Dengan langkah terburu-buru, Vallerie menaiki anak tangga menuju kelasnya. Dia merasa tidak nyaman dengan tatapan horor yang diberikan oleh para penghuni sekolah. Tapi, langkahnya harus terhenti saat tiba-tiba kedua teman dekatnya di kelas menghalangi jalannya. Mereka adalah Vidella dan Ayana, secara kasar Vidella menjambak rambut Vallerie, sehingga membuat gadis polos itu meringis.
Banyak murid yang memperhatikan kejadian itu, tapi mereka enggan menolong Vallerie karena mereka telah termakan kabar bohong yang menyebar di sekolah. Vallerie ingin menangis saat ini juga, tapi dalam hatinya dia berjanji tidak akan menangis di depan orang-orang yang sudah tega menjahatinya agar tidak dicap sebagai perempuan lemah.
Vallerie berusaha melepas jambakan Vidella dari rambutnya tapi tidak bisa. Karena ada Ayana yang menahan tangannya, hati Vallerie rasanya sakit karena diperlakukan seperti ini oleh kedua teman dekatnya, mereka berubah hanya karena termakan kabar bohong saja. Vallerie masih bingung, sebenarnya siapa pelaku penyebar kabar bohong itu? Kenapa dia bisa sampai setega itu kepada dirinya?
"Awsh, Del. Lepasin, sakit ..." pinta Vallerie yang kedengaran lirih.
Vidella memutar kedua bola matanya secara kasar. "Dasar bodoh! Lo pikir gue mau turutin permintaan lo? Enggak ya! Sekarang lo ikut gue! Ayo!" makinya dengan penuh emosi.
Tangan Vidella masih setia menjambak rambut Vallerie ketika menuruni tangga, gadis itu pun menarik Vallerie tanpa hati-hati. Sehingga saat di pertengahan tangga, tubuh Vallerie yang terasa lemas oleng. Alhasil Vallerie jatuh dari tangga, tubuhnya menghantam lantai demi lantai tangga yang terbuat dari keramik.
Ayana membelalakkan kedua matanya saat melihat hal itu, dia tidak mau turut disalahkan jika ada yang melaporkan kejadian tadi kepada guru. Ayana hendak pergi meninggalkan Vidella, tapi dengan cepat tangan gadis itu menahan lengan sahabatnya. Sehingga pergerakan Ayana terhenti.
"Tungguin gue, jangan masuk kelas. Kita bolos aja, ayo!" ajak Vidella.
Ayana menganggukkan kepalanya cepat, pertanda setuju. "Iya ayo, cepetan sebelum ada guru yang lihat kita!" jawabnya panik.
Mereka dengan tega meninggalkan Vallerie yang sedang membutuhkan pertolongan. Vallerie hendak mendudukkan tubuhnya tapi lemas, tidak ada satupun murid yang mau membantunya karena berbagai macam alasan. Tapi, tiba-tiba saja Langit datang dan membantu Vallerie untuk berdiri.
"Lang, pelan-pelan. Sakit ..." lirih Vallerie.
Langit menatap Vallerie tajam, kemudian berbisik, "Gue cuma mau bantu lo berdiri aja ya, jangan pd! Sekarang lebih baik lo ke kelas sendiri, sebelum lebih banyak lagi orang yang bully lo!"
Setelah membantu Vallerie berdiri, Langit langsung meninggalkan kekasihnya itu. Tanpa berniat mengantarkannya ke kelas, Langit tidak berpikir bagaimana kondisi tubuh Vallerie saat ini. Melihat tangga dalam jumlah yang cukup banyak saja sudah membuat Vallerie merasa penat duluan.
"Gimana caranya aku ke kelas? Gak ada yang mau bantu aku," monolog Vallerie.
"Gue yang bantu lo," jawab seorang laki-laki dari arah belakang Vallerie.
Suara itu, seperti pernah Vallerie dengar tapi di mana? Vallerie berdiam diri di tempat berusaha mengingat siapa orang yang menjawab ucapannya tadi. Ternyata lelaki itu adalah Angkasa, laki-laki yang tadi pagi menyelamatkan Vallerie dari tamparan Langit.
Seulas senyuman terbit di wajah Vallerie yang kelihatan sedikit pucat karena menahan sakit di sekujur tubuhnya. Dia bersyukur ternyata masih ada orang baik yang mau menolongnya. Sehingga hari ini Vallerie masih dapat mengikuti pelajaran di kelas.
Vallerie menundukkan kepalanya. "M-makasih Kasa, hari ini kamu udah bantu aku dua kali. Nanti aku janji akan balas semua kebaikan kamu," ungkapnya.
"Gak usah," tolak Angkasa cepat.
Lalu, Angkasa menuntun Vallerie secara perlahan menaiki setiap tangga demi tangga. Angkasa dengan sabar menunggu Vallerie menaikkan salah satu kakinya yang sepertinya terkilir karena terasa ngilu sekaligus sakit. Tapi satu hal yang membuat Angkasa merasa tidak nyaman, banyak orang yang selalu mengatai Vallerie tidak baik.
"Kasa, udah kamu anter aku sampai sini aja. Gak enak kalau banyak temen yang lihat," titah Vallerie.
"Ya udah, gue ke kelas." Kemudian, Angkasa berjalan menuju kelasnya yang tidak jauh dari kelas Vallerie.
***
Jam pelajaran hari ini sudah berakhir, para murid keluar dari kelas dengan cepat karena tidak sabar ingin segera pulang ke rumah masing-masing. Sementara Vallerie masih berada di kelas karena kesulitan untuk berjalan, dia sudah mengirimkan pesan berkali-kali kepada Langit tapi tidak kunjung mendapat balasan dari lelaki itu.
Masalah Vallerie jatuh ditangga tadi, sudah ada guru yang mengetahuinya. Mereka langsung memanggil Vidella dan Ayana untuk datang ke ruang guru kemudian menjatuhkan hukuman kepada kedua anak murid mereka yang mempunyai sifat jahat itu. Vallerie tidak merasa bahagia saat tahu kedua temannya dijatuhi hukuman, dia justru semakin takut jika Vidella dan Ayana akan semakin membullynya.
Perempuan mana yang tidak sakit hati saat tahu kekasihnya sendiri lebih memilih pulang bersama temannya sendiri. Sebenarnya Vallerie ingin protes tapi percuma saja. Memang, Vallerie selalu salah di mata Langit. Sejak awal pacaran Langit selalu saja bersikap kasar kepadanya, tapi jika Vallerie ingin meminta putus Langit selalu menolaknya.
"Pulang bareng gue?" tawar Angkasa yang entah sudah kapan berada di kelas Vallerie.
Vallerie menengadahkan kepalanya, kemudian bertanya, "Loh, Kasa? Kamu sejak kapan di sini?"
"Gue tanya, mau pulang bareng gue?" tawar Angkasa sekali lagi.
"I-iya, t-tapi gak ngerepotin?" Vallerie menatap Angkasa takut.
Tidak ada jawaban dari Angkasa, seperti tadi pagi lelaki itu langsung membantu Vallerie untuk berjalan tanpa mengucapkan kata-kata apapun. Jujur saja setiap kali bertemu dengan lelaki, pasti Vallerie merasa takut. Mungkin karena trauma yang dia miliki selalu diperlakukan kasar oleh laki-laki, jadi timbul rasa takut seperti itu. Padahal, tidak semua laki-laki itu sama.
"Lo tunggu sini dulu, gue mau ambil motor," perintah Angkasa dan dibalas anggukan kepala oleh Vallerie.
Angkasa kembali datang menghampiri Vallerie dengan sebuah motor ninja berwarna biru kesayangannya. Vallerie menatap motor itu kesal, dia tidak enak jika harus memeluk Angkasa. Apa lagi nanti Langit pasti akan tahu kabar tentang dirinya yang pulang bersama dengan Angkasa. Selama kurang lebih lima menit Vallerie berdiam diri memandangi motor ninja Angkasa, sampai akhirnya lamunannya buyar saat Angkasa membuka suara.
"Jadi gak?" tanya Angkasa tak sabaran.
Vallerie menggelengkan kepalanya pelan, lalu menjawab, "Maaf, enggak deh kayaknya. Takut Langit marah."
"Lo pikir gue gak tahu? Tadi Langit aja bisa pulang sama cewek lain, kenapa lo enggak? Lo juga punya hak buat deket sama cowok selain dia," jelas Angkasa dan berhasil membuat Vallerie berpikir matang.
Embusan napas kasar keluar dengan mulus dari mulut Vallerie, ada benarnya apa yang dikatakan Angkasa barusan. Mereka berdua hanya teman, jadi tidak salah jika pulang bersama. Masalah Langit akan marah atau tidak itu urusan belakangan. Sekarang yang terpenting Vallerie bisa pulang dan sampai ke rumah tepat waktu.
"Y-ya udah aku mau pulang bareng kamu." Lalu, Vallerie naik ke motor Angkasa dibantu oleh Si Pengemudi.