Tải xuống ứng dụng
96.77% Sleep and See / Chapter 59: Terbang Malam itu Juga

Chương 59: Terbang Malam itu Juga

"Kau bilang apa?"

Sandra terlihat bingung.

"Vina suda kembali ke Indonesia siang ini. Kau minta Hilda mengantarnya. Apa kau lupa?"

Lupa? Bahkan aku tidak tahu apa yang terjadi, bagaimana aku bisa lupa? Aku meminta Sandra memanggil Hildan. Ia datang dan mengonfirmasi.

"Aku bahkan tak tahu ia pergi hari ini."

Semua yang ada di rumah sangat terkejut mendengar pernyataanku.

"Tunggu, bagaimana mungkin kau tak tahu?" tanya Sandra. Aku hampir saja kehilangan keseimbangaku mendengar hal itu. Aku meletakkan gelas wine ke meja.

Sandra mengamati gelas itu. Ia melihat ada cincin di dalamnya.

"Oh Tuhan Tidak mungkin. Mungkinkah?" tanyanya pada semua orang.

"Nyonya hanya bilang ia ingin kembali ke Indonesia. Ia sudah mengatan bahawa anda sudah mengetahui hal ini. Itulah mengapa, saya tidak merasa curiga sedikitpun" kata Hildan.

Aku benar-benar kesal. Aku kecolongan kali ini. Itulah mengapa ia terlihat lebih rapi dari biasanya hari ini.

"Sandra apa yang ia katakana?" tanyaku.

"Ia mengatakan, terima kasih untuk semuanya. Ia memintaku untuk menjagamu baik-baik. Ia …"

"Cukup!" kataku menghentikan Sandra.

"Tuan, maafkan kami. Kami benar-benar tak tahu. Aku kira anda dan nyonya sudah sepakat akan hal ini."

Cobaan apa lagi ini? Aku baru saja mendapatkan kembali semua dan ia pergi. Apa yang wanita itu pikirkan?

Melihatku bingung Sandra segera menghubungi Luke. Ia meminta Angela untuk datang. Pikiranku benar-benar kacau. Bagaimana jika ia bunuh diri.

"Tuan tenanglah, saya yakin nyonya hanya pergi sebentar dan pasti akan kembali" kata chef di rumah ini.

~Begitukah?~

"Hildan, antar aku ke bandara." Perintaku.

"Sekarang tuan? Baiklah" katanya segera pergi ke basement.

"Tenanglah, kita akan menemukannya. Tidak mudah pergi dan keluar dari suatu negara. Kita akan menemukannya." Kata Sandra.

Aku tak banyak menjawab dan hanya menatap Sandra. Ia langsung diam dan mengerti. Kami semua terperdaya kali ini. Aku segera mengambil cincin di gelas dan bergegas keluar.

Tanpa banyak bicara, Hildan mengemudi secepat mungkin untuk sampai ke Badara.

"Anda tidak bisa masuk tanpa tiket Tuan"

Angela berlari ke arahku. "Tananglah, Tuan Immanuel memiliki pesawatnya sendiri." Katanya. Petugas bandara itu segera membiarakanku pergi.

"Nyonya telah keluar dari negara ini siang tadi. Ia menggunakan pesawat komersil untuk kembali ke Jakarta. Kita akan bisa menyusulnya dengan jet tuan."

Aku tak menjawab dan hanya duduk di jet. Di dalam ada Moore dan dua orang polisi, Luke terlihat tak berani mengatakan apapun. Bahkan pramugari yang ada di dalam hanya mematung melihatku. Semuanya hening. Aku hening dan mencoba untuk tidak meluapkan emosi kepada orang lain saat ini.

"Aha, aku tahu!" kata Moore. Ia terlihat ceria. Diantara kami semua, ia lah yang paling terlihat ceria. Kami semua menoleh dengan tatapan yang membuatnya tak nyaman.

"Baiklah-baiklah, aku akan kecilkan suaraku." Katanya.

"Apa yang kau temukan?" tanyaku.

"Vina akan sampai di Jakarta beberpa saat lagi. Aku melacak ponselnya, sepertinya ia membeli tiket ini satu minggu yang lalu."

Apa satu minggu yang lalu? Bukankan itu tepat satu hari sebelum putusan pengadilan keluar? Ia sudah merencanakan semua ini.

"Ia berada di kelas ekonomi. Dengan beberapa kali transit. Jika aku tak salah, ia mengganti nomor ponselnya. Kurasa kartunya ia buang di suatu tempat. Ia menggunakan nomor baru. Ia tidak menggunakan kartu kredit atau melakukan tarikan apapun. "

"Kita hanya bisa berharap Nyonya benar-benar ke Jakarta." Kata Angela.

Moore menyela. "Ia tentu ada di sana." Katanya.

"Mengapa kau begitu yakin?" tanyaku.

Ia tak menjawab, ia menunjukkan beberapa halaman di laptopnya.

"Karena ini!"

Apa? Wanita ini gila! Aku sampai tak bisa berkata-kata. Semua orang menjadi pucat hanya dengan melihat data itu. Tak satu pun berani bersuara.

"Berapa lama kita akan sampai?" tanyaku.

"Kita menggunakan jalur pribadi. Kurang lebih depalan jam"

Covina Venn, kau benar-benar membuatku gila kali ini. Aku tak pernah perduli pada Georgia dan bahkan melepasnya begitu saja, saat aku sadar ia tidak menyukaiku. Tapi kali ini, aku bahkan sampai mengejarmu.

"Tuan, kami ingin melihat passpor anda" ,kata petugas imigrasi.

Setelah pengecekan, Luke segera menemui orang dari keduataan besar yang sudah menunggu kami.

"Ini akan sulit, Jakarta memiliki lebih dari sepuluh juta penduduk." Kata Paul. "Apa kalian ada sesuatu yang bisa membantu untuk menemukannya?"

Kami terdiam, kami tiba-tiba sadar. Kami tidak tahu apapun. Bahkan, aku juga tak mengenal Vina dengan detil.

"Tunggu, aku menemukan sesuatu." Kata Moore. Ia mengeluarkan ponsel pintarnya. Ia berjalan mendahului kami.

"Ikuti dia" perintahku.

Kami pun mengikutinya. Paul dan dua orang polisi yang ia bawa pun tak punya pilihan selain mengikutinya. Sementara polisi yang kami bawa, mereka menunggu di bandara untuk berjaga-jaga.

"Tempat sampah?" kata Moore bingung. Ia melihat kami semua. Wajahnya terlihat tak yakin, ia segera meletakkan ponselnya di lantai.

Ia membuka tempat sampah itu.

"Eh, apa yang anda lakukan?" kata seorang petugas mendatangi kami. Moore terlihat tak mengubris orang itu.

Polisi yang mengawal Paul menjelaskan keadaannya pada petugas kebersihan itu. Tak berapa lama ia mengerti dan meninggalkan kami.

Moore menemukan sesuatu, ia berdiri dan melepas penerjemah yang ia pakai.

"She did it" katanya sambil menunjukkan paspor elektronik Vina.

Aku mengambil paspor itu. Ini memang miliknya. Seandainya aku menyita ini, ia pasti tidak akan bisa melakukan semua ini.

"Ia berniat tidak ke manapun setelah ini", kata Paul.

"Tentu saja, ia berniat mati!" celetuk Moore. Dan itu membuat Paul dan dua orang polisi yang ia bawa terkejut.

"Kita harus segera menemukan nona ini!", kata Paul.

"Hei, tuan dari kedutaan. Apa kalian tahu apa ini?", tanya Moore.

"Saya tahu, di mana itu." Kata salah satu polisi. "Itu adalah sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. Apa kalian ingin ke sana?"

"Tentu." Jawab Moore.

Kami pergi secepat mungkin, berharap ini belum terlambat. Sementara itu, polisi yang bernama Joe menelepon dan memberitahu keadaan kami kepada atasannya.

"Kita akan mendapatkan data-data istri anda. Ia dulunya adalah seorang pengajar, ada data lengkap tetangnya di pemerintahan. Pasti kita akan dapatkan sesuatu."

Aku tak menjawab, hanya berfikir. Vina, jika aku jadi kau kemana aku akan pergi?

"Andrew Lau" kataku tiba-tiba.

Moore menoleh. "T


next chapter
Load failed, please RETRY

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Rank -- Xếp hạng Quyền lực
Stone -- Đá Quyền lực

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C59
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
Stone -- Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập