Percakapan dengan Kabul sore tadi membuatnya berpikir semalaman. Malam ini benar-benar menenggelamkan pikiran Mas Sardi kepada nasibnya yang selalu ketiban sial. Entah kenapa yang dia inginkan selalu saja mendapat penolakan dari orang lain.
Di emperan rumah, Mas Sardu duduk dengan secangkir kopi juga rokok kretek yang sedari tadi Ia sesap. Sementara Mas Kardiyang sejak sore tadi keluar belum kunjung pulang. Padahal malam sudah gelap gulita. Lampu minyak hanya menyala di ruang tengah. Ayah dan Simbok masih bercengkerama di dalam.
Mas Sardi masih memikirkan perkataan Kabul sore tadi. Khususnya apa yang Ia katakan tentang Ranti. Kenapa tidak dengan dia saja katanya. Kalimat sederhana yang sedikit menggelitik perasaannya.