tetap sama Ayya ingin dia menikah dengan Syabilla.
"apa kamu yang membuatnya seperti ini? " tanya Adam penuh dengan emosi yang ditahan.
"tidak... aku tidak pernah melakukan itu" Syabilla membela dirinya mati-matian sebab di sini dia tidak tau apa-apa tentang Ayya.
"kenapa namamu yang dia sebutkan, apa jangan-jangan kamu memang dalang dari semua ini" nada Adam meninggi, dia marah dengan situasi ini.
"aku tidak segila itu"
"sudah-sudah jangan berdebat, ini tidak akan menajdi jalan keluarnya" kata Pak Haikal ayah dari Adam, dia baru dua hari pulang dari turki untuk menghadiri pernikahan anak laki-lakinya.
"kita tidak mungkin menunda pernikahan ini dan itu akan membuat aku malu dan juga keluarga pihak perempuan. Apalagi saat ini undangan sudah di sebar dan kita sudah tidak bisa mundur lagi" kata Pak Haikal menengahi.
"tapi Ayya sudah pergi, apakah anda akan menuntuk keluarganya? " tanya Syabilla takut-takut sebab dia sangat tau bagaimana pak Haikal ini dia begitu berpengaruh dan bisnisnya cukup luas.
"Adam akan tetap menikah, tapi mempelai wanitanya kita ganti" kata pak Haikal
"apa maksud papa? " tanya Adam
"kamu lihat di luar sana, sudah banyak tamu dan jika di batalkan akan mendapat gunjingan seumut hidup"
"tapi papa ini tidak semudah yang di bayangkan" Adam tetap protes.
"Setelah membaca surat dari Ayya itu, dia sudah memberikan jalan keluarnya yaitu kamu menikah dengan gadis itu" kata Pak Haikal sambil menunjuk Syabilla. Adam kaget luar biasa dan dia dalam posisi yang sangat terjepit bahkan satu sekolah tidak ada yang mendapatkan undangan pernikahan ini dan yang tahu dia akan menikah dengan Ayya hanya Syabilla karena mereka sangat dekat.
"bagaimana dam? keputusan ada tinganmu dan kamu Syabilla jika ingin menyelamatkan keluarga Ayya maka siapkan dirimu untuk menikah dengan Adam" final ini sudah final dan Syabilla tidak tega jika harus melihat kedua orang yang paling dekat dengan Ayya meskipun mereka selalu menyiksa Ayya masuk penjara.
"beri aku waktu untuk sholat! " pinta Adam dan hal itu mendapatkan angtdari pak Haikal.
***
Dua jam mengunggu akhirnya Adam keluar dari kamar dia sepertinya sudah cukup lama untuk berfikir dan mengambil keputusan, jika keputusan Adam adalah menolak maka paman dan bibi Ayya akan masuk penjara karena sudah di anggap mempermainkan pernikahan, dan jika sebaliknya maka kedua orang itu akan selamat. Mereka semua menunggu dengan harapan campur aduk.
"aku terima keputusan papa" sahut Adam kaku dia sudah tidak punya pilihan lain, dan untuk saat ini dia akan diam dan mencari keberadaan Ayya.
"aku tidak menerimanya" sahut Syabilla dengan lantang, dia tidak ingin hidup dalam keterpaksaan yang membuat masalah ini menjadi runyam adalah Ayya.
"mengapa aku harus bertanggung jawab dengan masalah yang bukan berasal dariku? mengapa aku harus di seret dalam situasi ini?"
"karena kamu juga berperan dalam masalah ini, namamu tertulis jelas di dalam surat itu dan kamu tidak bisa meninggalkan amanah yang sudah di titipkan temanmu itu" kata Pak Haikal.
"tapi aku tidak mau" Syabilla masih dalam keras kepalanya.
"Syabilla tolonglah kami? " Mirra memohon dengan sangat agar Syabilla mau menjadi pengganti Ayya. Dan gadis itu tidak punya pilihan dia sudah mengubur mati perasaan itu tapi kini dia dipermainkan oleh perasaan itu lagi.
Syabilla marah dengan keadaan, dia marah dengan Ayya yang selalu tertutup dia juga marah dengan pak Adam yang mau menerima amanah ini.
***
mengapa luka sesakit ini
@ Adam