Kalya menatap hampa pada peti mati yang mengantarkan suaminya pada kehidupan lain, dan tidak lagi bisa tersentuh olehnya. Rasa lelah dan jetlag akibat menempuh perjalanan panjang selama lebih dari 20 jam, tidak membuatnya merasa membutuhkan istirahat. Yang dia tahu, separuh jiwanya telah pergi, membawa semua kenangan indah dan cintanya.
Rodriguez, adik angkat Dimi yang telah menjadi sahabatnya, serta pelindungnya setelah Dimi, menghampiri perlahan, lalu memberikan pelukan untuk menguatkan. Namun hal tersebut justru membuatnya lunglai. Kalya hampir tidak bisa menahan air mata yang dengan susah payah dia bendung. Selama perjalanan dari Indonesia menuju Roma dia sudah menangis tiada henti. Sesaat setelah pesawat mendarat di airport Fiumicino, dia langsung menghapus airmatanya. Setelah melewati imigrasi, dia bergegas menuju toilet untuk memperbaiki riasan.
Kalya tidak membawa bagasi, dia hanya menggeret koper ukuran kabin yang berisi keperluan standar. Dia tidak ingin waktunya terbuang hanya untuk mengurusi bagasi. Sedetik setelah dia menerima telepon dari Rodriguez perihal kematian suaminya, serta penculikan terhadap Jose, putra mereka, Kalya yang sedang berada di Indonesia, langsung membeli tiket dan terbang ke Roma.
Dilihatnya sekali lagi riasan yang telah rapih, memastikan tidak ada sisa-sisa tangis di wajahnya. Setelah yakin, dia memakai kaca mata hitam yang membingkai sebagian besar wajah bulat khas asia miliknya. Kalya mengangkat dagu, menatap sosok wanita berpakaian setelan jas hitam formal, yang sedang berpura-pura tegar di depan cermin.
"Tidak boleh ada yang tahu bahwa aku sedang berada di titik terendah. Aku harus menunjukkan bahwa aku bisa menghadapi semua ini, dan mendapatkan Kembali Abimanyu Jose Diaz, anakku. Dimitrio Diaz suamiku tersayang, pergilah dengan tenang. Jangan pikirkan aku dan Jose. Percayalah, aku akan menemukan anak kita, dan menjadikannya laki-laki kuat dan berani seperti dirimu." Setelah mengafirmasi dirinya sendiri, Kalya bergegas menuju arrival hall, di sana telah menanti Rodriguez dan enam orang pengawal berpakaian kasual. Kalya mengenali pengawal-pengawal yang menyamar sebagai turis maupun pengunjung di sekitar arrival hall. Sejak dirinya menjadi anggota keluarga Dimi, dia sudah terbiasa dengan segala hal seperti itu.
Rodriguez menatap sekilas pada sosok wanita yang duduk anggun di sampingnya. Kemudian kembali menatap ke depan, menutup sekat antara ruang pengemudi dan penumpang. Sehingga apapun pembicaraan yang terjadi di ruang penumpang, tidak akan di dengar oleh pengemudi. Dia selalu mengagumi sosok Kalya. Seandainya saja Kalya bukanlah istri dari kakak angkatnya, dia sudah akan memperjuangkan Kalya untuk menjadi miliknya.
"Sekarangkah saatnya aku bisa memiliki janda kakak angkatku?" pikiran itu berkelebat di kepala Rodriguez. Namun dia segera menepis hal tersebut dari pikiran kotornya. "Tidak, bagaimanapun aku tidak boleh mengambil kesempatan dalam kesempitan. Aku harus tahu membalas budi kepada keluarga Diaz. Kecuali, Kalya yang pada akhirnya nanti jatuh cinta pada dirinya, maka akan dengan senang hati kedua tangan ini menyambutnya dalam pelukan."
"Rod, detil apa yang tidak aku ketahui selama kepergianku?" Kalya memecah keheningan. Dengan susah payah mengusahakan agar tidak ada getar dalam suaranya.
"Aku akan menceritakannya ketika kita tiba di rumah. Beristirahatlah sejenak, karena setelah sampai, kita akan langsung mengikuti prosesi pemakaman. Aku tidak ingin Kamu tidak siap dengan itu." Rodriguez mencoba berempati. Segala ucapan yang dikatakan sebisa mungkin keluar dalam intonasi datar, cukup lembut, dan tidak melukai. Sebab dia tahu, wanita di sebelahnya sangat memuja suaminya seperti dewa.
"Katakan saja, Rod." Kalya menjawab datar, "aku sangat siap dengan apapun. Percayalah. Aku ingin setiba di rumah, bisa mengantisipasi situasi yang mungkin tidak aku pahami. Biarkan aku mencernanya sekarang, Rod." Meskipun nada suara Kalya sangat pelan, namun ada ketegasan dalam setiap kata-katanya.
"Tapi…"
"Mulailah dari paman Romelio." Kalya langsung memotong kata-kata Rodriguez. Wajahnya tetap menghadap ke depan, namun saat Kalya melirik dari balik kaca mata hitam yang menutupi Sebagian wajahnya, Kalya menangkap kegelisahan pada Rodriguez.
Setelah mengambil nafas dalam-dalam, Rodriguez mulai mengisahkan pada Kalya. "Sesaat setelah Kamu terbang ke Indonesia untuk mengurus beberapa resort di Lombok Indonesia, terjadi kericuhan di mansion. Kompetitor pada bisnis baru kita berupa perdagangan permata, menyerang mansion tiba-tiba tanpa terdeteksi, saat itu aku sedang ditugasi paman Romelio untuk menandatangi suatu kontrak bersama Pietro dan Benigno."
Kalya mengernyit, "Pietro dan Benigno?"
Rodriguez semakin gelisah, "maafkan aku, Kalya. Percayalah aku sudah menolak didampingi oleh Pietro dan Benigno, tetapi paman Romelio memaksa."
Pietro dan Benigno adalah pengawal pribadi Jose, putranya. Mereka berdua bertugas untuk melindungi keselamatan putranya, bahkan jika harus mempertaruhkan nyawa mereka. Pasti ada yang tidak beres jika sampai kedua pengawal itu dijauhkan dari putranya.
"Boleh aku tahu alasannya, mengapa harus Pietro dan Benigno?" tanpa sadar Kalya menggertakkan giginya.
"Sejujurnya, aku tidak tahu, Kalya. Tetapi Dimi meyakinkan bahwa Jose aman bersamanya. Karena Dimi mendukung keputusan paman Romelio, aku bisa apa?"
Kalya mengangguk kecil, tanda memahami situasinya, "tidak apa-apa, Rod. Aku hanya ingin tahu. Lanjutkan ceritamu."
"Di tengah meeting, Pietro mendapatkan informasi dari Luigi, bahwa terjadi kekacauan di mansion. Kami segera meninggalkan meeting dan kembali ke mansion. Saat kami tiba, suasana sudah sangat kacau balau. Paman Romelio ditemukan pingsan dengan luka tusukan di lambungnya, lalu kami segera membawanya ke rumah sakit. Sesaat kemudian aku menerima sebuah foto mayat melalui ponselku. Kondisi mayat sangat memprihatinkan, tubuhnya dimutilasi menjadi beberapa bagian dengan wajah rusak disayat pisau." Rodriguez melirik Kalya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri, bahwa dia bisa meneruskan ceritanya tanpa membuat Kalya pingsan.
"Lanjutkan." Perintah Kalya singkat. Kalya menahan gejolak di dadanya sekuat tenaga. Dia tidak boleh terlihat rapuh, meski di hadapan Rodriguez sekalipun.
"Gambar tersebut disertai sebuah pesan, 'kalian mengambil permata kami, dan kami mengambil 'permata' kalian, ambil paket kalian di tempat pembuangan sampah, di sana ada informasi tentang keberadaan Jose.'"
"Kalian menemukan lokasi Jose?"
"Pietro dan Benigno sedang menyelidikinya saat ini."
"Nomor yang mengirimu gambar, apakah sudah bisa di deteksi?"
"Leo sedang menyusup ke beberapa jaringan untuk tracking, kita masih harus menunggu. Rupanya orang yang sedang bermain-main bersama kita sangat berhati-hati.
"Beri aku updatenya setiap saat terkait kasus Jose."
"Pasti!"
"Apa lagi yang mereka minta?"
"Tidak ada."
Kalya menoleh heran, "tidak ada?"
"Ya, akupun bingung. Karena nilai permata yang mereka tuntut tidaklah terlalu besar. Dan entah mengapa hal tersebut menjadi pemicu pembunuhan terhadap Dimi dan penculikan Jose?" Rodriguez tidak mampu menyembunyikan keheranannya di hadapan Kalya.
"Kamu sudah periksa saham perusahaan kita?"
Tiba-tiba Rodriguez tersadar, dia melewatkan sesuatu, segera diraihnya ponsel yang tergeletak di pangkuannya, dalam ringing pertama, seseorang di seberang sana langsung menjawab, dan Rodriguez tanpa basa-basi langsung bertanya, "Carlotta, coba periksa data saham perusahaan kita, dan kabari kepadaku secepatnya!"
Lalu Rodriguez menutup ponselnya, dan menghubungi yang lain, "Javer, periksa stock market, aku ingin setiap detil statusnya dikirim kepadaku segera." Keringat mulai mengembun di dahi Rodriguez, padahal temperatur di dalam mobil cukup nyaman, sama sekali tidak panas. Sementara diam-diam Kalya sudah mulai menarik beberapa kesimpulan, dia mempersiapkan yang terburuk dan akan berusaha sebisa mungkin menghadapinya. Kalya memejamkan mata, dan menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya sendiri.
Setelah perjalanan sekitar kurang dari dua jam melintasi jalan raya di kota Roma menuju Napoli, mobil membawa mereka memasuki sebuah gerbang mansion yang sangat besar. Memasuki area taman pertama, mereka disambut oleh air mancur yang berada di tengah, seolah mengucapkan selamat datang kepada setiap yang melintasi bingkai jalan yang mengelilinginya. Masih banyak kerusakan di sana-sini dan belum sempat di rapihkan. Namun Kalya tidak perduli, dia hanya ingin segera hadir pada prosesi pemakaman suaminya untuk memberi penghormatan terakhir.
Mobil melintasi gerbang kedua berupa bangunan berbentuk benteng dengan penjaga yang waspada di sana sini pada setiap sudut benteng. Lalu setelah melewatinya, mobil melaju perlahan menuju area belakang mansion. Makam keluarga Diaz berada di bagian belakang mansion dekat danau yang dipisahkan oleh taman golf mini, tempat anggota keluarga bercengkrama di sore hari sambil berlatih golf.
Ada landasan helipad yang membentang di sebelahnya. Mereka memiliki beberapa helikopter dan jet pribadi yang bisa digunakan sewaktu-waktu untuk kebutuhan mendesak. Saat ke Indonesia, Kalya menolak menggunakan jet pribadi, dia memilih menggunakan pesawat komersil. Karena menurut Kalya, kunjungan ke Indonesia bukan sekedar mengurusi bisnis resortnya di beberapa tempat yang tersebar di Indonesia, namun lebih kepada liburan. Dia menyesal tidak mengajak Jose untuk ikut bersamanya ke Indonesia. Seandainya saja dia memaksa Jose untuk ikut, serta mampu memberikan argumentasi yang kuat kepada Dimi suaminya, mungkin saat ini Jose masih berada bersamanya. Tetapi penyesalan memang selalu datang belakangan. Apapun itu, yang sudah terjadi harus bisa diterima tanpa syarat, yang penting, dia harus memikirkan bagaimana caranya mendapatkan Jose kembali dalam pelukannya.
Di sinilah dia sekarang, diantara orang-orang terdekat, dalam prosesi pemakaman suaminya, yang bahkan dia tidak sempat untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri, seberapa hancur tubuh di dalam peti tersebut. Mereka hanya mengatakan, kondisinya sudah mulai membusuk. Dan mereka hanya menunggu kedatangan Kalya untuk melakukan prosesi pemakaman.
"Aku harus kuat, sebab Jose membutuhkanku. Dan aku tidak bisa lagi menggantungkan diri pada Dimi, malaikat pelindungku. Aku benar-benar harus berusaha sendiri sekarang. Aku pasti bisa. Dimi bantu kuatkan aku. Pergilah dengan tenang, aku akan menuntaskan masalah ini, dan menyelamatkan Jose. Percayalah padaku." Kalya terus menguatkan dirinya sendiri dalam diam. Bertahun-tahun hidup bersama Dimi, dia tahu bahwa yang terbaik adalah tidak memperlihatkan emosi maupun asumsi secara jelas, meski terhadap kerabat sekalipun. Semakin sulit diduga, akan semakin mampu untuk melindungi keselamatan mereka.
— Chương tiếp theo sắp ra mắt — Viết đánh giá