"halo.... iya Sa, aku jalan sekarang. tunggu di halte biasa ya." kata Almaira langsung mematikan telponya.
Gadis bertubuh langsing dengan tinggi badan 162cm itu mempercepat kerja tanganya mengemas beberapa berkas kedalam tasnya, kemudian segera meninggalkan kosan tempat tinggalnya.
Almaira berlari kecil, berharap segera sampai di halte tempatnya membuat janji temu dengan Clarisa. yaa .....Almaira memang gadis yang dikenal tepat waktu dan tidak suka membuat orang lain menunggu.
"Al..... awas!!!!" pekik Clarisa melihat sebuah sepeda motor nyaris menabrak sahabatnya Almaira yang tengah mengambil nafas di pinggir jalan depan halte bis.
"sorry, kamu nunggu lama ya Sa???" sapa Almaira
"kamu itu hampir ketabrak Al, masih bingungin aku nunggu lama atau enggak???" tanya Clarisa
Almaira tersenyum kuda dengan tanpa merasa bersalah ia menggandeng tangan Clarisaa mengajaknya menaiki bis yang baru saja berhenti didepan halte.
"Al, kamu yakin mau ngulang ke semester 1?" tanya Clarisa setelah mereka mendapat tempat duduk
Almaira menjawabnya dengan anggukan antusias dan senyumnya yang manis, Clarisa menatap sahabatnya itu lekat penuh pertanyaan.
"Al, nilaimu dulu lumayan bagus loh. gak sayang kamu??? udah lanjutin aja langsung ambil semester 3!" saran Clarissa.
"hey.... kamu cerewet banget!! Clarisa, aku sudah meninggalkan kampus selama 3 tahun jadi aku harus mengulang pelajaran ku agar agar bisa mempertahankan nilai." jelas Almaira.
Clarisa dan Almaira memang sudah bersahabat sejak masih duduk di bangku sekolah tingkat pertama, berlanjut hingga mereka memasuki gerbang perguruan tinggi.
namun, kejadian buruk yang menimpa Almaira tiga tahun lalu mengharuskannya mengambil cuti kuliah.
keduanya telah sampai di kampus sejak dua puluh menit yang lalu, Clarisa meninggalkan Almaira sendiri menghadap pada bagian administrasi kampus sedang dia sendiri harus menghadiri jam kuliahnya.
"maaf mbak bisa sedikit lambat ngomongnya?? saya ...." kata Almaira.
staff administrasi urusan umum itu mengulang intruksinya sesuai permintaan Almaira.
setelah menyelesaikan urusanya Almaira memutuskan menunggu Clarisa sahabatnya di kantin, ia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan untuk Clarisa.
****
"Marcel, kami sangat senang bisa bekerjasama dengan kalian. semoga kita bisa bekerja sama lagi dilain kesempatan." ucap seorang wanita paruh baya mengulurkan tangannya pada pentolan grub band illusionis itu.
"anda terlalu memuji bu, bukan kami yang bagus tapi tim anda yang berhasil menggemakan kami di daratan Hongkong ini." balas Marcel menyambut jabatan tangan sang promotor .
yaaa konser yang mereka selenggarakan di Hongkong memang dapat dikatakan sukses besar, penggemar Illusionis memadati sebuah gedung khusus yang telah disewa promotor untuk menggelar konser grub band asal Indonesia itu.
rencananya setelah jamuan makan siang dengan promotor konser, sore ini ia akan menghadiri acara talk show yang akan disiarkan langsung di stasiun televisi Hongkong. dilanjutkan keesokan harinya jumpa fans disebuah hotel berbintang di pusat kota, jadwal yang cukup padat untuk tiga hari kedepan.
"gimana kalau kita ambil libur dulu di sini ??" usul Freddy yang tengah berdiri didepan jendela besar kamar hotel mereka.
"boleh juga ide lo, itung itung istirahat lah beberapa bulan ini jadwal kita full mulu." sahut Ibam yang tengah menikmati puding coklat layanan kamar.
Keano tak bergeming dari kegiatanya membaca novel kegemaranya, sedang sang pentolan grup si Marcelino ia juga tengah sibuk dengan game yang ada di ponselnya.
Marcel memang sudah berusia 24 tahun tapi ia masih sangat gemar memainkan game puzle, game yang dapat dikatakan untuk anak anak.
"woy, gimana menurut kalian???" Bentak Ibam yang tak juga diabaikan kedua personil grup band Illusionist ini.
"dasar kalian, bener bener nunjukin kalau kalian saudara. yang satu maen game satunya baca novel, kita juga hidup didepan kalian bray." imbuh Freddy kesal
Keano menutup novel di tanganya dan meletakanya dalam pangkuanya, matanya sayu menatap Ibam dan Freddy kemudian sembari tersenyum ia berkata "aku ikut kalian."
pandangan ketiga pria tampan itu membidik sang vokalis yang masih memfokuskan pandanganya pada layar ponsel pintarnya.
"kenapa kalian liatin aku gitu???" tanya Marcel menyadari keadaan disekitarnya.
"ya kita nungguin keputusan lo Cel!!" kata Ibam menjawab pertanyaan Marcel
"hmmm udah tentuin aja kalian mau main kemana." kata Marcel
sontak keempat temanya saling beradu pandang, tak biasanya Marcel menyetujui permintaan mereka untuk berlibur ditengah pekerjaan seperti ini.
"hellow.... maaf mengganggu kalian. tapi sepertinya kalian harus menahan keinginan kalian berlibur lain waktu." ucap pak Gun yang tiba tiba saja sudah berada dalam ruang kamar para personil Illusionist.
"pak gun?? kenapa??" tanya Freddy
pria berusia 42 tahun yang masih terlihat muda dengan dandanan casualnya itu mengibaskan tangan di depan wajahnya.
"aaah, sudahlah jangan buat kalian dalam kesulitan. jadwal kalian setelah ini masih cukup padat, dan oh ya Cel tadi bu. Frista menelfon dan memintamu segera menghubunginya." jawab pak Gun
"wanita itu hanya akan membuat telingaku sakit dengan ocehan- ocehan recehnya." ujar Marcel menolak permintaan pak Gun.
suasana di kamar itu perlahan menjadi sangat canggung dan menegangkan saat nama ibunda Marcel disebut disana, Friesta memang dikenal sebagai wanita berdarah dingin yang akan melakukan apapun untuk mewujudkan keinginanya. ibunda Marcel sendiri adalah direktur utama di perusahaan label musik besar di Indonesia, selain itu beliau juga termasuk wanita paling berpengaruh di Indonesia.
setelah ketiga personil Illusionis itu meninggalkan kamar, pak Gun menyerahkan ponsel yang sedang terhubung dengan seseorang dikejauhan sana.
Marcel menyambar ponsel itu malas kemudian meletakanya di telinga kanannya.
"katakan ada apa?? aku banyak jadwal disini." tukasnya
Marcel terdiam sejenak mendengarkan apa yang dikatan orang diujung telepon itu.
"omong kosong, kau tidak bisa menyuruhku pulang sesuka hatimu. aku sedang kerja disini."
sorot lirikan tajam Marcel terhunus kearah Pak Gunawan yang dusuk santai di tempat duduk Keano tadi.
"ahhh.... terserah apa mau mu tapi aku akan pulang pekan depan." bentak Marcel
"kau memintaku menurutimu??? seorang penipu seperti dirimu Friesta Thomsan???" kini Marcel mencibir wanita diujung telepon
Marcel memutus panggilan itu sepihak, melempar benda pipih yang menyambung komunikasi jarak jauh itu ke tempat tidurnya. ia mengacungkan jari telunjuk tangan kananya kearah pak Gun seraya berkata "kamu .... kamu tahu aku tak ingin berbicara denganya!! mengapa kau membuatku beradu argumen dengan wanita itu, hah???!!!" bentak Marcelino
pak Gunawan mencoba menjelaskan apa yang terjadi antara dirinya dan sang ibunda, namun bukan pelukan yang ia dapat tapi lagi lagi bentakan dan tanpa ragu Marcel mengusir keluar sang manager dari dalam kamarnya.
Marcel menjambak frustasi rambutnya, wajahnya memerah teringat goresan luka dari kenyataan yang tak sengaja ia temukan. tanganya mengepal menahan amarah yang meluap dari dalam jiwanya, entah apa yang diminta sang ibunda sampai bisa membuat emosi Marcel memuncak dengan cepat.