Memandang jauh di mana matahari mulai bangkit dari tidurnya, aku berdiri di platfon sambil menggantung handuk basah yang baru saja aku gunakan.
Melihat cuaca pagi ini, mungkin hari ini akan cerah. Tapi aku tetap mempersiapkan payung di tasku karena cuaca akhir-akhir ini sering berubah dengan cepat.
"Pagi Kak Raka."
"Unn, Pagi...."
Saat aku sedang melamun, adik perempuanku; Ratna yang baru saja selesai mandi menyapaku.
"Jadi Kak Raka mau sarapan apa?"
"Kamu yang masak?"
"Unn, mama berangkat pagi jadi kali ini aku yang masak."
Ibu kami seorang single parent, jadi dia sangat sibuk bekerja demi anak-anaknya, bahkan kadang tidak pulang selama beberapa hari. Meski aku ingin lebih sering melihat dia di rumah, tapi aku tidak bisa bersikap seegois itu setelah melihat bagaimana dia berjuang demi aku dan Ratna.
"Apapun asalkan simpel untuk dimakan."
"Unn, aku mengerti."
Berdiri di sampingku, Ratna juga menggantungkan handuknya. Bau dari sampo yang dia gunakan samar-samar memasuki hidungku. Ah dia ganti lagi?
Mengabaikan Ratna yang sedang merapikan handuknya di atas tempat jemuran, aku membalikan badanku dan segera masuk untuk bersiap. Tapi saat itu aku menyadari sesuatu yang terlihat baru pada Ratna.
"Ratna?"
"Unn?"
"Kamu sudah pakai bra?"
Disaat berikutnya, pandanganku menjadi gelap karena handuk yang tiba-tiba menabrak wajahku.
***
"Kak Raka, sejak kapan kakak jadi brengsek seperti ini?"
"Kakak cuma memperhatikan pertumbuhan adiknya, tunggu, bukankah mengatai kakakmu brengsek itu agak..."
"...."
aku mencoba memberi penjelasan pada Ratna, tapi Ratna hanya memandang dengan mata setengah terbuka padaku yang duduk di seberangnya. aku benar-benar dipandang rendah ...
"Kakak memang tidak peka."
Mengatakan itu dengan nada tajam, Ratna menghela nafas sambil menyodorkan sarapan yang dia buat.
"Terima kasih."
Mengatakan sepatah kata untuk mengakhiri percakapan kami, aku memasukan satu suap nasi kedalam mulutku tanpa mempedulikan wajah Ratna yang cemberut. Meski ruang di mana kami berada terkesan hangat, tapi keadaan di mana kami berdua makan tanpa membicarakan apapun layaknya kakak beradik membuat suasana di ruangan ini menjadi terlihat suram.
"Kakak...."
Dan ketika aku sedang asik menghabiskan makananku, Ratna yang dari tadi memandangiku memutuskan untuk memecah keheningan.
"Bukanya ini sudah saatnya kakak menceritakan masalah kakak di sekolah? maksudku tentang orang bernama Yoga itu...."
Tapi tema pembicaraan yang Ratna bawa adalah seuatu yang paling tidak mau aku dengar.
Dia tahu?!
Menghentikan gerakanku seolah tiba-tiba membeku, aku membuang wajahku dari Ratna, aku benar-benar seperti pengecut. Selama ini aku selalu menyembunyikan masalahku pada Ratna, bukan berarti aku tidak percaya padanya. Tapi aku hanya tidak ingin Ratna ikut terlibat dalam masalahku.
"Kak, kita ini saudarakan? Kakak selalu diam dan tidak pernah cerita tentang masalah kakak, apa lagi minta bantuan Ratna. Apa salah kalau Ratna ingin bantu kakak? Apa Kakak sebenarnya benci sama Ratna?"
Tidak, bukan begitu....
Tentu tidak seperti itu, aku hanya tidak ingin Ratna ikut terlibat dalam masalahku. Karena aku tahu, aku tidak akan bisa melindungi Ratna jika adik manisku ikut terlibat. Simpelnya, aku hanya tidak mau Ratna tahu seberapa pengecut kakaknya ini.
"Kalau kakak tidak berani mengatakan masalah kakak pada guru, biar Ratna yang bilang."
"Jangan!"
Saat itu, aku tidak bisa menahan diriku untuk membentak Ratna. Meski aku tahu kalau Ratna hanya ingin membantu, tapi aku tidak bisa membiarkan adikku melakukan itu. Karena aku tahu, meski masalah di sekolah bisa diselesaikan, bukan berarti Ratna akan aman di luar sekolah.
"Ratna, jangan pernah lagi bicara sama kakak."
"Huh? tapi...."
"Ratna, kamu tahu? kamu itu menyebalkan, jangan seenaknya masuk kedalam permasalahan orang lain kalau tidak tahu apa-apa!"
"Ap-apa? Kakak serius bilang begitu? Ratnakan cuma...."
"Kakak mau berangkat...."
"Kak!...."
Meninggalkan Ratna yang masih memasang wajah kesal, aku dengan cepat mengambil taku dan segera keluar. Aku tahu jika apa yang dia katakan terlalu kasar, tapi paling tidak aku bisa membuat Ratna menjauh dari masalah.
***
Setelah sampai di sekolah aku segera memasuki gedung dan mengabaikan orang-orang di sekitarku. Menggunakan tanganku aku menghalangi cahaya dari jendela yang masuk ke mataku, berjalan melewati lorong panjang aku menuju ruang kelas di ujung koridor sunyi. Mungkin hanya perasaanku, tapi aku merasa kalau suasa disini lebih sepi dari biasanya, saking sepinya sampai membuatku bisa mendengar langkah kakiku sendiri dengan jelas .
Sambil memikirkan itu, aku melangkahkan kakiku memasuki kelas. Tapi, hanya ada keheningan di kelas ini. Siswa-siswa yang ada di dalamnya hanya diam memandangku saat mereka melihatku masuk. Beberapa dari mereka bahkan memilih untuk menjauh saat aku lewat di dekat mereka.
"...."
Kalian tahu? Dikucilkan itu tidak menyenangkan, tapi aku tidak bisa melakukan apapun pada mereka. Ya, aku tidak heran jika mereka memilih untuk tidak terlibat denganku, karena aku adalah target pembulian oleh brandal di sekolah ini.
Tidak menghiraukan mereka, aku berjalan menuju bangku'ku di pojok ruangan. Duduk disana hanya angin yang berhembus pelan dari jendela yang menyambutku. Ah, jika aku pikir-pikir sejak kapan aku mulai dikucilkan seperti ini?
"Yo, sepertinya kau sudah menungguku." Saat aku sedang sibuk dengan pikiranku sendiri, akhirnya orang yang paling tidak mau aku temui muncul dari pintu masuk. Dia adalah Yoga, brandal yang sangat di takuti di sekolah ini, dan seperti biasa dia datang bersama gengnya yang menyebalkan.
Jika aku ingat hal ini sudah terjadi sejak aku naik kelas dua SMA, saat itu tiba-tiba mereka datang padaku tanpa alasan yang jelas dan merampas uang sakuku. Dan hal itu semakin buruk karena mereka bukan hanya merampas, tapi mulai memintaku melakukan sesuatu yang memalukan.
Jika aku ingat, terakhir kali mereka mengerjaiku, mereka mengambil celanaku dan membawaku berkeliling hanya dengan celana kolor. Jadi sekarang apa yang mereka rencanakan? Ini menyebalkan, kenapa harus aku yang mengalami semua hal ini? Kenapa teman sekelasku tidak mau membantuku? Bukankah jika mereka bergabung mereka bisa menang dengan jumlah?
"Serahkan itu padaku." Mengatakan itu dengan lantang, Yoga menunjuk pada dompet yang ada di sakuku. Dan tanpa menungguku untuk bergerak, salah satu rekannya mengambil dompetku dengan paksa.
Dan sekali lagi, tidak ada seorangpun yang menghiraukannya. Aku tidak sama sekali tidak paham, bagaimana keberadaan dari satu individu bisa mempengaruhi individu lain di sekelilingnya seperti ini?
"Uwah, sedikit sekali. Bukankah aku sudah bilang untuk membawa lebih banyak."
Kau pikir berapa uang saku yang dimiliki pelajar, brengsek?! Aku ingin mengatakan itu, tapi aku terlalu takut untuk bicara. Aku selalu berfikir, mau sampai kapan hal ini akan terus terjadi padaku?
Kadang aku merasa ingin berhenti kesekolah dan mengunci diriku di kamar. Tapi dilain pihak, aku juga tidak ingin berakhir menjadi orang menyedihkan yang hanya bisa menjadi benalu bagi ibuku yang bekerja keras.
Jika aku tidak bisa melawan, setidaknya aku harus bisa bertahan sampai akhir, itu adalah apa yang selalu aku tekankan pada diriku sendiri. Mungkin aku terlihat seperti orang bodoh ... tapi bagiku, setidaknya hal itu lebih baik dari pada melawan dan kalah.
"Kenapa diam? Jawab!"
Menampar pipiku, dia memandangku seolah akan meremukkanku. Tapi aku tidak bisa melakukan apapun, bahkan aku terlalu takut untuk menatapnya.
Dan seolah menyadari kebingunganku, dia mulai menertawaiku seolah aku adalah pecundang paling buruk di kelas ini. Tentu aku benci di perlakukan seperti itu, tapi di saat yang sama aku sendiri tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
"Hentikan itu!"
Dan saat itu, suara manis dari seorang gadis yang terdengar seperti lonceng membuat Yoga sejenak berhenti menggangguku. Itu adalah suara yang masih terdengar seperti anak-anak namun sangat tegas dan tajam.
"Siapa kau?" Melihat ke arah di mana suara itu berasal, Yoga memiringkan wajahnya dengan ekspresi tajam. Dan untukku sendiri, aku hanya bisa memandang orang itu dengan tatapan terkejut.
"Ratna apa yang kau lakukan disini?!"
Karena orang yang berteriak dengan lantang itu adalah adik perempuanku; Ratna. Kenapa dia ada di sini? Bukankah aku sudah bilang agar dia menjauhiku?
"Heh? jadi namanya Ratna? Hmm dia orang yang menarik." Dan saat itu, aku melihat senyum menyebalkan yang selalu Yoga tunjukan ketika dia berniat melakukan sesuatu yang buruk.
Tidak jangan....
Melihat dia melakukan itu sambil memandang Ratna, aku merasakan rasa takut yang tidak pernah aku rasakan. Tapi di saat yang sama aku juga merasakan kemarahan meluap dari dadaku, aku ingin mengoyak senyumnya! Tapi... tapi tubuhku tidak mau menuruti keinginanku.
"Hmm, kau tahu... kau cukup cantik." Mendekati Ratna yang menatapnya tajam, Yoga mengisyaratkan teman-temannya untuk mengikutinya. Tunggu apa yang akan dia lakukan?
"Yo manis, bagaimana jika kita pergi ke karaoke? Aku yang akan bayar"
"Tungg-lepaskan!" Dengan paksa memegang lengan Ratna, Yoga menarik dan menekan Ratna ke dinding.
Apa yang harus aku lakukan? Apa yang bisa aku lakukan?!
Bahkan jika aku tahu kalau aku harus segera melakukan sesuatu, tapi tubuhku tidak mau bergerak seolah kakiku terkubur di lantai.
"Lepaskan aku, Aku bilang lepaskan aku!"
Meronta, Ratna memaksakan dirinya untuk lepas, tapi itu justru membuat geng Yoga yang lain ikut memeganginya.
"Kau tahu, semakin kau menolak kau justru terlihat semakin menarik." Mengatakan itu dengan senyum menyeramkan Yoga menarik baju Ratna dengan kasar hingga beberapa kancing bajunya lepas.
Tidak, sejak awal dia memang sengaja ingin mempermalukan Ratna.
"Hyaaaahhh!"
Ratna mencoba menutupi tubuh bagian depanya, tapi geng Yoga yang lain tidak membiarkanya.
"Hmm, kupikir warna yang sedikit kekanakan seperti ini sangat cocok denganmu." Mengatakan itu, tangan Yoga memasuki celah baju Ratna. Dia mencoba mengotori sesuatu yang sangat penting di dalamnya.
Sial! Sial! Sial! Aku harus melakukan sesuatu! Apa tidak ada yang melapor pada guru setelah melihat kejadian ini?!
"Untuk anak kecil sepertimu kau memiliki ukuran yang bagus, mungkin aku akan sedikit bermain denganmu."
Dan saat itu....
"Cukup! Hentikan! Jangan ganggu dia!"
Tanpa aku sadari tinjuku sudah menghantam pipi Yoga dengan keras, sangat keras hingga dia terpental menabrak dinding di sampingnya.
Tapi, belum sempat mengerti dengan apa yang sudah aku lakukan, aku juga merasakan sebuah tinju menghantam rahangku. Itu adalah tinju dari rekan Yoga yang melihatku memukulnya.
Sakit....
Sakit sekali, Bahkan aku sempat berpikir kalau rahangku lepas. Tapi, meski aku merasakan rasa sakit yang hampir membuatku menangis, entah kenapa aku tidak menyesali apa yang sudah aku lakukan. Jika aku ingat, ini adalah pertama kalinya aku berani melawan seseorang, dan itu demi melindungi orang yang penting bagiku. Mungkin, sekarang aku bisa bangga menyebut diriku sebagai kakak laki-laki.
Aaah aku ini memang bodoh....
Ya, bahkan dalam keadaan seperti ini aku masih sempat menghayal menjadi superhero bagi adikku.
Setelah itu, apa yang aku ingat hanyalah rasa sakit dari banyak pukulan yang aku terima, tidak peduli seperti apapun aku berusaha aku tidak bisa melawan mereka semua. Tersungkur di lantai, aku merasa kesulitan untuk bernafas karena mereka menendang perutku dengan keras. Dan penderitaanku masih berlanjut bahkan setelah aku tidak bisa lagi bergerak.
"Hentikan!!"
Di belakang mereka Ratna menangis sambil mencoba menghentikan mereka memukuliku. Tapi sayangnya itu percuma, mereka sama sekali tidak berniat berhenti. Serius, apa tidak ada orang yang melapor pada guru? Kami berada di dekat jendela, seharusnya ada banyak orang yang bisa melihatnya'kan?
"Kau tahu, ini akibatnya jika pecundang sepertimu berani melawanku." Dengan nada yang merendahkan Yoga mengatakan itu padaku, seolah baginya dia adalah orang yang paling berkuasa di sini.
"Baiklah sampai dimana kita?" Memalingkan wajahnya dariku, Yoga kembali melihat pada Ratna.
"Ah, aku ingin mengajakmu bermain, tapi karena perasaanku sedang tidak enak aku tidak yakin kau akan menyukainya. Jadi, jika kau ingin menyalahkan seseorang sebaiknya kau menyalahkan pecundang yang sudah berani membuat masalah denganku." Saat itu, aku melihat senyum menjijikan dari wajah Yoga kembali. Perasaan tidak nyaman di dadaku semakin meluap, seolah perasaan itu akan menelan kesadaranku.
"Hentikan...."
Apa masih tidak cukup menjadikanku sebagai korban? Apa Ratna juga akan mengalami hal yang sama denganku?
"Hentikan...."
Apa aku memang tidak bisa lagi berbuat apa-apa untuk menolongnya?
Memaksakan diriku untuk bangun aku mencoba mendekati Ratna yang ketakutan. Ya aku harus melindunginya, bahkan pengecut sepertiku masih memiliki keberanian untuk melindungi orang yang aku anggap penting.
"Kau!"
Tapi belum sempat aku memantapkan pijakanku, aku merasakan sesuatu menghantam dadaku. Yoga menendangku dengan seluruh kekuatanya, membuatku terlempar dan membentur dinding di belakanku.
"Kakak!"
Tidak, itu bukan dinding, tapi kaca dari sebuah jendela. Bersamaan dengan suara kaca yang pecah, aku merasakan diriku melayang di udara.
Ini bohongkan?!
Tidak percaya pada apa yang terjadi, pandanganku menjadi gelap bersamaan dengan rasa sakit yang tiba-tiba menjalar di seluruh tubuhku.
***
Ketika aku mendapat kembali kesadaranku, langit biru sudah terbentang di hadapanku bersama rasa sakit yang memenuhi seluruh tubuhku. Aku mencoba bergerak, tapi aku tidak bisa merasakan kaki dan punggungku.
Ah benar aku baru saja jatuh dari lantai tiga, mungkin banyak tulangku yang patah dan organ dalamku yang rusak. Bersamaan dengan suara ribut yang memasuki telingaku aku bisa melihat banyak siswa dan guru berdatangan. Kalimat seperti 'Cepat panggil ambulan' juga terdengar, tapi entah kenapa suara keramaian di sekelilingku semakin memudar.
"Kak Raka! Kakak!"
Di sampingku aku melihat Ratna menangis, air mata mengalir deras dari kedua matanya; dia jelek sekali. Sepertinya Yoga memilih meninggalkan Ratna dan melarikan diri. Ah kapan terakhir kali aku melihat dia menangis seperti ini?
Pandanganku mulai kabur, aku merasa kalau suara di sekitarku menghilang, apa aku akan mati? Ah setidaknya aku ingin memusnahkan harta rahasia yang ada di bawah lemariku sebelum mati, aku tidak bisa membayangkan wajah Ratna jika dia melihat harta berhargaku.
Ah aku lupa! Aku belum membersihkan file rahasia dan history di PC ku! Aku berdoa semoga tidak ada yang akan menemukanya.
Pandanganku semakin gelap, sepertinya semuanya akan benar-benar berakhir sekarang, haha entah kenapa aku tidak merasakan penyesalan dan kesedihan. Bahkan jika aku mati, setidaknya aku sudah berhasil melindungi Ratna.
Setelah ini Yoga juga pasti akan di tangkap karena sudah membunuhku, jadi aku tidak perlu khawatir lagi dengan apa yang akan terjadi pada Ratna.
Meski begitu, andai saja....
Andai saja aku bisa terlahir kembali, setidaknya aku ingin menjadi orang yang lebih kuat. Akan lebih baik lagi jika aku terlahir menjadi orang yang bisa membuat hal buruk yang terjadi padaku di sini tidak terjadi pada orang lain.
Ya, orang yang bisa melindungi orang lain....
Pengelihatanku semakin berat, sepertinya ... ini sudah saatnya.
Menghembuskan nafas terakhirku dan apa yang ada di depanku menjadi benar-benar gelap ... Aku mati ....
~Aku mengerti, aku akan memberikan apa yang kau mau. Tapi sebagai gantinya, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku ... dan itu adalah....~
Tapi... sesaat sebelum seluruh perasaanku menghilang, sebuah suara lembut berbisik padaku dari suatu tempat yang tidak aku ketahui.