" Menyerahlah, kita bisa mencobanya lagi di Jepang."
Mendengar perkataan agennya, Kazuki merasa sakit hati. Ia tahu bahwa sebagian yang dalam dirinya setuju dengan Furochi, sang agen namun ada juga bagian dalam dirinya yang enggan untuk menyetujui perkataan Furochi.
Kazuki bersinar di perhelatan Piala Dunia u-17, para penikmat sepakbola Jepang dan juga media olahraga bahkan menyebut Kazuki sebagai harapan sepak bola Jepang. Tak lama setelah itu ia di undang oleh Manchester United. Semua orang berpikir bahwa ini akan menjadi awal dari perjalanan legendaris seorang Kazuki.
Tetapi sayangnya setelah itu selama 1 tahun Kazuki belum pernah sekali pun tampil membela Manchester United. Jangankan tim utama, Kazuki sendiri sekarang hanya beberapa kali tampil membela Manchester United u-18. Media Jepang dan para penggemar bola Jepang juga telah melupakan remaja ini dan menganggap Kazuki sebagai kegagalan.
Sekarang Kazuki sudah berusia 18 tahun karena Kazuki tidak berhasil memasuki Manchester United u-23 maka kontraknya dengan Manchester United tidak bisa diperpanjang.
Sekarang waktu yang tersisa bagi Kazuki hanyalah 1 bulan. Jika dalam 1 bulan Kazuki tidak bisa membuat terobosan dalam penampilannya maka bisa dipastikan ia akan keluar dari Manchester United.
"Aku ingin mencobanya, tolong Furochi biarkan aku mencobanya sampai akhir. Dalam 1 bulan ini aku berjanji akan melakukan yang terbaik."
"Baiklah kalau begitu, tetapi jika kau gagal lebih baik kita pulang ke Jepang, kau tidak bisa beradaptasi dengan baik disini. Aku tahu bakatmu cukup hebat. Jadi jangan mengecewakanku."
Setelah itu Furochi pergi meninggalkan Kazuki.
Alasan kenapa Kazuki tidak bisa bersinar di Manchester United adalah karena banyaknya saingan yang lebih berbakat daripada dirinya. Dalam hal bakat dan juga fisik ia tidak memiliki keunggulan satu pun melawan saingannya. Mungkin hanya kecepatan yang bisa ia banggakan.
Bukan hanya itu saja, Kazuki juga tidak memiliki seorang teman di tim ini. Di Manchester United ada geng lokal yang berasal dari berbagai bakat di inggris, beberapa pemuda dari negara Eropa lainnya, geng Amerika Selatan dan terakhir geng afrika, namun dari Asia timur hanya Kazuki seorang saja di u-18. Hal ini yang membuat dia agak terisolir dari yang lain. Walaupun ia bisa berbicara bahasa Inggris tapi perbedaan budaya tetap menjadi penghalang antara Kazuki dengan yang lainnya.
Kazuki menggelengkan kepalanya, ia memutuskan untuk tidur dan menyingkirkan semua pikirannya.
***
'Sejujurnya, aku tidak terlalu percaya diri, apa aku masih bisa mengejar impianku? Bakatku tak cukup, tentu saja aku bisa bekerja keras tetapi orang lain juga sama. Apa aku bisa menjadi seorang bintang hebat? Memenangkan UCL? Juara Liga? Piala Asia? Atau bahkan ... Piala Dunia? Haha bercanda, mungkin aku hanya akan menjadi seorang pemain sepak bola biasa di liga Jepang.'
Seraya terlelap dalam tidurnya, Kazuki memimpikan dia berhasil membawa Jepang memenangkan Piala Dunia. Ia merasakan berbagai keinginannya yang terwujud dalam mimpi itu.
Sampai satu suara membuat Kazuki tersentak.
[Selamat Datang di Pelatihan Mimpi]
Kazuki merasakan mimpinya yang kabur sekarang mulai menguat seperti kenyataan. Ia membuka matanya melihat dirinya berada dalam sebuah stadion besar dengan lampu terang yang menyoroti tubuhnya. Pikirannya sekarang sudah 100% sadar.
"Apa yang terjadi?" Kazuki bertanya dengan heran. Mimpi selalu menjadi tempat yang kabur. Namun tempat dia berdiri sekarang begitu nyata hingga Kazuki tidak percaya dengannya. Ia mencubit tangannya namun ia tidak merasakan rasa sakit yang diharapkan.
"Ini mimpi." Sesosok pria tiba-tiba muncul dari belakang Kazuki sambil menepuk pundak Kazuki. Wajahnya menunjukan bahwa dia orang Asia, ia juga memakai jersey timnas Jepang.
"Siapa kamu?"
"Kau bisa memanggilku GM, aku adalah master dari tempat ini. Kau bisa menganggap ini sebagai program dari masa depan yang bertujuan untuk membantu seorang pesepakbola Jepang di era ini bangkit."
'Omong kosong, aku tak percaya itu, aku pasti mengalami semacam mimpi aneh.' pikir Kazuki.
"Haha, kau bisa menganggapnya seperti itu juga. Tetapi karena ini hanya mimpi kau tak keberatan bukan untuk mendengarkan aku terlebih dahulu?" ucap GM yang mendengar dengan jelas apa yang di pikirkan Kazuki.
Kazuki mengangguk, ia masih menganggap semua ini sebagai mimpi.
"Pada dasarnya [Pelatihan Mimpi] saat ini memiliki dua mode pertama mode [Pelatihan] dan mode [Pengalaman]. Dalam mode [Pelatihan] kau bisa mengatur berbagai kondisi apapun yang kau pikirkan, seperti berlatih secara individu melawan Center-Back papan atas ataupun berlatih tanding dengan tim manapun yang kau inginkan dan kau juga bisa mengatur timmu sendiri dengan nyaman. Aku akan membuat AI berdasarkan informasi lengkap dari pemain di dunia nyata. Pada dasarnya AI tersebut memiliki kemampuan yang sama dengan orang yang ia tiru.
Kedua [Pengalaman] dalam mode ini kau tidak berlatih, namun kau mengalami pengalaman hidup dan semua yang dirasakan seorang pemain sepak bola secara langsung dari sudut pandang pertama. Kau akan merasakan sentuhan, pikiran, dan insting pemain sepak bola itu."
Dahi Kazuki berkerut, memikirkan AI menirukan secara sempurna kemampuan orang lain dan mengalami pengalaman orang lain yang dialami secara sempurna kedengarannya sangat mustahil. Hal tersebut membuat Kazuki merasa yakin bahwa ini hanyalah mimpi aneh.
'Tapi, bagaimana jika bukan?'
"Ngomong-ngomong posisimu adalah striker bukan?" tanya GM.
Kazuki mengangguk pelan. Ini mungkin kedengarannya sedikit tidak adil tapi dalam sepak bola goal adalah segalanya, pencetak goal terbanyak adalah bintang di setiap tim. Striker sebagai posisi paling dekat dengan gawang tentu adalah posisi favoritnya.
"Ini sedikit unik, kebanyakan pesepakbola Jepang menyukai posisi gelandang serang."
"Aku menyukai perasaan mencetak goal."
GM sedikit tertawa dan berkata, "Kalau begitu sebagai pertemuan pertama kita aku akan memberimu sedikit pengalamn dari seorang yang berada dalam posisi striker, dia bernama Filippo Inzaghi."
Kazuki memiringkan kepalanya dan bertanya heran, "Siapa dia? Aku tidak mengenalnya."
"Sejarah dunia sepak bola di sini agak kurang menarik, dia pemain sepak bola dari dunia pararel lain."
Pararel? Kazuki tidak mengerti apa yang GM katakan.
"Tak usah memikirkannya, alami saja." GM menjentikan jarinya kemudian Kazuki merasakan lingkungannya perlahan berubah.
Matanya terbuka melihat dirinya sedang berdiri di sebuah stadion megah dengan puluhan ribu penonton. Ia memakai jersey merah hitam AC milan. Walaupun Kazuki tahu ini adalah AC milan tetapi ia tidak mengenali para pemain yang memakai segaram merah hitam tersebut.
'Apakah ini dunia pararel?' pikir Kazuki
Ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya namun ia tetap merasakan hembusan angin dan setiap sentuhan dengan jelas seolah-olah ini nyata. Tidak lama kemudian Kazuki merasakan tubuh ini bergerak bersamaan dengan serangan yang dilancarkan AC milan. Bola dibawa oleh seorang pemain dengan nomor punggung 22 menggiring bola dengan cepat, dribble nya menarik perhatian pemain bertahan musuh. Pada saat itu Kazuki merasakan tubuh ini berlari menuju celah yang tercipta dalam formasi musuh. Tepat saat pemain dengan nomor punggung 22 kehilangan ruang untuk menggiring bola lagi, Filippo Inzaghi, telah berada di tempat yang tepat untuk menyambut umpan. Pemain tersebut mengumpan bolanya pada Inzaghi, Kazuki merasakan Inzaghi menendang bola itu ke arah sudut gawang.
'Memanfaatkan celah yang diciptakan sebaik mungkin' ini kesan awal Kazuki terhadap pemain bernama Inzaghi. Namun ini bukan akhirnya, Kazuki mulai mengalami satu persatu momen Inzaghi dari sudut pandang pertama.
Luar biasa.
Insting striker yang sangat kuat, posisi ambigu yang membingungkan pertahanan, yang paling penting kemampuan memanfaatkan celah antara garis offside dengan baik.
Kazuki tak tahu apakah mimpi ini benar-benar nyata atau sekedar mimpi sekilas tetapi ia yakin ia telah belajar banyak dari Inzaghi.