Kenyataannya, seharian ini aku benar-benar dibuat tertekan karena semua mata memandangku. Entah mereka percaya pada cerita yang versi keberapa, yang pasti aku masih bisa mendengar bisikan-bisikan tidak enak mengenai diriku—akibat dari cerita konyol karangan Barnhook. Payahnya lagi, aku belum bertemu Sergei sama sekali hari ini dan itu membuat suasana hatiku makin buruk. Aku ingin setidaknya ada teman untuk berbagi—Sergei pasti juga terkena dampak berita di Roxalen Weekly.
Ah, yang bisa kulakukan saat ini hanya mengulang-ulang perkataan Allen padaku: kau bisa memilih dua hal ketika mendengar omongan jelek tentang dirimu—menjatuhkan dirimu karena mengikuti tekanan atau menjadikannya sebagai cambuk agar kau menjadi lebih baik lagi. Itulah cara Allen membalas dendam pada orang yang selalu menjelekkan dirinya, ia terus-menerus berusaha membuat dirinya lebih baik lagi.
Aku makan siang sendirian di Roxy Café karena Dara memenuhi panggilan ketua klubnya. Dara memutuskan untuk bergabung dengan klub film. Selain karena dia memang menyukai film (itu tidak cukup untuk membuatnya masuk klub film), ia mengincar seorang senior bernama Channing Kreviazuk, cowok Polandia (inilah alasan utamanya). Dara jatuh cinta pada pandangan pertama ketika Kreviazuk membagikan brosur klub film kepada kami. Kuakui selera Dara memang bagus, hanya saja obsesi Kreviazuk terhadap film terkadang membuatnya terlihat sedikit suram. Ia bisa berdiam diri seharian di ruang klub, menonton film di laptopnya tanpa bergerak sedikitpun dan menjiwai seorang nerd. Selain saat sedang menonton film, Kreviazuk terlihat seperti cowok normal dengan ketampanan di atas rata-rata.
Kusuap satu sendok terakhir mashed potatoku tanpa minat, kemudian segera membayar makan siangku dan beranjak menuju perpustakaan di atas. Ada beberapa soal matematika di tugas yang diberikan Prof. Tray yang tidak kumengerti dan aku tidak menemukannya di bukuku. Kurasa aku akan mencari pemecahannya di perpustakaan. Aku enggan bertanya pada Huddwake. Jelas aku tidak bisa terus mengandalkan Sergei untuk menjagaku dari Huddwake, karena itu aku harus menjaga diriku sendiri.
Sepanjang perjalanan menuju perpustakaan sangat memuakkan. Rasanya aku ingin berbalik arah menuju ruang klub berita dan mengeluarkan organ tubuh Lukas Barnhook—biang kerok dari nasibku sekarang ini. Aku mempercepat langkah, memaksa mata untuk tetap fokus ke depan dan tidak mempedulikan murid-murid yang membicarakanku. Pintu perpustakaan yang tinggal beberapa meter di depan mata membuatku bahagia, setidaknya suasana di perpustakaan lebih tenang. Aku akan menghabiskan waktu di sana sambil menunggu waktu latihan bersama Soo Hyun.
Ms. Lucia Noureena duduk bersandar di singgasananya, menyilangkan kakinya yang kurus. Mulutnya setengah menganga hingga gigi depannya yang besar mirip kelinci itu terlihat. Mata sipitnya menerawang ke jendela perpustakaan yang besar—sepertinya ia sedang melamun. Perpustakaan sedang sepi, tidak terlihat seorang murid pun yang berkunjung. Aku tidak heran jika penjaga perpustakaan—Ms. Noureena—bosan sampai melamun seperti tiu, bahkan tidak menyadari aku yang lewat di depannya. Aku memutuskan untuk tidak membuyarkan imajinasi Ms. Noureena dan segera menuju rak buku Matematika.
Entah mengapa tiba-tiba aku teringat satu adegan di film yang ditonton Dara beberapa hari yang lalu. Seorang cewek sedang mencari buku di perpustakaan, tiba-tiba ia bertemu pandang dengan seorang cowok di seberang rak buku yang sedang dicarinya. Mereka bertatapan melalui sela-sela buku dan kemudian saling jatuh cinta. Aku tertawa sendirian. Mereka tidak akan pernah bertemu jika rak bukunya seperti rak buku Matematika yang sedang kuhadapi sekarang. Buku-bukunya sangat padat mengisi rak, tidak ada celah yang cukup untuk bisa saling berpandangan dengan cowok ganteng di seberang rak.
Setelah menemukan dua buku tebal yang kira-kira bisa membantu, aku segera mencari tempat duduk untuk mengerjakan tugas. Semua kursi benar-benar kosong. Sambil bernyanyi lirih karena senang, aku memilih tempat duduk paling ujung yang berhadapan dengan jendela. Masih ada dua jam sebelum latihan dengan Soo Hyun, jadi aku ingin menyelesaikan tugas secepat mungkin, kemudian menghabiskan waktu untuk membaca buku lainnya yang lebih menyenangkan.
Ketika aku mulai menulis rumus dasar, aku mendengar sesuatu seperti suara orang yang terbentur. Aku menoleh kaget. Tidak ada seorang pun yang terlihat, tetapi aku yakin kalau aku mendengarnya karena suaranya cukup keras. Selain itu, aku adalah tipe orang yang seratus persen tidak percaya pada hantu dan sebagainya.
Terdorong rasa penasaran, aku bangkit dari kursi dan memeriksa meja Ms. Noureena. Ia masih pada posisi melamunnya—sama persis seperti tadi. Aku mengernyitkan alis, kemudian kembali ke tempat duduk. Suaranya terdengar tidak terlalu jauh tadi, kupikir bukan Ms. Noureena. Tiba-tiba pandanganku tertumbuk pada rak paling ujung di sudut ruangan. Aku melihat kaki seorang cowok, kaki itu terkapar di lantai. Aku menelan ludah. Benakku mulai membayangkan seorang murid yang terkapar karena kepalanya terbentur rak buku. Khawatir karena bayangan mengerikan itu, aku segera menghampiri sudut ruangan tersebut.
Bukan seseorang, melainkan dua orang—dan aku jelas-jelas sangat mengenal mereka. Kakiku membeku mendapati dua orang itu di sudut ruangan—Huddwake dan Martinez. Martinez membelakangiku—ia sedang mencium Huddwake. Ia tidak menyadari kedatanganku, tetapi Huddwake jelas-jelas menatapku dengan mata abu-abunya yang tajam. Aku membeku saat menatap mata Huddwake. Ia tidak bereaksi apa-apa, membiarkan Martinez terus menciumnya. Huddwake terus menatapku dari sisi kepala Martinez.
Apa yang dilakukan si berengsek ini? Dia tidak hanya mengimprint Martinez, tapi sekarang bahkan mengambil keuntungan dari korbannya? Apa yang salah dengan otak si berengsek ini?
Sekuat tenaga aku berusaha melepaskan pandangan mata dari Huddwake dan segera kembali ke tempat dudukku, merapikan buku-buku dan menuju meja Ms. Noureena dengan perasaan kacau balau. Ms. Noureena tergagap ketika aku sedikit membanting dan buku Matematika tebal itu di meja peminjaman.
"Aku akan meminjamnya," kataku pelan sambil menyodorkan kartu ID.
Ms. Noureena sepertinya mendeteksi suasana tidak enak dari wajahku sehingga ia mengurungkan niatnya untuk berbicara dan segera mendata pinjamanku dengan alat pemindai, kemudian memberikan bukunya lengkap dengan print out tanggal pinjam dan kembali.
"Terima kasih."
Aku segera menyambar tasku di loker perpustakaan dan berjalan meninggalkan perpustakaan seperti orang yang kabur dari kejaran polisi. Rasa benci menguasai diriku. Aku bisa merasakan gelombang energiku terpicu dan aku membiarkannya. Aku berjalan tanpa mempedulikan arah dan orang di sekitarku. Aku berjalan lurus—menembus apa saja yang menghalangiku. Aku benci Huddwake. Aku benci Martinez. Namun, kenapa aku membenci Martinez? Ia hanyalah korban.
Aku tak suka melihat apa yang mereka lakukan barusan.
Tunggu. Apa yang kupikirkan?
Apa yang kupikirkan?
Aku menyukai Sergei, mengapa aku merasa terganggu dengan pemandangan tadi? Seharusnya aku mengasihani Martinez, mengapa aku malah membencinya juga?
Aku berhenti di tengah-tengah auditorium. Berpikir.
Apa Huddwake merasuki pikiranku tadi? Mencoba mengacaukan perasaanku dengan kejadian tadi?
Aku memegang kepalaku yang mulai pusing, kebingungan.
Seseorang menyentuh punggungku dari belakang. Aku segera berbalik dan mendapati Huddwake yang ternyata menyusulku.